Share

Bertemu Ferdi

Tidak sampai sepuluh menit, kami sudah sampai di depan sebuah rumah bercat abu-abu dan putih yang tampak minimalis. Tapi, rumah ini sudah dilengkapi dengan teknologi canggih. Mungkin, karena pemiliknya seorang yang hebat dalam bidangnya juga. Dari luar pagar, kulihat Nia berbicara pada layar kecil di sudut pagar. Tak lama kemudian, pintu pagar terbuka. Nia kembali masuk ke mobil dan menyetir masuk ke pekarangan.

Tepat saat mobil Nia berhenti di depan pintu rumah minimalis itu, pintu rumah terbuka. Terlihat sosok tampan dengan celana pendek di bawah lutut, dan kaos oblong hitam berdiri di ambang pintu. Aku dan Nia segera turun dan menghampirinya.

"Hai, Fer. Kita nggak ganggu, kan?"sapa Nia sambil menepuk pangkal lengan pria itu dengan santai.

"Nggak lah, aku lagi free job sih beberapa hari ini. Kenapa? Mau ngasih aku kerjaan? Lumayan nih, buat nambah-nambah kesibukan," jawabnya seraya tertawa pada Nia.

"Alah, kamu ga kerja berbulan-bulan pun paling cuma mengurangi dari nol koma sekian dari kekayaanmu itu," sindir Nia dengan candaan.

"Haha... Bisa aja, nih!" 

"Oh ya, aku sampai lupa, masih ingat nggak sama idola kamu waktu SMA ini?" tanya Nia dengan menaik-naikkan alisnya pada Ferdi.

"Hmmm... Winda?" tebaknya setelah sesaat ragu. Mungkin aku terlihat berbeda, dulu SMA masih natural. Sejak menikah aku sudah mulai mengenal beberapa macam produk kecantikan dan rutin merawat diri di salon kecantikan. Aku ingin selalu membuat Mas Heru juga bangga memilikiku sebagai istrinya. Dan tak malu jika membawaku di berbagai macam pertemuan kerja atau bertemu teman-teman mainnya.

"Hai, Kak Ferdi," sapaku mengulurukan tangan padanya. Dia pun menyambut dengan senyuman yang merekah dari sudut bibirnya.

"Wah, tambah cantik aja nih sekarang. Nggak terasa ya, udah lama banget nggak ketemu," pujinya padaku.

"Eehh... Eeehh... Kok pada ngobrol di sini? Kami nggak di ajak masuk, nih? Lama-lama kaki aku pegel juga, nih berdiri," protes Nia.

"Astaga... Iya-iya... Sorry, aku lupa. Ayo, silahkan masuk!" ajaknya pada kami.

Kami masuk ke dalam rumah dengan interior yang bisa dibilang cukup wow untuk rumah yang terlihat biasa aja dari luar. Aku merasa takjub memandangi sekeliling ruangan itu. 

Setelah dipersilahkan duduk, kami ditinggal sebentar oleh Ferdi. Lalu ia datang kembali dengan membawa tiga kaleng minuman dingin.

"Sorry ya, aku cuma punya ini di rumah," ucapnya saat memberikan minuman itu padaku dan Nia.

"Its oke. Namanya juga perjaka tua!" ledek Nia diiringi gelak tawanya.

"Jadi, Kak Ferdi belum menikah?" tanyaku penasaran.

"Belum. Kan, aku nungguin kamu!" jawabnya sambil menatapku dengan serius.

Deg...

Ada apa ini? Memang dia jauh berbeda dengan dirinya yang dulu, tapi bukan berarti aku lantas menyukai gombalannya kali ini, kan? Bagaimana pun aku masih bersuami. Dan aku ke sini semata-mata hanya karena ingin meminta bantuan darinya.

"Aku bercanda..." lanjutnya santai dan meneguk minuman kaleng di tangannya.

"I-iya, Kak. Santai saja!" jawabku.

"Nggak usah panggil Kak lagi sama aku, kita bukan lagi senior dan junior," bantahnya.

"Oh, oke kalau gitu. Jadi, udah bisa kita mulai belum nih tentang maksud dan tujuan kami datang ke sini?" tanyaku pada Ferdi.

"Nah iya, aku hampir lupa. Gini, Fer, Winda mau memberi pelacak pada handphone suaminya. Karena menurut Winda, suaminya itu mencurigakan akhir-akhir ini. Seperti ada wanita lain!" ucap Nia pada Ferdi.

