“Ternyata sudah pagi.” Khayra bangun lebih dulu, sebenarnya dia tidak bisa tidur semalaman karena memikirkan mengenai pernikahannya dengan Kaivan. Apakah pernikahan mereka akan mendapatkah restu dari pihak keluarga Kaivan.Khayra sudah membasuh wajahnya dan lebih segar. Dia kemudian keluar dari kamarnya. Matanya menyisir seluruh ruangan dan terlihat begitu sepi.“Apa dia tidak pulang semalam?” gumamnya.Khayra memutuskan untuk ke dapur, dibukanya kulkas di sana dan dia mengambil telur, dia juga mengambil roti. Dia akan membuat sarapan roti isi.Khayra memanggang roti di alat panggang, dan terdengar suara pintu terbuka, membuatnya menoleh ke sumber suara.“Tumben bangun lebih pagi?” tanya Kaivan membuat Khayra menoleh ke sumber suara. Saat itu, Khayra cukup kaget karena Kaivan keluar dengan bertelanjang dada, dan celana tranning abu. Dengan cepat Khayra memalingkan wajahnya.“Ah!” pekiknya saat tangannya tidak sengaja memegang begitu saja roti yang baru naik dari alat pangga
“Pesan lagi minumannya, pokoknya malam ini kita harus mabuk,” kekeh Sunny. Saat ini Nita, Sunny dan Khayra pergi ke sebuah tempat karaoke untuk menghilangkan kesedihan Khayra. “Ayo Ra, cepat nyanyi. Teriak-teriak deh, yang penting luapkan seluruh emosi kamu pada pria itu,” ucap Nita. “Bener. Ayo, Ra, jangan sungkan.” “Oke, siap,” kekeh Khayra. Khayra berpikir, mungkin memang tidak perlu dia ratapi kesedihannya itu. Sekali-kali, boleh dia bersenang-senang. Khayra memilih satu judul lagu dan menyanyi di sana dengan suara fals nya. Sunny dan Nita tidak peduli dengan suara fals Khayra. Mereka ikut berdiri dan bernyanyi bersama. Berteriak bersama-sama menyanyikan judul lagi sial. “Sial ... sialnya ku bertemu, dengan cinta semu. Tertipu tutur dan caramu, seolah cintaiku. Puas kau curangi aku....!” teriak mereka. Khayra tertawa puas di sana, karena hiburan dari dua rekannya, beberapa kali meneguk minuma
‘Kenapa aku ada di sini? Dan bagaimana aku tidur seranjang dengannya? Oh God! Apa ini karena mabukku semalam?’ Khayra benar-benar dibuat gelisah sekaligus malu. Wanita itu perlahan menuruni ranjang dan hendak keluar dari kamar itu karena berpikir dia berada di kamar Kaivan. Tetapi pandangannya tertuju pada tas miliknya yang di gantung di dekat pintu kamar mandi. ‘Loh bukannya ini kamar yang aku tempati? Apa? Jadi kami tidur bersama di kamarku?’ batin Khayra menoleh ke arah ranjang, di mana Kaivan berada dan masih terlelap. ‘Sebenarnya kenapa? Kenapa kami bisa tidur seranjang? Apa yang terjadi semalam, dan siapa yang mengusulkan tidur bersama? Apa mungkin aku?” tanya Khayra menutup mulutnya sendiri. Khayra melihat Kaivan bergerak dan matanya mengerjap beberapa kali. Dengan cepat, gadis itu masuk ke kamar mandi dan bersembunyi di sana. Dia tidak mau bertemu dengan Kaivan untuk saat ini. Khayra bergegas menyalakan air di bath up dan menunggu Kaivan keluar dari dalam kamar ini. Gadis
“Medina?” “Hei, lama tidak bertemu. Apa kabar?” sapa Medina menyapa Kaivan. “Kabarku baik. Bagaimana denganmu?” tanya Kaivan. “Kabarku juga baik. Tidak sangka akan bertemu kamu di sini. Apa yang kamu lakukan di sini? Sedang antar siapa?” goda Medina membuat Kaivan tersenyum seraya mengusap tengkuknya. Di sisi lain, tirai dibuka dan Khayra tidak melihat keberadaan Kaivan lagi di sofa. Tetapi dia melihat Kaivan yang sedang berbincang dengan perempuan dan posisinya beberapa meter dari Khayra. Saking serunya berbincang, Kaivan tidak sadar kalau Khayra sudah keluar dengan mengenakan gaun pilihan pria itu. “Ambil yang ini saja, bantu saya berganti pakaian kembali,” ucap Khayra pada pelayan toko. Dan mereka pun menuruti Khayra untuk kembali berganti pakaian. Beberapa menit kemudian, Khayra keluar dari ruangan ganti dan dia pun memilih duduk di sofa dengan menikmati minuman yang tersaji. Kaivan tampaknya masih asyik berbinc
