Share

Bab 3 Kedatangan Ardian

Belum selesai kalimat yang Ardian ucapkan, ayah Sofie pun segera memotongnya, "Kamu minta maaf untuk apa? Sebutkan kesalahanmu dulu!"

Ardian pun membeku, saat mendengar pertanyaan sang mertua. Lidahnya kelu, suaranya tercekat, semua itu karena sebenarnya ia sadar benar akan kesalahan yang telah ia perbuat, tetapi di saat yang sama, egonya sebagai seorang pria juga muncul, sehingga Ardian berucap, "Saya tahu, saya bukan suami yang sempurna untuk Sofie dan saya meminta maaf untuk itu."

"Kamu belum menyebutkan kesalahanmu. Sekarang, bapak mau tanya. Kenapa Sofie tiba-tiba pulang sambil menangis di saat seharusnya ia dan Raffa sudah tidur?"

Jantung Ardian pun berdegup dengan kencang, kali ini ia sungguh tidak dapat menjawab sang mertua dengan jawaban yang menyejukkan. Tetapi, tiba-tiba Sofie muncul dari dalam sambil membawa minuman dan kemudian, ia duduk di seberang Ardian, lalu berucap, "Kok nggak dijawab? Tinggal jawab aja, saya sudah punya istri baru. Janda anak satu, gitu aja kok repot!"

Kamu sukses membuatku terkena serangan jantung, Sof, batin Ardian.

Kedua orang tua Sofie memandang lurus ke arah pria yang telah mereka percaya untuk bertanggungjawab atas putrinya dengan tatapan penuh tanya.

"Apa benar begitu?" tanya ayah.

Ardian pun tak dapat menjawabnya karena jawaban apapun yang ia berikan, Sofie akan menyerangnya habis-habisan.

"Kenapa diam?" tanya ayah lagi.

Lidah Ardian pun mendadak kelu untuk menjawabnya, tetapi ia tahu, ia tetap harus menjawabnya. Maka dengan perlahan, ia menganggukkan kepalanya.

Kedua orang tua Sofie menarik nafasnya lalu menggelengkan kepalanya dan berusaha untuk tidak melampiaskan emosi mereka kepada Ardian. Mereka berusaha untuk berfikir jernih dan tidak berat sebelah terhadap masalah yang dihadapi oleh anak dan menantunya ini.

"Apa masalah di dalam rumah tangga kalian, sampai akhirnya kamu berselingkuh?" tanya ayah.

Sofie pun angkat bicara, "Itu juga pertanyaan yang menggangu aku. Apa masalah dalam keluarga kita, sampai kamu begitu teganya berselingkuh?"

Kedua orang tua Sofie pun mengalihkan pandangannya dari Ardian kepada putri mereka.

"Beneran Yah, Bu. Aku juga nggak tahu masalahnya. Aku kira kami baik-baik saja. Ardian nggak pernah marah ke aku, aku juga nggak ada keluhan akan perilakunya ke aku. Makanya aku bingung, kesalahan apa yang aku lakukan sampai bikin Adrian selingkuh?"

"Nah, itu masalahnya Sof. Kamu nggak pernah bikin salah, semua kebutuhan aku, telah kamu siapkan sebelum aku memintanya. Kamu jarang meminta tolong, kamu mengganti lampu sendiri, kamu bisa pasang gas sendiri, kamu melakukan semuanya sendiri, trus aku untuk apa jadi suami kamu?!"

"Kamu terlalu mandiri, sangat mandiri. Kamu nggak pernah manja, kamu nggak romantis, kamu kaku dan terlalu dingin."

"Kamu tahu, saat rekan kerjaku saling bertukar cerita akan istrinya, aku hanya diam, aku nggak bisa ikut bercerita, karena kamu sama sekali tidak dalam kriteria istri yang mereka sering ceritakan. Aku jadi merasa sebagai suami yang tidak berguna, karena kamu terlalu mandiri."

"Tetapi ketika aku bertemu Karina, dia sangat manis, apapun masalah yang dia hadapi, dia pasti ceritakan padaku. Memasukkan pakaian ke dalam mesin cuci sekalipun, ia memintaku untuk membantunya. Aku merasa sangat berguna ketika bersamanya, tetapi ketika bersamamu aku merasa tidak memiliki apapun."

"Disaat aku harus memilih, mohon maaf, tetapi aku akan memilih Karina karena dia selalu membutuhkan aku, tetapi tidak dengan Sofie. Aku yakin dan sangat yakin, Sofie dapat hidup tanpaku di dalamnya," jelas Ardian panjang lebar dan penjelasan ini akhirnya membuka mata Sofie akan arti sebuah hubungan pernikahan.

