“Lama banget shalatnya, Kamu shalat apa tidur?!” tanya Mayang kesal.
“Tidak, Bu. Aku selesai shalat langsung kemari,” jawab Riana lembut.“Kenapa jadi lama banget? Ya, sudahlah langsung pijat saja, awas kalau mijatnya tidak enak!”Riana pun diam. Dia memilih memijat ibu mertuanya dengan lembut.Sungguh, ia tidak mau kalau Mayang akan merasa kesakitan dengan pijatannya. Jadi, ia melakukan hati-hati, karena tidak menginginkan kalau mertuanya akan marah.“Heh, Riana! Kamu mijat apa mengelus sih?!” tanya Mayang kesal, karena ia malah merasa geli.“Maaf, Bu. Aku tidak mau kalau Ibu akan kesakitan,” kata Riana lembut, tidak pernah terpancing menjawab mertuanya dengan nada tinggi.Hanya kemarin saja, ia sempat terpancing karena merasa lapar dan lelah.“Kalau Kamu memijatnya seperti itu, itu bukan memijat namanya melainkan mengelus. Pijat dengan keras!” perintah Mayang.Riana lantas menuruti perkataan Mayang, dia memijat mertuanya dengan keras, membuat Mayang menjadi menjerit karena kesakitan. Tetapi, Riana tetap melanjutkan memijatnya, ia tidak memerdulikan teriakan Mayang.“Kamu mau membuatku mati, Riana!” tuduh Mayang kesal.“Bukannya Ibu sendiri yang menyuruhku memijat dengan keras?” sanggah Riana.“Bisa banget Kamu ya melawan!” geram Mayang.“Aku tidak melawan, Bu. Hanya saja—“ perkataan Riana terpotong.“Diam! Keluar dari sini, biar Aku panggil tukang pijat saja kemari!” usir Mayang dengan wajah memerah karena marah.“Aku keluar dulu.” Pamit Riana melangkah keluar dengan lesu, ia menutup pintu kamar Mayang pelan.“Dasar menantu tidak berguna! Kenapa sih, Reynald mempertahankan wanita seperti dia?” umpatan Mayang di dalam kamar.Riana masih berada di dekat pintu, ia mendengar umpatan Mayang di dalam kamarnya. Dia mengelus dadanya berusaha sabar dengan nasib yang sekarang dia jalani, memang tidak mudah harus menahan amarah di rumah suaminya.“Sabar Riana, sabar. Semuanya pasti akan indah pada waktunya kalau menjadi orang yang sabar,” kata Riana berusaha menguatkan dirinya sendiri.Riana memilih memasak makan siang untuk makan, ia sengaja memasak banyak siapa tahu mertuanya akan ikut makan bersamanya. Dia memasak sambil bersenandung kecil, ingin menghibur hatinya supaya tidak terlalu kepikiran dengan perkataan mertua.Setelah sudah selesai, ia mengetuk pintu kamar Mayang memanggil mertuanya untuk makan bersama.“Bu, mau makan tidak? Aku sudah masak,” kata Riana dari luar.“Masak apa?” tanya Mayang dengan berteriak dari dalam.“Masak telur ceplok aja, karena lauk dan sayur sudah habis,” jawab Riana.“Cih, telur ceplok mana enak. Kamu saja yang makan, Aku tidak kepengen,” tolak Mayang, ia masih berbaring di kasurnya.Riana mendengar itu langsung memilih makan seorang diri di dapur, ia akan menikmati telur ceplok dengan nasi hangat yang diberikan sedikit kecap. Makanan yang sangat enak sekali saat masih hangat dan lagi pula yang dia pikirkan adalah asal bisa makan saja sudah bersyukur..Sedangkan Reynlad tengah menunggu Diandra di restoran, ia akan makan siang bersama dengan wanita cantik itu. Membayangkannya saja membuat darah Reynald berdesir, wanita cantik, harum dan langsing. Sangat cantik sekali, ia berharap kalau bisa membuat Diandra menjadi istrinya menggantikan Riana. Istri yang menurutnya sekarang sudah tidak cantik lagi, karena kulit yang kusam dan pakaian yang selalu Riana pakai membuat Reynald jengah.Wanita yang Reynald tunggu akhirnya datang, dari jauh sudah terlihat sangat cantik dengan memakai dres di atas lutut, belum lagi wangi yang menguar dari tubuhnya. Seakan membuat Reynald mabuk dengan aroma yang begitu wangi itu, dia tidak berhenti memandangi Diandra.“Kenapa? Aku cantik ya?” tanya Diandra terkekeh kecil.“Iya, sangat cantik,” jawab Reynald cepat.