Share

Penasaran

Mendengar suara mesin mobil yang berhenti di depan halaman rumah, ibuku keluar untuk melihat siapa yang datang.

“Oh, Nak Badrun,” kata ibu.

“Iya Bu,” jawab suamiku sambil menenteng beberapa kantong plastik.

“Rin, Rin, suamimu pulang,” teriak ibu dari depan rumah.

Aku pun bergegas keluar menyambut kedatangan suamiku.

“Kok mendadak mas pulangnya malam-malam, enggak kasih kabar dulu,” kataku sambil mencium punggung tangannya.

“Iya aku mau memberi kejutan untukmu, setelah kamu memberi kabar kehamilanmu melalui telepon kemarin aku segera pulang dan sengaja tidak memberi tahumu,” jawab suamiku sambil menyodorkan beberapa kantong plastik yang berisi oleh-oleh. Aku menerimanya dan membawanya masuk.

“Mas mandi dulu ya, aku siapkan makanan untukmu, Mas pasti lapar di perjalanan tadi.

“Iya Rin, aku mandi, rasanya gerah dan lengket tubuhku, tolong ambilkan handuk dan siapkan bajuku, aku akan  langsung ke kamar mandi.”

“Iya Mas,” aku pergi ke kamar mengambilkan handuk dan baju untuk suamiku.

Saat aku di kamar ibu menyusulku dan berkata.

“Rin, suamimu mau digorengkan telur atau yang lain.

“Enggak usah, Bu, itu tadi oleh-olehnya ada martabak telur dan ayam goreng, ibu panasi saja sayurnya.

“Oh ya, kalau begitu aku panasi sayurnya dulu.

Ibu pergi meninggalkanku ke dapur.

Setelah selesai mandi, kami pun bersiap untuk makan bersama.

“Adik-adikmu mana, ajak makan sekalian!

“Ratih sedang mengaji di rumah mbak Iin, kalau Lasmi main ke rumah temannya.

“Ya sudah, ayo kita makan,” kata ibu sambil menyiapkan piring.” Kami pun makan bersama.

Usai makan suamiku masuk ke kamar, sedangkan aku sibuk membantu ibu membereskan meja makan.

“Enggak usah Rin, kamu temani suami kamu saja sana, biar ibu yang membereskan.”

“Iya Bu,” kataku sambil meletakan kembali piring-piring di meja. Lalu aku berjalan masuk ke kamar.

“Rin sini Rin, suruh suamiku sambil menepuk kasur memberiku isyarat agar aku duduk di sampingnya.

“Gimana dengan kehamilanmu?” tanya suamiku sambil mengelus-ngelus perutku.

“Alhamdulillah baik-baik saja Enggak ada keluhan apa pun,” kataku sambil bermanja-manja.” Mas rencananya di rumah mau berapa hari?” kalau bisa, aku mohon kali ini di rumah lebih lama, aku kan lagi hamil muda, butuh perhatian dan kehadiran kamu, Mas.

“Aku belum tahu, soalnya kadang aku dibutuhkan di lapangan setiap saat, yang penting akan ku usahakan untuk pulang sesering mungkin.” Kenapa kamu kangen aku ya?” kata suamiku sambil mencium keningku dan memelukku.

Di saat kami bermesraan.

Kriiing ... kriiiing ....”

Terdengar dering telepon suamiku yang ada di atas meja. Suamiku beranjak melihat siapa yang menelepon, begitu tahu siapa yang menelepon suamiku tampak gugup. Dia segera keluar kamar dan terdengar pintu depan di buka.

“Kenapa mengangkat teleponnya harus keluar kamar tidak seperti biasanya, siapa yang menelepon,” batinku.

Tak berapa lama suamiku masuk ke kamar lagi dan berbaring di sampingku.

“Siapa tadi yang menelepon, Mas?” tanyaku penasaran.

“Em ... itu, itu, temanku, jawab suamiku tampak grogi.” Sudahlah, ayo tidur, ajak suamiku lalu memelukku dan membisikkan,” aku menginginkanmu malam ini. Mendengar bisikan suamiku di telingaku, rasa penasaranku teralihkan. Kami pun melewati malam ini dengan memadu kasih. Pagi-pagi ketika terbangun aku tidak menemukan suamiku di sampingku.

“Loh, di mana suamiku, kok enggak ada, tumben dia bangun lebih awal,” batinku.

