“Riana!” panggil Mayang dengan berteriak dari dalam kamar.
“Iya, Ibu.” Riana tergopoh-gopoh berlari mendekati mertuanya.“Belikan Ibu soto ayam di depan sana, jangan pakai lama!” Mayang menyodorkan selembar uang berwarna biru.“Iya, Bu.” Riana segera berjalan ke kamar, ia memasang jilbab instan dan jaket, lalu mengambil kunci motornya.Motor yang sudah ada sebelum Riana menikah, motor matik menemani ke mana pun dia pergi sewaktu gadis. Riana melajukan matik pergi ke tempat yang mertuanya maksud, lumayan jauh kalau berjalan ke sana. Jadi dia memilih mengeluarkan maticnya.Riana sudah sampai di tempat yang dia tuju, dia segera memparkirkan matiknya ke tempat parkiran. Lalu masuk ke dalam warung makan yang sangat ramai, membuat dia harus mengantri beberapa saat.Tidak lama, tiba giliran Riana, dengan cepat wanita itu memesan satu bungkus soto. “Berapa, Pak?” tanya Riana.“15ribu, Dek.”“Ini uangnya.” Riana menyerahkan selembar uang berwarna biru.Dia bergegas berjalan pulang, tidak mau membuat Mayang menjadi kesal lagi dengannya. Riana segera melajukan motornya kembali pulang tetapi, saat di pertengahan jalan yang sepi motor Riana malah mendadak mati, membuat dia menjadi kebingungan.“Ini kenapa?” tanya Riana seorang diri.Dia panik, tidak ada seorang pun yang lewat karena hari yang sudah mulai sore. Apa lagi jalanan yang dia lalui ini adalah sebuah perumahan elit, yang rata-rata dihuni oleh pekerja kantoran yang masih belum pulang ke rumah. Riana mencoba beberapa kali menstater motornya, berusaha untuk membuatnya hidup. Nihil, selalu saja mati, membuat dia menjadi semakin panik lantaran bingung apa yang harus dilakukan.“Ponsel, di mana ponselku?”Riana merogoh semua saku pakaiannya, tidak ada ponsel di sana dan seketika dia teringat kalau ponselnya sedang mengisi daya di rumah, membuatnya ingin menangis.“Kamu kenapa?” tanya lelaki yang berada di dalam mobil mewah.Riana terkejut karena tidak meyadari kalau ada mobil yang mendekat, “Motorku sedari tadi tidak mau nyala, Pak,” jawab Riana.“Apa sudah Kamu engkol?” tanya lelaki berpakaian rapi dari jendela mobil.“Belum.” Jawab Riana dengan menggelengkan kepalanya pelan.“Coba engkol dulu, dek. Siapa tahu bisa,”Riana mencoba mengekol motornya tetapi, ia malah kesusahan.“Sini tak bantu.” Lelaki yang terlihat berumur 40 tahunan itu turun membantu Riana mengengkol motornya.Riana mundur memberikan tempat untuk orang yang baik itu membantunya. Ternyata, tetap tidak bisa menyala, padahal bapak itu sampai banjir keringat mencoba sayangnya tidak bisa.“Masih belum hidup, Pak?” terdengar suara bariton lelaki yang tampak tidak asing di telinga Riana.“Belum, Den. Padahal sudah Bapak coba beberapa kali, tetap tidak mau nyala,”“Coba cek bensinnya, siapa tahu bensinnya yang habis,”Riana langsung membuka tangki bensinnya dan ya, ternyata benar kalau tangkinya kering, tidak ada setetes pun bensin yang terlihat. Membuat dia menjadi malu, wajah Riana menjadi merah dan tertunduk.“Owalah, ternyata bensinnya habis, Dek,” kata bapak tertawa kecil.“Maaf, ya, Pak. Aku kelupaan mengecek sebelum pergi tadi,” kata Riana menahan malu.“Tunggu sini ya, Dek. Bapak belikan bensin dulu di depan sana,”“Tidak usah, Pak. Siapa tahu Bapak sibuk, jadi biar Aku saja sendiri yang beli,” tolak Riana halus. Takut bapak baik hati itu akan tersinggung.Bapak tua itu menatap kepada orang yang disebut bos di dalam mobil dan dibalas dengan anggukkan. “Nah, Dek, Bos Bapak tidak masalah kok, orang cuma sebentar,”“Tapi, Pak, Aku jadi tidak enak,”“Ya, tidak papalah. Tunggu di sini Bapak belikan sebentar,”“Pak, pakai mobil ini saja, biar cepat. Jadi Saya tunggu bersama wanita ini di sini sebentar.”“Siap, Bos.” Bapak itu segera masuk ke dalam mobil dan mobil pun melaju membelikan bensin untuk Riana.Riana menoleh, memandang lelaki yang terbilang masih muda di sampingnya. “Wira?” tanya Riana tidak percaya.