“Haha ... Kamu bisa saja,” kata Diandra tersipu malu.“Tidak, Aku sungguh-sungguh kok mengatakannya! Kamu sangat cantik, Diandra,” puji Reynald dengan wajah serius.Diandra terdiam dengan wajah merona, ia tidak mampu berkata-kata atas pujian yang keluar dari mulut lelaki yang berada di depannya ini. Lelaki tampan dengan jas yang terlihat mahal, membuatnya menjadi semakin tampan.“Permisi, mau pesan apa?”Suara dari pelayan restoran membuat Diandra berhenti melamun, ia mengambil menu yang diberikan oleh pelayan itu dan kemudian memesan satu hidangan lengkap dengan minumannya. Reynald juga ikut memesan, lalu pelayan restoran itu pergi mengambilkan pesanan mereka berdua. Suasana kembali canggung, tidak ada yang bersuara.“Kamu kerja apa, Diandra?” tanya Reynald memecah kesunyian.“Em, pekerjaanku hanya seorang model biasa,” jawab Diandra merendah.“Hanya? Itu pekerjaan yang bagus loh tapi, memang sih Kamu orang yang cantik jadi menjadi model adalah hal yang tepat,” kata Reynald kagum dengan pekerjaan Diandra.“Terima kasih, Reynald. Kamu orang yang baik, Aku sangat menyukaimu,” kata Diandra tersenyum manis."Me-menyukaiku?"Reynald semakin berdebar kala melihat Diandra mengangguk. Pesonanya memang tidak pernah luntur! Sayang sekali, ia malah harus terjebak dengan Riana karena terjebak hasrat masa muda.'Apa aku harus menceraikan Riana, ya?' batin Reynald, 'toh, Diandra seribu kali lipat lebih menarik dibanding dia!'Tidak terasa waktu sudah berlalu dengan begitu cepat, Mayang sekarang menjadi kesulitan bicara dan berjalan karena stroke yang dia derita melumpuhkan separuh tubuhnya sebelah kanan. Sehingga apa yang ingin dia lakukan menjadi kesulitan, jadi harus dibantu oleh orang lain, mulai dari makan bahkan sampai ke kamar mandi. “Ck, aku nikah buat hidup enak, bukan seperti ini!” gerutu Diandra. Diandra sepanjang jalan menggerutu sedari tadi, membuat Reynald menajdi muak, “Diam kamu! Ini juga karena aku menikah denganmu, hidupku menjadi sial!” Reynald menyalahkan Diandra atas kesalahnnya sendiri, begitulah dia selalu melempar kesalahannya kepada orang lain. “Idih! Kamu yang korupsi, kok aku yang disalahin?!” Diandra menatap bengis kepada suaminya yang baru dia nikahi beberapa bulan ini. “Iyalah, karena aku menikah denganmu semuanya jadi kacau! Beda saat bersama dengan Riana, apa lagi kamu tahu suamimu tidak bekerja malah tetap pergi shoping, sehingga semua harta yang terisa menjadi habis kare
“Wanita itu? Apa kamu mengingat sesuatu?” Riana menatap lekat kekasihnya, dia menunggu jawaban keluar dari mulut Wira dengan tidak sabaran.Wira masih mengingat-ingat apakah benar wanita itu, tetapi penampilan dan sifatnya jauh berbeda dengan wanita yang diingat tersebut, dulu setahu Wira hanya satu wanita yang menatap Riana dengan tatapan penuh iri dan kebencian. Wanita yang wajahnya penuh jerawat dan bahkan selalu mendelik setiap kali Riana melihatnya.“Aku tidak tahu namanya, tapi dia wanita yang selalu mendelik kepadamu setiap kali kamu melewatinya. Hanya saja penampilannya sangat jauh berbeda dengan dulu, bukan maksudku menghina, wajahnya penuh dengan jerawat bahkan selalu berjalan menunduk karena dia selalu dibully oleh senior!” ucap Wira dengan ragu, dia masih tidak yakin kalau wanita itu adalah Diandra.Hanya dia lah yang terlihat sangat membenci Riana, bahkan setiap kali ada kesempatan wanita itu akan mengerjai kekasihnya tersebut, tetapi Wira ‘lah yang selalu menggagalkan re