Aku beranjak bangun dan mencarinya tak kutemukan keberadaan suamiku.

“Bu, tahu mas Badrun enggak?” tanyaku pada ibu.

“Oh, tadi pagi dia pamit, katanya mau beli bubur untuk sarapan kamu,” kata Ibu.

Mendengar jawaban ibu aku merasa lega dan aku pun bergegas mandi.

“Bu, bu, ini gula pasirnya,” kata Lasmi sambil memberikan bungkusan plastik pada ibu.

“Loh, kamu dari mana Las?” tanyaku ketika aku keluar dari kamar mandi dan melihat Lasmi menyerahkan bungkusan plastik pada ibu.

“Dari warung bu Titik, tadi disuruh ibu beli gula pasir.

“Ya Rin, aku menyuruh Lasmi membeli gula pasir untuk membuatkan teh manis untuk suamimu, ibu tidak tahu kalau gula pasir di dapur habis,” kata ibu sambil menerima bungkusan plastik dari Lasmi.

“Oh, ya mbak, mas Badrun tadi mau ke mana?” saya melihat dia, tapi dia tidak melihat aku karena lagi serius menelepon,  sampai-sampai aku lewat di belakangnya dia tidak tahu,” kata Lasmi.

“paling masalah bisnisnya,” jawab ibu.

“Ya mungkin, tapi aku dengar samar-samar membicarakan,  tentang anak kita, anak kita gitu,” kata Lasmi.

“Ah, sudahlah kamu itu anak kecil tahu apa,” kata ibu sambil memandangiku. Aku hanya terdiam mendengar pembicaraan Lasmi dan ibuku.

“Rin, Rin, ini aku belikan bubur untuk sarapan.” Pembicaraan kami terhenti ketika mendengar suara suamiku memanggil, aku pun segera menghampirinya.

“Ini Rin,” kata suamiku, sambil menyerahkan beberapa bungkusan.

“Apa ini mas?”

“Ini bubur ayam, untuk sarapan kita semua, tadi aku pagi-pagi membeli bubur untuk sarapan kita, maaf tadi enggak pamit karena kamu masih tidur pulas, jadi aku takut kalau mengganggu tidurmu,” kata suamiku.

“Terima kasih, Mas! Sebenarnya ibu juga lagi masak untuk sarapan kita, tapi enggak apa-apa, sebentar aku ambilkan piring dulu.”

Aku mengambil piring dan sendok sambil memanggil adik-adiku.

“Lasmi, Ratih, ayo sarapan dulu ini ada bubur ayam,” seruku.

Mendengar panggilanku adik-adiku datang menghampiriku.

“Mana kak?” hmmm, baunya enak sekali,” kata Ratih adikku yang paling kecil.

Aku memberikan bungkusan bubur ayam pada Ratih dan Lasmi.

“Ini, ayo kita makan di sini bersama-sama selagi masih hangat,” kataku.

“Enggak kak, kami makan di dalam saja,” kata Lasmi sambil menggandeng adikku Ratih, mereka tidak mau makan bersama di meja makan  mungkin mereka tidak ingin mengganggu kebersamaanku dengan suamiku. Sementara ibuku masih sibuk di dapur menyelesaikan masakannya.

“Rin,” panggil suamiku saat kami sedang menikmati bubur ayam.

“Ada apa, Mas?”

“Mungkin siang nanti atau agak kesorean aku akan pergi lagi, aku ada urusan.

“Apakah tidak bisa di tunda urusannya dua atau tiga hari lagi?” aku lagi hamil muda loh, Mas, butuh kamu di sampingku.

“Mau bagaimana lagi, ini semua aku lakukan juga demi kamu dan calon anak kita nanti.

“Ya, sudahlah enggak apa-apa, usahakan sering-sering pulang ya!

Sebenarnya aku merasa berat untuk menjalani kehidupan rumah tangga seperti ini, di saat pasangan baru sedang hamil muda suaminya selalu siap siaga, aku malah sering di tinggal pergi, tapi bagaimanapun juga kehidupan ini memang yang harus aku jalani. Aku juga belum sepenuhnya kenal sosok suamiku yang sebenarnya.

“Rin, kok malah jadi melamun? ” melamuni apa sih,” tanya suamiku.

“Ah, enggak apa-apa kok, Mas.

"Ya sudah, kalau mas mau istirahat di kamar, aku mau membereskan ini dulu dan membatu ibu di dapur.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status