Pov Heru
Lima bulan sudah aku mendekam dalam jeruji besi ini. Tak seorang pun yang pernah datang barang sekali saja untuk menjengukku. Vonis hukumanku sudah jatuh dan aku harus menjalani masa-masa penderitaan ini selama 8 tahun.
Jangankan Winda, Ranisa yang kuanggap sangat mencintaiku dan akan mendukungku dalam keadaan seperti ini pun tak menampakkan batang hidungnya. Mungkin ini karma bagiku, karena sudah menyakiti dan hampir saja membunuh Winda.
Aku terlalu kalap mata saat itu. Aku hanya tergoda oleh rayuan dan kata manis Ranisa. Terlebih lagi karena Ranisa sedang mengandung. Anak yang selama bertahun-tahun sudah sangat kunantikan dari pernikahanku bersama Winda.
"Winda... Maafkan aku, aku menyesal. Aku menyadari, tidak ada wanita yang mencintaiku setulus dirimu di dunia ini," lirihku sambil meringkuk di lantai kamar penjara yang dingin.
Dalam ruangan sempit ini, diisi oleh 30 orang tahanan dengan kasus yang berbeda-beda. Di d
Pov Heru Subuh ini sudah terdengar ramai sekali suara dari para narapidana yang keluar masuk sel tahanan. Biasanya yang bangun subuh ini adalah orang-orang yang memang akan melakukan shalat subuh. Atau napi yang tidak tidur semalaman, lalu ikut bergabung dengan yang akan menjalankan shalat di mushalla lapas. Hanya saat jam-jam shalat seperti itu, para napi akan diberikan izin khusus keluar masuk kamarnya. Dan biasanya, Pak Agus adalah orang yang paling rajin bangun shubuh di kamar ini. Ia akan membangunkan kami semua untuk ikut shalat berjamaah di mushalla. Meski hanya ada beberapa yang akan bangun. Tak jarang Pak Agus mendapat kata kasar dari napi yang merasa tidurnya terganggu karena dibangunkan. Tapi, tak sekali pun Pak Agus marah. Dan akan membangunkannya lagi keesokan shubuh. Hingga mereka hanya diam atau menjawab dengan deheman saja. Berbeda dengan shubuh ini, saat semuanya sudah pergi dan keadaan sel sudah ag
Pov Winda Sudah seminggu semenjak malam aku dan Hanan pergi makan malam berdua. Rasanya seperti baru kemarin. Aku terus membayangkannya dan tersenyum sendiri jika mengingat hal lucu yang dilakukan dan dikatakan Hanan selama dinner kami saat itu. Aku seperti ABG yang baru pertama kali jatuh cinta. Tapi, apakah benar aku sudah jatuh cinta pada pria berkacamat itu? Aku sendiri masih bingung dengan perasaanku sendiri. Aku ingin menolak mengakui kalau aku mulai mencintainya. Tapi, hati dan pikiranku tak bisa lepas dari bayang-bayang dirinya. Hanan. Apakah dia bisa menjaga hatinya hanya untukku, andai saja aku menerima cintanya kelak? Sedangkan, usianya masih jauh lebih muda dari usiaku. Mas Heru saja bisa tergoda pada wanita yang lebih muda dariku, apalagi Hanan. Pria itu pasti masih labil di usianya. Mudah jatuh cinta. Mudah pula berpaling jika ada yang lebih cantik dan menarik menurutnya. Aku sudah mulai rutin berbalas pesan setiap harinya
Pov Nia Sudah lama aku tidak pergi keluar bersama dengan Winda dan Ferdi. Terakhir kali aku bergabung bersama mereka itu adalah bulan lalu. Meski mereka masih saja sering mengajakku untuk sekedar makan bersama di restoran atau cafe langganan kami. Sebenarnya, aku hanya menghindari bertemu dengan Ferdi akhir-akhir ini. Karena aku menyadari, ada yang salah dengan perasaanku setiap kali aku bertemu dengannya. Belum lagi jika Ferdi masih dengan santainya merangkul dan memegang tanganku. Rasanya seperti ada aliran listrik yang menjalar di sekujur tubuhku oleh sentuhannya itu. Setiap kali ia menggoda Winda dengan kata-kata rayuan pulau kelapanya itu, hatiku jadi merasa tak nyaman. Apakah aku cemburu jika dia mendekatu Winda? Tapi, bukan kah sejak dulu aku tau kalau memang Winda adalah satu-satunya wanita yang ada di dalam hati Ferdi. Siang ini, aku sedang di kejaksaan. Mendampingi seorang nenek tua yang dituntut anaknya karena
