Ileana memasuki ruang produksi dengan santai. Jam kerja sudah dimulai sejak 10 menit yang lalu, namun dirinya harus mengikuti rapat bersama staff engineering lainnya. Di tangan kiri Ileana sudah ada buku berukuran sedang untuk mencatat apa saja yang terjadi di ruang produksi, terutama pada bagian mesin.Sebelum memulai pekerjaan, tak lupa Ileana menguncir rambut panjangnya ke atas, kemudian menyematkan topi di kepalanya. Pakaiannya seperti anak-anak mekanik pada umumnya. Hiasan wajahnya tampak natural, namun tetap terlihat cantik.Ileana memang dikenal sebagai wanita tangguh. Beberapa staff sering memanggilnya wanita perkasa yang tidak takut pada apapun. Apalagi profesinya saat ini yang mengharuskan dirinya berkutat dengan mesin produksi. Banyak staff yang mengagumi keberanian dan keahliannya itu.Tapi sayang, dalam hal percintaan, Ileana terbilang wanita yang kurang beruntung. Beberapa pria yang dijodohkan dengannya memilih mundur karena sifat cuek Ileana saat berkenalan. Selera para
Ileana terdiam di tempatnya. Berusaha mencerna ucapan Jian yang sejak tadi sudah berlalu dari hadapannya. Ileana memang selalu selektif dalam memilih pasangan. Bukan tanpa alasan ia melakukan hal itu. Ileana hanya tidak ingin mengalami nasib yang sama dengan mendiang kakaknya.Yoanna Vivian merupakan kakak kandung Ileana satu-satunya. Yoanna meninggal saat usia Ileana masih 20 tahun. Perbedaan usia mereka berkisar 3 tahun. Yoanna menikah di usia muda, 18 tahun, karena dihamili oleh kekasihnya yang bernama Braga Syahreza. Yoanna dan Braga menikah setelah Yoanna melahirkan seorang anak perempuan yang diberi nama Nisaka Putri Syahreza. Saat ini usia Nisaka sudah 9 tahun dan biaya hidupnya ditanggung oleh Ileana.Yoanna meninggal karena selalu mendapat kekerasan dari Braga. Sampai akhirnya Yoanna sengaja disiram air keras oleh Braga, kemudian disuntikkan obat-obatan dosis tinggi hingga mengalami overdosis. Ileana sangat syok dan menangis histeris melihat kondisi Yoanna saat itu. Itulah se
"Kamu ngapain sih cium dia segala?"Davie menoleh ke belakang. Naura sudah berdiri sambil memasang raut wajah masam. Pria itu justru sedikit menyeringai diiringi senyuman. Davie pun membalikkan tubuhnya untuk berhadapan dengan wanita itu. "Kenapa? Dia pacar aku. Jadi wajar kalau aku cium dia."Naura mengernyit. "Pacar?""Iya. Apa perlu aku ulangi supaya kamu dengar omongan aku tadi?"Naura menggeleng. "Itu nggak perlu. Aku dengar kok. Cuma heran aja sama selera kamu sekarang.""Emangnya kenapa sama selera aku?" tanya Davie seraya mengernyit."Selera kamu itu rendahan."Davie tertawa mendengar ucapan Naura. Ia sudah menduga wanita itu akan menilai Ileana dari penampilannya saja. Inilah yang membuat Davie tidak terlalu peduli dengan masalah Naura tadi. Bisa saja Naura mengarang cerita mengenai suaminya."Naura Adisty, mungkin penampilannya kelihatan sederhana. Tapi aku suka," ucap Davie dengan santai.Naura mengubah raut wajahnya menjadi semakin kesal. Seakan dirinya tidak suka Davie me
Davie tiba di lantai paling atas, membuka pintu menuju balkon kantor. Tampak Ileana sedang melamun di sana. Perlahan, Davie mendekati wanita yang saat ini berusia 27 tahun itu dengan perasaan yang campur-aduk. Baru kali ini, ia melihat Ileana sesedih itu sampai harus menyendiri di balkon kantor.Davie berdiri tepat di belakang Ileana. Sedikit dehaman mampu menarik perhatian Ileana. Wanita itu menoleh ke belakang. Kedua matanya melotot karena terkejut dengan kehadiran Davie."Kamu ngapain ke sini?" tanya Ileana ketus."Aku cuma mau ngajak makan siang sambil ngobrol soal tadi. Aku bisa jelasin semuanya. Ini cuma salah paham."Ileana mendecih diiringi senyuman tipis. "Nggak perlu dijelasin. Semuanya udah jelas. Cewek itu nggak mungkin katain aku pelakor kalau nggak ada sebabnya. Kalau salah, ngaku aja salah. Nggak perlu ngeles.""Ilea, aku serius. Aku nggak ada bilang apa-apa ke dia, kecuali...."Ileana mengernyit saat Davie menghentikan kalimatnya. "Kecuali apa, hah?""Kecuali... aku bi