“Maaf, Anda mengenal Saya?” tanya lelaki tampan berjas heran.Riana menelisik penampilan lelaki yang berada di depannya dari bawah sampai ke atas. “Mungkin Aku salah orang, maaf.” Riana tertunduk, ia merasa malu karena salah mengira lelaki yang berada di depannya ini adalah Wira, temannya dulu.Karena Wira yang di kenal Riana adalah lelaki culun lengkap dengan kacamata tebal yang selalu lelaki itu pakai. Sedangkan lelaki yang ada di depannya ini, terlihat sangat tampan, bertubuh tegap dengan memakai setelan jas berserta jam tangan mewah yang melingkar di pergelangan tangannya. Walau sekilas ada kemiripan dari mereka berdua tetapi, itu mungkin hanya perasaannya saja.Riana merasa kikuk berada berduaan dengan lelaki asing di sampingnya, ia berharap bapak tadi segera datang kemari. Benar saja, tidak lama mobil mewah yang dikendarai bapak tadi akhirnya kembali, membuat ia menjadi senang.“Maaf, ya, Dek. Bapak lama.” Bapak itu menyerahkan jerigen bensin kepada Riana.“Tidak apa-apa, Pak. Terima kasih sudah mau Aku repotin.” Riana mengambil jerigen bensin dari tangan Bapak supit itu.“Langsung coba hidupin ya, Dek!”Riana mengisi tangki bensin yang kosong, lalu menstater motornya. “Alhamdulillah, akhirnya bisa!” pekik Riana senang.“Alhamdulillah,” syukur bapak supir.“Kalau begitu kita bisa pergi, Pak,”“Baik, Den. Kami pergi dulu ya, Dek, lain kali jangan lupa lihat tangki bensinya dulu sebelum pergi,”“Tunggu, Pak! Ini uang Bapak tadi Aku ganti.” Riana menyodorkan uangnya.Bapak baik hati yang belum diketahui namanya siapa, menolak pemberian Riana dan pamit pergi.“Syukur alhamdulillah Aku bertemu dengan orang baik.” Riana segera melajukan motornya pulang..“Lama banget, Riana! Kenapa sih setiap kali di suruh pasti lama? Lelet banget jadi orang!” teriakan Mayang menyambut kedatangan Riana.“Maaf, Bu. Tadi di jalan motornya mati, habis bensin.” Riana menuang soto ke dalam mangkuk.“Halah, alasan saja. Memang Kamu orangnya lelet, tidak bisa diandalkan. Coba saja Reynald menikah dengan wanita lain, bukan Kamu!”Mayang mendekati meja makan, ia menyentuh mangku berisi soto pembelian Riana. “Apa ini?!” Mayang bertanya dengan nada tinggi.“Itu soto yang Ibu pesan,”“Iya, Aku tahu kalau ini soto. Tapi, kenapa sudah dingin?” Mayang sangat kesal, ia tidak bisa menahan emosinya lantaran tahu pesanannya menjadi dingin.“Itu masih hangat, Bu,” sanggah Riana, karena saat ia menuangkan ke dalam mangkuk masih terasa hangat.“Ini sudah dingin, Riana. Aku tidak mau menyantap makanan dingin, pasti tidak enak!” tolak Mayang dengan raut kesal, lantaran ia sudah sangat lapar sekali sedari tadi.“Biar Aku panaskan sebentar, Bu. Jadi Ibu tunggu saja di sini.” Riana dengan cepat mengambil mangkuk untuk memanaskan sotonya.“Tidak usah, buang saja soto itu!” Mayang beranjak dari kursinya langsung masuk ke dalam kamar.“Padahal masih hangat, tidak terlalu dingin. Kalau begitu, lebih baik Aku saja yang memakannya,” lirih Riana, dia menatap hidangan yang sangat menggugah jiwa itu sambil meneguk ludah beberapa kali.Terima kasih sudah mampir, jika anda menyukainya tambahkan ke daftar pustaka untuk dibaca lagi dan mohon tinggalkan komentar supaya author lebih bersemangat. Sekali lagi terima kasih
