Share

2. SEORANG KAKEK DATANG KE RUMAH

Dengan tubuh gemetar, Danny menghampiri jasad kedua orangtuanya yang saat itu terpisah. Ia lebih dulu menghampiri jasad sang ayah yang sudah terluka parah.

“Ayah, bangun, yah. Bangun!” pekik Danny dengan suara serak, rasanya ia ingin menangis.

Beberapa kali ia memanggil nama samg ayah, namun tidak ada jawaban dari lelaki yang sudah membesarkannya.

“Ayah!” jerit Danny dengan air mata yang kini mengalir deras membasahi wajahnya.

Dipeluknya sang ayah dengan sangat erat, tidak peduli darah yang berada di tubuh sang ayah berpindah kepadanya. Sekuat tenaga ia berusaha untuk membangunkan sang ayah, namun usahanya sia-sia. Lelaki berumur 60 tahun sudah terbujur kaku dengan darah dan luka yang memilukan.

“Yah, tolong bangun, katakan siapa yang sudah melakukan hal ini, Yah.” Danny masih terus berusaha, suaranya sangat serak saat itu. Ia tidak menyangka kejadian mengerikan ini terjadi kepada keluarganya.

Seberapa banyak ia bertanya kepada sang ayah, lelaki paruh baya tersebut tidak akan mampu menjawabnya.

Tidak, bagaimana hal kejam ini terjadi? Kedua orangtuanya adalah orang yang sangat baik, selama ini hubungannya dengan masyarakat pun tidak ada masalah, lalu kenapa hal ini terjadi? Siapa yang tega melakukan hal sekeji ini?

Kedua bola mata Danny berpindah kearah sang ibu yang juga sudah terbaring lemah penuh luka dan darah di atas lantai. Ia meletakkan kembali tubuh sang ayah dari pangkuannya dengan pelan, lalu ia berhambur menghampiri sang ibu yang kondisinya tidak kalah memilukan.

“Ibu!” Danny kembali menjerit histeris.

Keadaan Nona Rihana jauh lebih memilukan. Bajunya terkoyak, jelas wanita paruh baya itu mendapatkan kekerasan seksual.

“Tidakkkk!” Danny berteriak histeris melihat keadaan kedua orangtua yang ia sayangi seperti itu.

Dipeluknya jasad kedua orangtuanya dengan tangisan pilu. Tangan Danny yang semula bersih kini berlumuran dengan darah kedua orangtuanya. Ia masih bertanya-tanya siapa yang tega melakukan hal keji seperti ini kepada mereka.

Demi Tuhan, Danny tidak akan memaafkan pelaku penganiayaan ini!

Keesokan harinya ….

Kedua orangtua Danny dimakamkan di pemakaman umum. Banyak tetangga yang terkejut dengan kematian dua manusia yang selama ini mereka kenal sangat baik.

Dugaan sementara dari kasus yang dialami oleh keluarga Danny adalah perampokan, akan tetapi Danny tidak memercayai dugaan tersebut, sebab tidak ada barang-barang berharga yang hilang. Lagian siapa yang mau merampok rumahnya? Rumahnya jelek dan tidak ada barang berharga yang bisa dirampok. Kehidupan Danny dan keluarganya selama ini cukup sederhana. Meski begitu, Danny selalu menikmati momen kebersamaan bersama kedua orangtuanya, mereka adalah orangtua yang sangat baik, penyayang dan penuh cinta, ia merasa nyaman berada di tengah-tengah mereka. Sehingga kematian mereka saat ini menjadikan Danny menyimpan seribu pertanyaan dan seribu dendam. Siapapun pelakunya, ia harus membalasnya dengan balasan yang setimpal!

Satu persatu pelayat yang ikut mengantarkan kedua orangtua Danny ke tempat peristirahatan yang terakhir pergi. Tinggal Danny seorang yang berada di sana. Iya, ia tidak memiliki saudara, ia anak tunggal dari Tuan Fandy dan Nona Rihana. Danny juga tidak memiliki kerabat dekat.

“Ayah, Ibu, siapa yang melakukan ini kepada kalian?” rintih Danny seraya mengusap nisan kedua orangtuanya.

Selama ini, ia tidak pernah menangis, namun saat ini tangisannya tidak terbendung. Semalaman ia tidak tidur, meratapi kematian kedua orangtuanya. Ia tidak pernah menduga hal sekejam ini terjadi kepada kedua orangtuanya. Ia tidak pernah membayangkan akan kehilangan kedua orangtuanya dengan cara yang tragis seperti ini.