“Um, kamu bilang kalau Kakek setuju dengan pernikahan kita. Apa aku boleh tahu alasannya? Mengingat awalnya keluarga kamu menolakku,” tanya Khayra. Saat ini, Kaivan dan Khayra sedang berada di jalan menuju kota Bandung, menuju ke rumah Sarah. “Kenapa kamu menanyakan hal itu?” tanya Kaivan. “Tidak apa-apa. Aku hanya tanya saja,” ucap Khayra. “Aku juga penasaran, kenapa Kakek berubah pikiran dengan begitu cepat.” Kaivan tersenyum kecil. “Kamu cukup menikmati saja menjadi Nyonya Kaivan Dirgantara, sisanya tidak perlu dipikirkan,” ucap Kaivan begitu misterius. “Baiklah,” jawab Khayra yang malas berdebat panjang lebar dengan pria itu. “Kalau mengantuk tidur saja, nanti akan aku bangunkan kalau sudah sampai,” ucap Kaivan. “Memangnya kamu tahu alamat rumah tante Sarah?” tanya Khayra. “Tidak, tapi ini kan masih di tol dan belum sampai kota Bandung, jadi tidur saja, nanti aku bangunkan kalau sudah sampai
“Jadi kalian benar-benar akan menikah?” tanya Iwan yang merupakan suami Sarah. Sarah dan Iwan memang sudah menganggap Khayra seperti putrinya sendiri, ditambah mereka memang belum dikaruniai seorang anak. Saat ini, Kaivan sedang di introgasi oleh Iwan yang berperan sebagai Ayah pengganti untuk Khayra. “Benar, Om. Saya akan menikahi Khayra,” jawab Kaivan tanpa merasa gentar. Iwan diam cukup lama. “Bagaimana denganmu, Khayra. Tidak ada paksaan dalam hal ini, bukan?” tanya Iwan. “Ya, Om. Saya sudah yakin untuk menikah dengan mas Kaivan,” jawab Khayra. “Baiklah. Kalau kalian berdua sudah berkata demikian, maka Om dan Tante hanya bisa mendukung dan mendoakan kalian,” ucap Iwan melihat ke arah Sarah yang menampilkan senyuman kecil. Sarah terus saja memandang Khayra dengan tatapan khawatir. Sebenarnya Iwan dan Sarah tidak setuju dengan pernikahan putri angkat mereka. Mereka sangat mengkhawatirkan Khayra, apalagi kembali be
“Aku Genny, ibunya Kaivan!” kata wanita dari seberang sana. “Ini benar dengan Khayra?” Pertanyaan itu membuat Khayra diam beberapa saat. “Benar, aku adalah Khayra, Tante.” “Baguslah. Aku tidak akan berbasa-basi lagi. Luangkan waktumu besok, karena aku ingin bicara denganmu. Temui aku di restoran Harmoni waktu makan siang.” Setelah mengatakannya, Genny langsung menutup panggilannya tanpa mengatakan apa pun lagi. Khayra hanya bisa menghela napasnya. Ternyata ujiannya selalu saja ada. Saat ini, Khayra berada di dalam kamarnya yang ada di rumah Kaivan. Dia dan Kaivan sudah kembali ke Jakarta sore tadi. “Kira-kira apa yang akan dibicarakan Tante Genny padaku?” gumam Khayra. “Sepertinya aku harus mencari cara untuk bisa mengambil hatinya.” Ketukan di pintu menyadarkan lamunan Khayra. Dia beranjak dari duduknya dan membuka pintu/ “Mas Kaivan?” seru Khayra. “Ayo kita makan malam. Bagaimana kalau di halam
“Kamu darimana?” tanya Kaivan saat Khayra kembali ke kantor. “Aku baru saja keluar makan siang,” jawab Khayra. “Sendiri? Tumben sekali,” ucap Kaivan. “Kita sedang ada di kantor. Bisa kita bahas nanti saja di rumah?” tanya Khayra. “Kenapa memangnya? Apa kamu sangat tidak mau kalau semua orang kantor mengetahui hubungan kita?” tanya Kaivan dengan tenang. Khayra hanya diam dan tidak berkata apa-apa. “Aku ingin semua orang tahu hubungan kita,” ucap Kaivan dengan tegas. Khayra teringat perkataan Genny kalau Kaivan akan kembali ke perusahaan keluarganya. Yang berarti, pria itu akan keluar dari perusahaan ini. “Bisakah kita bicarakan hal ini di rumah,” ucap Khayra sekali lagi dan itu membuat Kaivan tidak bisa memaksanya lagi. “Baiklah. Kalau begitu, kembalilah bekerja,” perintahnya. Khayra menundukkan sedikit kepalanya dan beranjak pergi menuju mejanya. Syukurlah semuanya belum kembali dari ma