Ileana berjalan menuju ruang engineering. Wanita itu baru saja selesai makan siang bersama Davie. Davie berniat mengantarnya sampai ke ruang engineering, namun Ileana menolak dengan tegas agar pria itu tidak memaksa. Di sepanjang lorong menuju ruang engineering, terlihat beberapa karyawan saling memberi tatapan aneh pada Ileana. Awalnya, Ileana hanya diam dan mengabaikan mereka. Tapi lama kelamaan, tatapan itu berubah menjadi sebuah sindiran pedas untuknya, terutama di kalangan karyawan wanita.Tatapan menelisik serta sindiran yang diberikan membuat telinga Ileana semakin panas. Kedua tangannya sudah mengepal karena kesal. Tapi masih berusaha untuk mengabaikan mereka. Hingga tiba saatnya ia dihalangi oleh dua orang wanita. Padahal Ileana hampir tiba di depan ruang engineering.Dengan sangat terpaksa, Ileana berhenti dan menatap dua wanita berjas hitam itu. Ditatapnya mereka dari ujung rambut hingga ujung kaki. Ileana dengan gaya tomboynya itu terlihat memberi tatapan menantang sambil m
Ileana izin pulang lebih cepat dari biasanya karena kepalanya terasa pusing. Cukup lama ia menangis di ruang engineering setelah rumor itu beredar. Bahkan Ileana tidak fokus pada pekerjaannya untuk kali ini. Untung saja, kepala ruang engineering memberinya izin untuk pulang lebih awal dan mengerti kondisi Ileana saat ini. Jian ditugaskan untuk mengantar Ileana pulang, namun wanita itu menolak dan tidak ingin merepotkan Jian. Jian pun tidak bisa memaksa. Hanya saja, Jian tetap mengantarkan Ileana sampai ke lobi kantor untuk menjaga Ileana dari cemoohan para karyawan di sana.Saat melewati ruangan Davie, Ileana hanya melirik sekilas ketika pintu ruangan itu dibuka oleh seseorang dari dalam. Ileana mempercepat langkahnya dan Jian pun mengikuti langkah cepat wanita itu. Belum jauh Ileana melangkah, namanya sudah disebut dari arah belakang."Ilea, tunggu!"Ileana masih tetap melangkah, namun Jian menahan lengannya. "Ilea, nggak boleh gitu. Lo dipanggil sama Pak Davie," bisik Jian."Ileana.
Pagi ini, Ileana terlihat menata beberapa makanan yang baru selesai ia masak. Nisaka sudah duduk tenang di meja makan, menunggu Kakeknya yang masih bersiap di kamar. Ileana memberikan segelas susu pada Nisaka lalu menaruh nasi serta ayam goreng dan sayur di atas piring keponakannya itu. Bekal makan siang juga disiapkan untuk Nisaka. Ileana tidak ingin Nisaka jajan sembarangan di sekolah. Ia hanya ingin menjaga amanah dari mendiang Yoanna."Kamu mau Tante anterin ke sekolah?" tanya Ileana pada Nisaka.Sambil mengunyah ayam goreng, Nisaka menjawab, "Mau, Tante. Tapi nanti Tante telat kerjanya. Nisa nggak mau Tante dimarahi sama atasan Tante."Ileana tersenyum. Diusapnya rambut Nisaka yang sudah diikat rapi. Tidak terasa, keponakannya itu sudah beranjak remaja dan sudah mengerti bagaimana repotnya Ileana mengurus Nisaka serta pekerjaannya di perusahaan besar itu."Nggak masalah, Nisa. Tante juga khawatir kalau kamu pergi sendirian. Sekarang kan jaman penculikan," ujar Ileana tetap diirin
Davie terlihat begitu lesu pagi ini. Wajah cerianya tidak terlihat sama sekali. Yang ada hanya wajah pucat saja. Dan semua perubahan itu dilihat jelas oleh Ileana yang kebetulan berpapasan dengan Davie. Ileana yang terbiasa melihat keceriaan Davie pun merasa aneh dengan perubahan itu. Ingin menyapa, namun Ileana terlalu gengsi.Ileana memutuskan untuk melewati pria itu. Tidak ingin bertanya apapun. Tapi tangannya ditahan dengan cepat oleh Davie. Ternyata Davie sudah menyadari kehadiran Ileana. Pria itu sangat menandai wangi parfum yang digunakan Ileana."Jangan pergi."Ileana menoleh dan menatap mata Davie yang terlihat sembab. Sejak tadi, ia tidak menyadari mata sembab itu. Ileana mulai menerka apa yang sedang terjadi pada Davie. Ia teringat akan ucapan kasarnya berapa hari yang lalu. Mungkinkah itu penyebabnya? Ileana juga belum yakin dengan dugaannya."Aku mohon, jangan pergi."Kini, Davie memeluk Ileana sambil menangis terisak. Ileana menjadi tidak tega pada Davie. "Aku antar ke r