“Wira? Maaf aku sedang sibuk!” Riana menjauhi Wira dan melambaikan tangan kepada pelayan yang lain. “tolong layani dia, aku akan masuk ke ruanganku!”Sebenarnya dia ingin mengajak Wira berbicara, dirinya merindukan lelaki itu walau baru sebentar tidak bertemu dengan nya, hanya saja teringat akan Subroto yang tidak merestui ubungan dia dnegan lelaki itu mmebuat Riana menjadi urung untuk sekedar mengajak Wira berbicara.“Riana, tunggu!” Wira menahan tangan Riana, supaya wanita itu tidak pergi.“Maaf saya sedang sibuk sekarang, jadi saya harap Anda pergi saja!” Riana mengusir Wira sambil menepis tangan lelaki itu dari dirinya.“Riana, apa kamu marah kepadaku karena tidak membelamu? Maafkan aku untuk itu, aku akan mengumpulkan bukti untuk mengatakan kepada Papa sekaligus membersihkan namamu!” Wira mengatakan semuanya kepada Riana, tetapi dia ragu kalau wanita itu akan mempercayainya.Riana terdiam, hatinya terasa nyeri mendnegar perkataan Wira tersebut, yah dia memang merasa sakit hati la
“Iya. Tante Desi memang wanita yang sangat baik, aku berdoa kalau dia ‘lah yang menjadi mertuaku nanti. Apakah aku terlalu berharap?” Riana bertanya dengan mata berbinar-binar, dia sangat berharap kalau dirinya berjodoh dnegan Wira. Kapan lagi dia mendapatkan mertua seperti Desi, yang selalu menyayanginya.“Tidak ada salahnya untuk berharap. Sekarang kamu istirahat saja, besok sudah mulai belajar mengelola restoran dengan Mutia. Jadi kamu harus menyiapkan diri untuk besok, aku pamit pulang dulu.” Edo mengusap rambut keponakannya sebelum pergi, Riana menjawab dengan anggukan kepala.*Di lain tempat Desi tengah bersedih, dia tidak menyangka kalau suaminya setega itu kepada seorang wanita muda malang itu, sungguh padahal tadi dia sangat bahagia sekali dengan kepulangan Riana dari rumah sakit dan sekaligus kedatangan suaminya yang tiba-tiba. Namun, ternyata malah berakhir dengan kesedihan, sekaang dia tidak bersemangat lagi menyambut kedatangan Subroto dengan penuh semangat seperti tadi,
“Tidak perlu Paman melakukannya, biarkan saja!” Riana tidak mau sang paman membalas apa yang telah orang-orang itu lakukan kepadanya.“Kenapa? Mereka ‘kan sudah jahat kepadamu, jadi biarkan aku yang mengurusnya. Kamu hanya perlu melihat saja tanpa perlu mengotori tanganmu itu!” Edo geram dengan ke’empat orang itu, dia ingin memberikan pelajaran kepada mereka semua. Walau Subroto sedikit sulit karena dia seorang pemilik perusahaan besar dan terkenal, tetapi dia akan berusaha sekuat tenaga untuk membalas perbuatan mereka semua.“Tidak papa! Aku sudah ingin berusaha ikhlas saja dengan perbuatan mereka, apa lagi ayahnya Wira, aku tidak mau melakukan sesuatu yang buruk kepada dia. Karena Tante Desi, istrinya sangat baik kepadaku selama ini dan juga Wira ....” Riana tidak meneruskan kalimatnya.“Apa Ibu Riana menyukai Wira? Maaf kalau saya ikut campur pembicaraan ini!” tebak Mutia. Karena dia tahu kalau seseorang membicarakan seorang lelaki dengan wajah yang memerah, berarti orang itu menyu
“Iya. Ini restoran sekarang adalah milik Anda, karena Anda adalah ahli waris yang sah! Oh, iya, perkenalkan saya adalah Mutia, manajer di restoran ini.” Mutia mengulurkan tangannya, untuk memperkenalkan diri kepada bos barunya tersebut.Riana hanya menerima uluran tangan itu dalam diam, dia masih mencerna situsi yang ada, dia masih tdak menyangka kalau kedua orang tuanya memiliki restoran yang mewah dan besar seperti ini. Apakah memang benar ini adalah milik kedua orang tuanya? Dia masih tidak mempercayainya, karena menganggap semua ini hanya mimpi.“Bu Riana?” Mutia menyentuh Riana pelan, karena sedari tadi dia mengajak bicara tetapi tidak ada sahutan yang terdengar.“Eh, ii-iya!” Riana tergagap, dia terkejut karena tadi sempat melamun.“Apa Anda mau berkeliling untuk melihat restoran ini?” Mutia menawarkan untuk berkeliling, sebenanrnya Pak Edo menyuruhnya untuk mengajak Riana berkeliling dan memperkenalkan dengan bawahan yang lain.“Boleh. Tapi barangku ini di taruh di mana?” Rian