Riana merasa soto yang dia makan sangat enak, ia bahkan menghabiskan kuahnya sampai tidak tersisa. Setelah menyantapnya sampai habis, dia bersendawa karena merasa kenyang. “Alhamdulillah, enak sekali,” Riana mengucapkan rasa syukur. Riana mulai berpikir makan malam nanti apa, ia tidak mungkin menyuguhkan telur dadar kepada suami atau mertuanya. Tetapi, seketika dia teringat kalau uang kembalian soto tadi masih banyak, Riana akan mengatakan kalau ingin membeli lauk makan malam dengan uang ini. Karena kalau tidak, nanti malah dibilang lancang oleh mertuanya. “Ibu!” Riana memanggil mertuanya dengan suara nyaring di depan pintu. “Em,” Mayang menyahut dengan bergumam, ia malas menjawab karena sedang telponan dengan seseorang. “Aku pakai uang Ibu ini ya, bua beli lauk dan sayur untuk makan malam nanti,” kata Riana. “Iya,” Mayang padahal tidak mendengarnya dengan jelas, ia hanya sekedar menjawab ‘iya’ saja. Karena tidak mau mendengar ocehan Riana lagi. Sedangkan Riana, ia bersorak ria
Reynald merasa ada yang memperhatikan, ia berbalik ke arah belakang. “Argh! Sedang apa Kamu, Riana?!” “Mas, sedang apa? Sedari tadi kok senyum-senyum sendiri,” Riana berwajah bingung, matanya selalu melirik ke arah ponsel Reynald. Reynald segera menutup ponselnya dan menaruh di atas nakas. “Bukan dari siapa-siapa, hanya teman kantor biasa.” Reynald berkata sambil meraih handuk untuk mandi. “Oh,” Riana sangat penasaran sekali dengan isi ponsel Reynald, sayang dia tidak bisa meminjam ponsel itu. Karena lelaki itu pasti tidak akan suka kalau ponselnya dimainkan oleh Riana, padahal status Riana adalah istri. Jadi wajar kalau mau meminjam ponsel suami sebentar tetapi, sayangnya Reynald tidak pernah mengizinkan. 'Apa Aku buka saja, ya?'Batin Riana meronta-ronta sangat ingin melihat pesan apa yang membuat suaminya terus-menerus tersenyum, sampai tidak menyadari keberadaannya. Riana mendekat ke arah ponsel itu, tangannya sudah mulai mengarah ke sana. Sayang, suara kunci diputar terdenga
“Ii-itu,” Riana tidak bisa menjawab dengan benar, ia gemetaran hebat. “Berani sekali, ya, Kamu, Riana! Padahalkan Kamu tahu Aku paling tidak suka kalau ponselku disentuh orang lain!” Reynald teramat kesal sekali melihat ponselnya berada di tangan Riana. Disisi lain ia takut kalau Riana akan mengetahui dirinya mulai tertarik dengan wanita lain, pasti Riana akan marah besar kepadanya. “Aku tahu, hanya saja setiap kali Aku melihatmu memegang ponsel, Kamu selalu saja tersenyum sendiri seperti itu membuatku menjadi curiga,” Riana berkata pelan, ada sesak di dalam dadanya mengatakan itu. “Lantas Kamu mengira Aku sedang bermain api?” Reynald meninggikan suaranya. Riana terdiam, membuat Reynald menjadi naik pitam. “Kamu pikir Aku akan melakukan itu? Kamu menganggapku apa selama ini? Kamu pikir Aku seperti lelaki lain di luaran sana, yang berselingkuh dengan wanita lain?!” Reynald terus memberondong Riana dengan berbagai macam pertanyaan. “Aku hanya ... “ Riana tidak sanggup meneruskan k
“Argh!” Reynald berteriak karena terkejut. “Mas, kenapa sih Kamu susah banget bangunnya? Ini sudah jam berapa, nanti terlambat lagi,” Sebenarnya Riana malas sekali membangunkan Reynald, tubuhnya saja masih terasa nyeri akibat tadi malam tetapi, ia tidak memiliki pilihan lain, mana mungkin dia mau dipukuli untuk kedua kalinya. “Kamu menggangguku saja.” Reynald bergumam pelan, ia mengusap wajahnya kasar. “Mengganggu apa?” Riana mengerutkan alisnya pertanda ia bingung. “Huh! Sudahlah Aku mau mandi.” Reynald segera beranjak dari ranjang menuju kamar mandi. Riana menghela napasnya panjang, ia merasa bingung dengan sikap suaminya beberapa hari ini, yah tetapi, memang dari beberapa tahun Reynald sudah berubah, lelaki yang dia cintai itu terlihat sangat berbeda saat ini, tidak seperti dulu. Wanita malang itu segera keluar dari kamar tamu, ia mengambilkan pakaian untuk Reynald pergi bekerja. “Astaga, Aku lupa menyetrikanya!” Riana panik, ia melupakan agenda menyetrika pakaian suaminya s
