Dengan wajah penuh kekhawatiran, Rayhan membimbing Mamah Eva perlahan-lahan memasuki ruang gawat darurat rumah sakit. Meskipun terlihat lemah, Mamah Eva menyimpan senyum kemenangan di balik raut wajahnya yang menyiratkan kepura-puraan."Jangan khawatir, Ray. Aku hanya tergelincir sedikit tadi," ujar Mamah Eva dengan nada lembut, berusaha menenangkan Rayhan.Dalam hati, Mamah Eva merasa lega. Rencana buruknya telah berhasil. Dengan pura-pura terjatuh dan tak bisa berdiri, ia telah berhasil menarik perhatian Rayhan sepenuhnya, mengalihkannya dari mengejar istrinya yang meninggalkan rumah.Rayhan, yang masih diselimuti rasa khawatir, segera mendaftarkan Mamah Eva untuk mendapatkan perawatan medis. Sementara itu, Mamah Eva terus meyakinkan dirinya bahwa semua akan berjalan sesuai rencana.Ketika dokter memeriksa Mamah Eva, tidak ditemukan adanya luka serius. Namun, Mamah Eva bersikeras bahwa ia tidak bisa berdiri. Rayhan, yang begitu menyayangi Mamah Eva, tidak curiga sedikitpun dan seger
"Rayhan, apa kamu tidak ada rencana untuk mencari istri mu?" tanya Papah Andi, ketika berada di kantor. "Kemungkinan Claudia pulang ke kampung, Pah. Rayhan tidak akan mengajaknya kembali, sudah dia kali Claudia dengan sengaja meninggalkan rumah," jelas Rayhan, walaupun sebenarnya dalam hati khawatir. "Sebagai seorang laki-laki yang bertanggung jawab, kamu harus bisa membawa istri mu kembali ke rumah," kata Papah Andi, tersenyum tipis. Rayhan ragu dengan keputusannya sendiri, dalam hati kecilnya sangat berharap kehadiran Claudia. Namun, ia memikirkan ancaman Mamah Eva jika membawa Claudia pulang ke rumah. "Rayhan, sebentar lagi Aruna juga menikah dengan Sean. Lebih baik bawa istri mu pulang secepatnya," kata Papah Andi lagi. "Iya, Pah," sahut Rayhan. Pulang dari kerja Rayhan menuju ke kampung Claudia, ia berniat untuk memperbaiki hubungannya dengan sang istri. Namun, ketika sampai di depan rumah Ayah Claudia langsung mengusirnya. Beliau sakit hati dengan sikap keluarga Rayhan, ya
Sean dan Aruna akhirnya memilih pulang ke kota, mereka merasa kecewa dengan keputusan orang tua Claudia. Namun, mereka mencoba memahami perasaannya. Di sepanjang perjalanan Sean hanya diam, ia fokus menjalankan mobilnya. "Runa, kita makan malam dulu," ujarnya menghentikan mobilnya di depan restoran. Aruna menganggukkan kepalanya, ia turun dari mobil dan mengikuti Sean masuk ke dalam restoran. Mereka memilih tempat duduk paling ujung, agar terasa nyaman. "Pilih yang kamu suka," kata Sean sambil memberikan daftar menu makanan. "Samain aja, Sean. Apapun yang kamu makan, pasti aku makan," ujar Aruna tersenyum lembut. "Baiklah kalau gitu! Aku ingin makan steak," ucap Sean. "Minumnya aku air putih saja," kata Aruna. Sean memesan steak dan teh hangat untuk dirinya dan Aruna, ia tidak memesankan air putih seperti permintaan gadis itu. Setelah menunggu beberapa menit, makanan pesanan mereka diantar oleh seorang pelayan yang sangat ramah. "Mbak, air putih saya mana?"