Pov Author Tidak ada yang tau bagaimana perasaan mereka masing-masing. Baik, Winda mau pun Nia. Kedua sahabat itu sedang dilanda kegalauan dalam hatinya. Winda masih ragu mengartikan perasaannya pada Hanan. Begitu pula dengan Nia yang tiba-tiba saja memiliki perasaan aneh di dalam hatinya untuk Ferdi. Saat Ferdi memeluk Nia, gadis itu merasakan kehangatan dan kenyamanan yang selama ini ia cari. Meski ia sudah memiliki Winda sebagai sahabat terbaiknya, tempat berkeluh kesah membagi suka dan duka, tapi tetap saja ada yang kurang. Dan pelukan Ferdi itu seakan menutupi kekurangan yang selama ini ia rasakan. Nia merasakan hatinya tersentuh oleh pelukan Ferdi. "Gimana? Udah mulai nyaman rasanya?" tanya Ferdi pada Nia. Nia yang tersadar oleh pertanyaan Ferdi, bergegas melepas pelukan itu dan menjadi salah tingkah. Ferdi yang melihat sikap lucu Nia malah tertawa dan mengusap lembut puncak kepala Nia. "Tumben, salah tingkah gitu di de
"Sa, aku keluar makan siang dulu, ya. Nanti kalau ada yang penting banget, baru telpon aku. Oke?" ucapku pada Salsa. "Oke. Tenang aja, aku bisa kok handle di sini selama kamu kencan." jawab Salsa dengan senyum yang sengaja meledekku. "Bisa aja kamu, Sa. Tapi, makasih lho. Kamu pengertian banget." balasku sambil bersiap menjemput Winda di butik. "Iya dong, Nan. Aku tu kenal kamu bukan baru kemarin sore. Aku tau lah gimana kamu. Selama ini, yang ada dalam pikiran kamu kan cuma belajar dan bekerja. Baru kali ini aku liat kamu bersemangat untuk keluar, padahal cuma pergi makan siang. Jadi, aku yakin ini bukan makan siang biasa," tebak Salsa tidak salah lagi. "Yap, kamu benar. Aku lagi deketin perempuan yang udah lama banget aku suka. Dia dulu pasien aku, Sa." "Jadi, ceritanya pasienku idolaku nih?" "Ya, namanya juga usaha. Soalnya dia pernah gagal berumah tangga. Dan parahnya lagi, mantan suaminya hampir aja ngebunuh dia. Itu m
Pov Hanan Winda menatapku dengan lekat seolah sedang mencari sesuatu di dalam sana. Mungkin sebuah kejujuran atau ketulusan dari ucapanku tadi. Dan akhirnya Winda mengangguk dengan sangat yakin dan mengukir senyum di bibirnya yang mungil. Tak dapat aku ungkapkan bagaimana rasa bahagianya diriku saat ini. Saat melihat Winda mengangguk dengan sangat yakin dan tulus. Kugenggam tangannya erat. "Terima kasih, Win. Aku berjanji akan membayar semua kesedihan yang pernah kamu rasakan di masa lalu. Alu akan berusaha untuk selalu membahagiakan dirimu dengan caraku sendiri," jelasku pada Winda. "Lakukan saja semua seperti seharusnya. Aku akan menunggu dan melihat apakah ucapanmu itu bisa aku percaya atau tidak," jawab Winda dengan bijaksana. "Baik. Aku akan membuktikannya padamu, saat kamu sudah resmi menjadi istriku." "Kugantungkan segala impian dan kebahagiaan terakhirku pada hatimu. Tolong jangan perna
Pov Hanan Winda masuk ke mobil dengan wajah cemberut. Ia bahkan meletakkan kotak kue di dashbord dengan kasar. Wanita memang sangat sulit dimengerti. Salahku juga yang tiba-tiba memutuskan panggilan seperti orang tertangkap basah sedang berselingkuh. "Udah beli semuanya?" aku bertanya dengan nada selembut mungkin dan memberikan senyuman terbaikku. "Udah." jawabnya singkat, padat, jelas dan ketus tentunya. Aku mulai menjalankan mobil kembali ke butik. Sepanjang jalan, Winda hanya diam sambil menggeser-geser layar ponselnya. Ada apa dengan Winda sebenarnya? Apa dia marah saat aku tadi menerima panggilan telpon dari Salsa? Tapi kan, dia tidak tau siapa yang aku telpon. Aku berusaha mencari cara agar Winda tidak lagi marah padaku. Aku bingung harus bertanya apa atau membahas tentang masalah apa lagi agar suasana beku ini bisa kembali mencair. Namun, karena aku tidak menemukan cara lain, tidak ada salahnya jika aku ber
Pov Winda "Maafkan aku ya, Nan. Mungkin aku bukan lah wanita yang baik untukmu. Aku belum bisa menjadi wanita yang sesuai dengan keinginanmu. Aku penuh kekurangan." Aku berkata dengan suara pelan dan wajah yang sayu mendayu. Kulihat Hanan masih menatapku dengan lembut. Selalu seperti itu sejak tadi. Sejak aku mengeluarkan ratusan kata ocehan yang tak berguna. Aku sungguh menyesal memperlihatkan sisi burukku pada Hanan di hari pertama hubungan kami menjadi resmi seperti ini. Apakah nantinya dia akan berubah feeling padaku. Karena Winda yang selama ini dia kenal tidak pernah menunjukkan sisi cerewet dan kecemburuan hakiki seperti ini. Aku akui, memang aku tipe wanita pencemburu. Terlebih setelah kejadian di masa lalu yang memnuatku masih sedikit trauma dalam menjalani hubungan. Belum lagi, Hanan memang seorang pria muda dengan postur tubuh yang pastinya menjadi incaran para gadis-gadis. Jujur, Mas Heru yang begitu sem