[ Ya, sekarang Aku sudah berada di mobil mau berangkat bekerja ] Klik, pesan dikirim ke Diandra, Reynald terus menatap pesan yang dikirmkan wanita yang baru-baru ini membuatnya terpesona itu, dia merasa berdebar dengan kencang, ada sebuah hasrat memiliki yang bergejolak di dalam hatinya, hasrat yang sangat kuat. “Mas, kenapa belum berangkat?” suara Riana membuat Reynald terkejut, ia bergegas menaruh ponselnya dan menjawab pertanyaan istrinya. “Iya, ini juga mau berangkat.” Reynald menaikkan kaca mobil dan mejalankannya dengan pelan. [ Hati-hati kalau berangkat kerjanya, jangan mengebut dan semangat! ] Diandra menyematkan stiker penuh cinta kepada Reynald, yang semakin membuat lelaki itu menjadi mabuk kepayang dibuatnya. “Ah! Diandra, sudah cantik, seksi, ditambah perhatian, makin sayang deh!” Reynald memeluk ponselnya dengan sebelah tangan. Karena tangan sebelahnya dipakai untuk menyetir, dia berusaha untuk membalas pesan sambil menyetir, tidak ada niat untuk menepikan mobil. B
“Bel-agu sekali dia, baru saja hari ini menjabat sebagai CEO sudah bersikap sombong seperti itu!” Reynald mengutarakan kekesalannya kepada Chiko, satu-satunya teman sangat akrab dengannya.“Mungkin Kamu ada buat salah kali sama dia,” tebak Chiko asal.“Bagaimana bisa Aku membuat salah dengannya? Sedangkan baru saja bertemu tadi pagi!” gerutu Reynald.“Mungkin di dalam mimpinya, haha ... “ Chiko tertawa terbahak-bahak, ia bahkan sampai tersedak ludahnya sendiri.“Rasain!” geram Reynald kesal.“Jangan gitu dong, Pak Manajer, nanti ketampanan Bapak hilang loh,”“Ketampananku tetap tidak akan hilang, buktinya ada wanita cantik yang mendekatiku.” Reynald membusungkan da-danya sombong.“Istrimu itu? Wanita yang memakai pakaian kumuh? Iya, sih, Aku akui dia cantik, hanya saja seperti ... “ Chiko tidak meneruskan kalimatnya, karena lelaki yang berada di depannya melotot tajam.“Bisa tidak jangan bicarakan dia!” Reynald membentak Chiko dengan nada tinggi, sampai semua orang memandang ke arah m
“Kamu mulai nakal, ya!” Reynald merengkuh pinggang Wulan yang sedang memainkan kancing kemejanya. “Bukan nakal, hanya mencoba bersenang-senang saja.” Wulan mengerlingkan matanya nakal, senyum terus mengembang di bibirnya yang mungil. Suara ketukan mengganggu aktivitas mereka yang belum di mulai, “Siapa?” tanya Reynald dengan nada tinggi. “Wulan dipanggil pak Wira ke ruangannya,” jawab seorang wanita dari luar. “Astaga! Aku terlalu lama di sini!” Wulan membenarkan kemeja yang terlihat berantakan. “Bos baru kita itu terlalu menyebalkan, Aku tidak menyukainya,” “Tapi, Aku suka karena dia tampan dan masih muda.” Wulan langsung pergi menemui bosnya setelah mengatakan itu. Sedangkan Reynald segera mengerjakan pekerjaan yang Wulan berikan kepadanya tadi, darahnya berdesir teringat yang akan dia lakukan kepada sekertaris wanita itu, hanya saja mereka tidak jadi melakukan hal panas tadi karena dipanggil atasan yang tidak ia sukai. “Padahalkan lumayan kalau melakukannya dengan Wulan, yah
Suara pintu yang terbuka dengan kasar membuat semua orang yang lagi berbincang terkejut, mereka serempak menoleh ke arah pintu terlihat kalau Riana berdiri diam dengan mata memerah menahan amarah sekaligus air mata yang ingin mengalir sedari tadi. “Astaga! Apa tidak bisa kalau membuka pintunya perlahan saja? Dasar tidak sopan sekali kepada orang tua!” Mayang sebenarnya merasa takut melihat raut wajah Riana tetapi, ia tidak mau kalau dilihat temannya takut kepada menantunya sendiri. Sinta saja mundur perlahan, padahal ia yang paling semangat mengejek Riana sedari tadi, berbeda dengan Desi ia tidak terlalu suka membicarakan keburukan orang lain dan wanita itu juga tahu kalau Riana tidak seperti yang Mayang bicarakan. Wanita muda itu baik, berbeda sekali dengan cerita yang temannya katakan setiap kali bertemu, Mayang saja yang tidak bisa bersyukur mempunyai menantu seperti dia. Riana melenggang masuk tidak memperdulikan ocehan mertuanya, ia menuju ke dapur untuk memindahkan pesanan May