Malam ini adalah malam yang terindah untuk pasangan pengantin baru, Claudia dan Rayhan sudah resmi menjadi pasangan suami istri. Mereka mengadakan pesta pernikahan di sebuah hotel berbintang, bahkan pesta mereka terbilang sangat mewah. Kamar pengantin sudah disiapkan dengan nuansa yang begitu romantis, banyak bunga bertaburan di atas ranjang itu. "Claudia, sebenarnya saya tidak setuju anak saya menikah dengan kamu. Sudah miskin, memalukan lagi," ujar Eva sang mertua menatap Claudia sinis. Deg ... deg ... Sebelum pernikahan ini terjadi, Eva mengatakan sudah merestui putranya menikah dengannya. Namun, ia tidak menyangka sikap mertuanya berubah begitu saja. Eva memberikan sebutir obat untuk mencegah kehamilannya, ia memperbolehkan Claudia melayani putranya selayaknya seorang istri tapi tidak memperbolehkan untuk hamil. "Ingat Claudia, jangan sampai rahim kamu mengandung benih cucuku! Aku tidak sudi mempunyai keturunan miskin," kata Eva dengan keras. "Baik, Mah," ucap Claudia menun
Ucapan Mamah mertua selalu terngiang di telinga Claudia, ia berpikir setelah menikah akan hidup dengan bahagia. Mempunyai anak dari seorang yang dia sayangi, tapi kenyataannya jauh berbeda. Ia tidak diperbolehkan untuk mempunyai keturunan dari suaminya sendiri, membuatnya sangat terpukul. Claudia kemudian mengambil handuk, lalu membersihkan diri. Setelah itu ia mencari pakaian yang pantas untuk digunakan makan malam. "Mas, tadi Mamah minta Claudia untuk dandan. Emang siapa yang datang?" tanya Claudia sambil mengoleskan lipstik ke bibirnya di depan kaca. "Sahabat Mamah sayang, tidak dandan kamu terlihat cantik kok," balas Rayhan mencolek dagu istrinya. "Mas, jangan ganggu dong," ucap Claudia. Rayhan lalu memeluk istrinya dari belakang, ia lalu membenamkan wajahnya dan mengecup leher istrinya yang jenjang. Claudia pun merasa geli, dan langsung membalikkan badannya. "Mas, jangan ganggu dulu. Nanti kita terlambat lagi," ujar Claudia. "Sayang, aku sudah tidak sabar mempunyai anak ya
Claudia berjalan masuk ke dalam kantor, dengan langkah gontai. "Sayang, kamu kenapa menangis?" tanya Rayhan sembari mengusap air mata Claudia yang menetes di kedua pipinya. "Mas, maafkan aku. Tadi makanan yang aku bawa diambil orang, saat mau menyebrang jalan," terang Claudia menundukkan kepala. Rayhan langsung memeluk istrinya, dan mengajaknya untuk makan siang di cafe terdekat. Soal makanan ia sama sekali tidak mempermasalahkan, yang terpenting adalah keselamatan istrinya. ***Di sisi lain, seorang pemuda yang sudah merebut makanan Claudia menyerahkannya kepada orang yang sudah menyuruhnya. "Nyonya, ini bekal makanan yang saya ambil," ujar pemuda itu. "Kerja yang bagus! Buang saja ke tempat sampah. Ini bayaran kamu," kata wanita itu. "Hampir saja saya mencelakai wanita itu, Nyonya. Untung saja dia bisa menghindar," jelas pemuda itu. Wanita paruh baya itu marah kepada orang suruhannya, justru kalau bisa mencelakai Claudia akan lebih baik dan dia mendapatkan bayaran yang lebih
Mendengar kata honeymoon membuat Eva menjadi kesal, ingin rencananya ia menggagalkan semua rencana Rayhan. "Papah setuju, iya kan, Mah? Nanti kita cepat dapat cucu," kata Papah Andi tersenyum. Claudia menundukkan kepalanya, ia merasa sedih. Hal yang sangat tidak mungkin untuk menolak ajakan Rayhan, tapi tekanan dari mertuanya membuatnya sakit. "Kalau kakak punya anak, pasti Aruna gak disayang lagi," tutur Aruna mengerucutkan bibirnya. "Buat teman kamu di rumah, Runa," ujar Rayhan. Papah Andi kemudian mengajak Rayhan ke ruang kerjanya, beliau hendak memberikan tiket untuk keberangkatannya nanti. "Claudia, sebelum kamu pergi beli obat penunda kehamilan dulu sana! Awas saja kalau sampai kamu hamil," pinta Eva penuh dengan ancaman. "Dengerin tuh kata Mamah! Aruna juga gak sudi, punya keponakan turunan orang miskin," sahut Aruna tidak punya sopan santun. Claudia hanya bisa meneteskan air mata, setiap ada yang membentaknya. Dia juga tidak mungkin menentang ucapan mertuanya, demi sua
"Sayang, jawab ini obat apa!" bentak Rayhan. Menunjukkan botol obat yang bertuliskan penunda kehamilan, kepada istrinya. Claudia tertunduk lesu, ia bingung harus menjawab apa. Kalau ia berkata jujur akan membuat pertengkaran, antara ibu dan anak. Rayhan baru ini membentaknya, mungkin baginya sudah sangat keterlaluan. "Sampai segitunya kamu tidak mau mempunyai keturunan dariku! Claudia, aku sangat mencintaimu! Kenapa kamu tega, melakukan semua ini!" marah Rayhan. Melemparkan botol obat itu hingga tercecer di lantai. Claudia bersimpuh di kaki suaminya, sambil memohon maaf. Rayhan dengan kasar menghempaskan tangan istrinya itu. Claudia hanya bisa menangis, ia menyesal sudah mengikuti perintah mertuanya. Rayhan lalu pergi entah kemana, dan meninggalkan Claudia di dalam villa sendiri. "Mas, seandainya kamu tau! Mamah Eva tidak merestui pernikahan kita, beliau juga tidak menginginkan cucu dariku ... " lirih Claudia. Di sebuah club malam pulau Bali, Rayhan menghabiskan waktu di tempat