“Katakan kepada Danny, Yah, Bu. Siapa yang sudah melakukan ini sama kalian? Danny ingin membalasnya! Danny ingin membunuhnya!” ucap Danny kejam.

Anak mana yang tidak ingin balas dendam bila melihat kedua orangtuanya terbujur kaku dengan cara yang sangat tragis? Danny yakin, semua anak akan berpikir yang sama seperti dirinya. Danny bersumpah, akan mencari tahu penyebab kedua orangtuanya meninggal dan memberikan balasan yang setimpal atas apa yang sudah dilakukan kepada kedua orangtuanya.

Danny menggenggam tanah kuburan kedua orangtuanya dengan kedua tangan, ia memandang kepalan tangannya dengan sorot mata yang begitu tajam.

“Aku tidak akan membiarkan orang yang menyakiti kalian hidup tenang, Yah, Bu.” Danny berucap dingin.

Beberapa detik kemudian, genggaman tangannya melonggar, ia tertunduk lesu, kedua bahunya bergetar, tangisnya kembali pecah saat itu juga, dipeluknya dua pusara kedua orangtuanya. Danny seperti anak kecil yang sangat kehilangan kedua orangtuanya.

Lelaki berusia 30 tahun itu terus berada di sana sampai sore hari menjelang malam. Saat matahari mulai redup, Danny baru bangkit dari sana.

Sebelum pergi, ia memandangi kedua pusara kedua orangtuanya dengan perasaan pilu, hancur sudah kebahagiaannya. Kepergian mereka berdua meninggalkan luka yang teramat dalam baginya.

Danny pulang dengan perasaan hampa, tidak ada senyum yang menghiasi wajahnya seperti biasa. Para tetangga sangat memaklumi perasaan Danny, sehingga mereka hanya bisa menatap iba lelaki itu saat melewati rumah.

Lelaki tampan nan gagah itu membuka pintu rumahnya yang sejak pagi tadi tertutup rapat, ia berdiri di ambang pintu seraya menatap seluruh ruangan di rumahnya dengan perasaan hampa dan pilu. Saat ini, keadaan rumahnya sudah rapi seperti biasanya, namun terasa kosong. Tidak ada lagi tawa dan sambutan hangat dari kedua orangtuanya.

“Permisi, Tuan!” salam seseorang membuyarkan lamunan Danny.

Dengan wajah sembab, ia berbalik dan menatap seseorang yang barusan memberi salam kepadanya. Ia nampak bingung melihat beberapa laki-laki berjas hitam tiba-tiba berbaris rapi dihalaman rumahnya yang tidak luas.

“Siapa kalian?” tanya Danny keheranan.

Sejenak, mereka saling pandang sebelum menjawab pertanyaan Danny. Tiba-tiba saja barisan mereka terbelah menjadi dua, menampilkan seorang kakek berkulit putih dan memakai kacamata turun dari mobil mewah.

Danny semakin keheranan melihatnya, ia sama sekali tidak kenal mereka. Apa mereka mau melayat? Jika iya, mereka sungguh terlambat. Pikir Danny.

“Apa benar ini rumah Fandy Laksana?” tanya kakek tersebut, yang entah sejak kapan sudah berada di depan Danny.

“Hem.” Danny berdehem seraya mengangguk.

“Suruh dia keluar, saya ingin bertemu dengannya,” suruh kakek tersebut.

“Siapa Anda?” tanya Danny.

Bukannya menjawab, kakek tersebut justru menatapnya dari atas sampai bawah dengan tatapan penuh makna, sayangnya Danny tidak mampu menerka arti tatapan tersebut.

“Kamu sendiri siapa? Anak Fandy?” tebak kakek tersebut.

Danny menghela nafas sejenak, jika di depannya bukan orangtua, mungkin ia sudah beralu masuk dan tidak mau meladeni pertanyaan bodoh tersebut, apalagi keadaannya sedang berduka seperti sekarang.

“Jawab pertanyaanku anak muda.” Sang kakek memaksa.

“Iya, saya anaknya. Ada apa Anda ingin bertemu dengan ayahku? Apa beliau mempunyai hutang kepada Anda?” tanya Danny, meski ia tahu kalau sang ayah tidak mungkin mempunyai hutang.

“Bukan ayahmu yang mempunyai hutang, tapi saya yang mempunyai hutang kepadanya.”

“Apa maksud Anda?”

****

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status