"Wanita lain?" tanya Ferdi heran.

" Itu baru dugaanku saja, aku belum punya bukti apa-apa. Makanya aku minta tolong Nia carikan seorang yang ahli, ternyata itu kamu," jawabku dan kembali meminum seteguk air dalam kaleng itu.

"Apa ada orang terdekat yang mungkin kamu curigai?" tanya Ferdi penasaran.

"Ada..."

"Siapa? Kok kamu nggak bilang apa-apa sama aku dari tadi?" sela Nia tak kalah penasarannya.

"Bukannya tadi aku udah bilang sama kamu? Kok belum tua udah pelupa sih?" ledekku pada Nia.

"Oh ya, siapa? Kenapa aku bisa lupa?"

"Mamiku..."

"Aku curiga Mami sudah menggoda Mas Heru, karena jika Mas Heru yang menggoda Mami, itu nggak mungkin banget!"

"Maksudmu, Ibu kandungmu? Hah, konyol sekali ada seorang Ibu yang menggoda suami anaknya sendiri?" tanya Ferdi tak percaya.

Tentu saja, hal ini sulit bisa diterima oleh akal sehat. Logikanya saja, mana mungkin seorang Ibu yang akan menggoda dan merebut suami anak kandungnya sendiri? Aku rasa, jika pun ada itu hanya satu banding seratus. Dan Mami termasuk yang satu itu. Karena memang dari caranya memandang Mas Heru saja selalu berbeda. Makanya aku tidak pernah mau jika Mami mengajakku keluar dan berbelanja. 

Karena, pernah satu kali aku mengiyakan ajakan Mami, berujung dengan berlama-lamanya Mami di rumah kami. Hingga akhirnya menginap dengan alasan terlalu lelah jika harus kembali ke apartemen. Sepanjang malam Mami selalu mengganggu tidurku dan Mas Heru dengan alasan-alasan konyol, kecoa lah, tikus lah, temenin ke dapur lah. Aku yang memang malas berurusan dengan Mami, enggan menanggapi. Tapi Mas Heru yang baik hati, mana tega dia membiarkan hal itu terjadi di depan matanya.

Aku menarik napas panjang, lalu.menghembuskannya kasar, dan mulai menceritakan bagaimana hubunganku dengan Mami pada Ferdi. Aku ingin dia mengerti alasan aku menaruh curiga yang dalam pada Ibuku sendiri. Setelah selesai menceritakan secara garis besar kisahku dan Mami, aku menunggu respon apa yang kira-kira akan diberikan oleh Ferdi.

"Pantas saja kamu sangat mencurigainya. Jika itu aku, pasti aku juga berpikiran yang sama denganmu," ucapnya mengejutkanku.

"Jadi, apa ada alat yang aku sebutkan tadi, Fer?" tanya Nia pada Ferdi.

"Tentu. Tunggu sebentar, aku akan mengambilnya ke dalam," ucap Ferdi sambil berlalu meninggalkan aku dan Nia.

"Beb, apa dia bisa dipercaya? Bisa diandalkan?" tanyaku penasaran pada Nia.

"Kamu tenang aja. Dia biasa bekerja sama denganku di berbagai macam kasus. Dia itu jago, cuma gayanya aja tuh yang selengekan. Mungkin, karena masih sendiri." jawab Nia sambil memperhatikan ponselnya.

Aku pun memilih untuk diam, dan memeriksa gawai yang dari tadi kusimpan. Biasanya aku selalu memeriksan sosial mediaku setiap ada kesempatan. Karena jujur saja, aku adalah tipe wanita yang tak bisa jauh-jauh dari ponsel dengan teknologi canggih ini.

Aku fokus menggulir layar ponselku, sampai jariku terhenti pada postingan suamiku di akun i*******m-nya. Dia baru saja mengunggah sebuah gambar, beberapa dokumen di atas meja dan dua gelas minuman, dengan caption "Rapat Penting," di bawahnya. Aku merasa tidak asing dengan meja dan background foto itu. Entah mengapa instingku langsung mencari akun i*******m Mami. Aku mulai memperhatikan satu persatu foto yang pernah Mami unggah. Dan, ketemu. Satu gambar memperlihatkan dengan jelas, meja dan background yang sama dengan gambar di i*******m Mas Heru barusan.

'Ya Tuhan. Kuatkan aku jika semua ketakutanku ini menjadi kenyataan,' desahku lemas.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status