"Kamu wanita tangguh dan mandiri, itu juga yang dulu membuatku jatuh cinta padamu. Tetapi, kamu terlalu tangguh untukku. Aku adalah pria yang kehadirannya dapat meringankan bebanmu, berjuang bersamamu, bukan menikmati kelelahanmu."

"Kamu tidak pernah santai, kamu sangat fokus dengan apa yang kamu kerjakan, sekecil apapun itu. Di satu sisi, aku menyukainya karena kamu selalu fokus membesarkan dan mendidik Raffa, tetapi di satu sisi, aku menjadi merasa tersisihkan karena seringkali kamu tidak melibatkan aku dalam membesarkannya. Kamu selalu lebih cepat untuk menanganinya sendiri."

"Bersama Karina aku merasa menjadi seorang pria yang dibutuhkan, aku merasa berguna. Aku tahu itu bukanlah menjadi alasan, tetapi maaf, aku juga mencintai Karina."

Keheningan pun menyeruak, kedua orangtua Sofie kehilangan kata-katanya, mereka tidak tahu harus berkata apa untuk membela putrinya. Hingga akhirnya Sofie yang angkat bicara, "Baiklah, aku terima semuanya. Silahkan lanjutkan masalah ini ke pengadilan. Aku tidak keberatan menjadi janda. Lanjutkan kisah cintamu bersama Karina, semoga kalian selalu berbahagia."

Mata Ardian pun membesar, keningnya berkerut seakan tak percaya dengan apa yang baru ia dengar dari mulut istrinya. Tetapi, sesaat kemudian ia kembali memberikan pembelaannya.

"Bisa Ayah dan Ibu lihat sendiri kan? Sofie sangat mandiri dan kuat, bahkan untuk urusan hatinya, dia lebih laki-laki daripada aku, suaminya."

Kedua orangtua Sofie pun menghela nafasnya, ajaran kemandirian yang mereka tanamkan sejak kecil ternyata berbuah pahit. Kemandirian yang kebablasan adalah yang terjadi pada putrinya, Sofie Anastasya.

"Yah, Bu, saya minta maaf karena tidak dapat mendampingi Sofie hingga akhir hayat, tidak dapat menjadikan istri yang baik untuk saya. Saya telah gagal menjadi suami, tapi __"

"Langsung ke intinya aja, kamu mau apa? Pernikahan ini mau diselesaikan di pengadilan atau bagaimana?" potong Sofie.

"Sof, kamu tenang dulu, jangan terburu-buru. Biarkan Ardian berpikir agar dapat mengambil keputusan yang tepat untuk keluarga kalian," ucap sang bunda menasehati.

Sofie pun membuang nafasnya dengan kasar, lalu kembali berbicara, "Panggil aku kalau sudah berhasil memutuskan, aku mau nafas dulu. Di sini bikin aku sesak nafas!"

Setelah Sofie meninggalkan ruang tamu, Ardian kembali angkat bicara untuk menjatuhkan Sofie, "Bisa Ayah dan Ibu lihat sendiri, bagaimana sikap Sofie kepada saya, sedangkan status saya masih suaminya yang sah."

"Sofie bahkan tidak menangis atau marah, dia benar-benar sangat dingin tanpa ekspresi. Ia juga tidak berusaha untuk mengambil hati saya, bahkan seolah-olah saya tidak penting baginya," tambah Ardian.

Sementara itu, Sofie yang bersembunyi di balik dinding pemisah antara ruang tamu dan ruang keluarga, berusaha menutupi semua kesedihan dan kemarahannya, tetapi sekuat-kuatnya seorang wanita yang tersakiti hatinya, ia akan menangis juga. Di sanalah Sofie terisak dalam diamnya, ia terisak sambil menutup mulutnya agar suaranya tak terdengar.

Tetapi, akhirnya Sofie berlari menuju halaman belakang dimana terdapat kolam ikan dengan hiasan air terjun, yang mengeluarkan suara gemericik.

Di sanalah, Sofie mengeluarkan semua kesedihannya, tangisnya tumpah tanpa penghalang, hingga badannya berguncang menahan semua perasaan yang berkecamuk di dalam dadanya.

Sementara itu, orang tua Sofie telah dapat membaca maksud dan tujuan Adrian, sehingga sang ayah mulai mengambil keputusan.

"Dri, kalau kamu tidak dapat tegas dengan sikapmu, artinya kamu telah menyakiti semua pihak. Sofie jelas tersakiti dengan ketidakjujuran dan ketidakpastian darimu, sedangkan istri barumu juga pasti tersakiti karena statusnya belum jelas, apakah dia akan menjadi istrimu satu-satunya atau mungkin dia akan menjadi istri kedua?"

"Yah, Ayah menawarkan poligami?" tanya Adrian yang terkejut dengan respon mertuanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status