Aku menunggu beberapa hari, tapi perempuan itu belum juga kembali menghubungiku. Apa dia sedang merencanakan sesuatu?
Mas Candra sudah menemukan lima orang tukang pukul yang aku inginkan. Mereka hanya menunggu aba-aba dariku saja. Aku sudah tidak sabar lagi.
Saat aku tengah makan siang, masuk pesan singkat dari perempuan itu. Dia mengatakan untuk membawa uang itu ke tempat dimana dia pernah menyerahkan aku pada Mas Yoga dulunya saat mereka menyekapku.
Aku segera membalas pesannya. Dia berpesan agar aku jangan membawa siapapun. Aku menyanggupinya. Waktu pertemuan sudah di tentukan. Dia memintaku datang ke tempat itu jam 10 malam. Aku yakin mereka pasti merencanakan sesuatu padaku.
Aku berusaha tenang dan menyanggupi apapun yang mereka minta. Kali ini mereka yang akan aku balas.
Aku segera menghubungi Mas Candra, memintanya untuk mengumpulkan orang-orang itu. Aku akan pergi sendiri ke tempat itu, diikuti oleh
"Kamu perempuan berhati iblis! Aku sudah membantumu dengan memberikan diary itu tapi malah ini balasannya!" teriak perempuan itu tak terima di ikat seperti itu.Aku melepaskan pelukan Mas Candra lalu berjalan mendekatinya."Kamu yang berhati iblis! Setelah Mas Yoga tidak punya apa-apa lagi, lalu aku yang menjadi sasaranmu. Tidak bisa! Aku tidak akan mengabulkan keinginanmu!" teriakku tepat di telinganya."Riana, ini semua uang itu! Dan juga lihat ini", ucap Mas Yoga sambil meminta koper itu pada preman yang ku bayar."Apa Mas?" jawabku sambil mendekati Mas Yoga."Mereka sepertinya berencana untuk kabur setelah mendapatkan uang darimu! Selain koper uangmu, ada juga sebuah koper lain yang berisi uang dan perhiasan serta beberapa dokumen penting!" ucap Mas Yoga sambil membuka koper yang satunya lagi.Seketika aku kaget melihat isinya. Uang dalam jumlah yang mungkin lebih banyak dari ya
Sepanjang malam aku tidak bisa tidur. Kuulangi membaca halaman demi halaman diary milik Mas Yoga. Semakin bertambah hancur hatiku.Begitu licik dan penuh tipu muslihat dia mendekatiku. Dia merencanakan semuanya. Cara dia mengikutiku secara diam-diam, cara dia mulai pura-pura minta kenalan denganku. Ah, betapa bodohnya aku. Tidak curiga sedikitpun padanya.Bahkan aku begitu mempercayainya. Menerima lamarannya dengan senang hati. Bahkan aku sempat menentang Paman karena ingin menjodohkan aku dengan orang lain.Hampir delapan tahun aku hidup dalam kebohongan. Sakit sekali rasanya. Aku begitu malu pada mendiang kedua orang tuaku. Apa mereka sedih dengan apa yang sudah aku lakukan? Aku hanya mampu bergumam meminta maaf pada mendiang Ayah dan Ibu. Sekarang aku akan menuntut keadilan untuk mereka.Aku tak bisa tidur sampai pagi, saat azan subuh berkumandang aku segera sholat subuh. Berdoa untuk keselamatan mendiang kedua orang tuaku
"Kamu tidak punya perasaan, Mas! Hanya demi menghilangkan rasa bersalahmu, kamu tega membohongiku seperti ini?" isak tangisku semakin kencang. Aku sungguh tak terima semua kenyataan ini."Mas menikahi kamu juga karena mas mencintaimu, Riana! Bukan hanya karena rasa bersalah itu!" kilahnya."Kamu pembohong, Mas! Kamu memainkan semua ini dengan sebaik mungkin, apa kamu berencana selamanya untuk menutupi kebohongan itu?" tanyaku dengan suara penuh amarah."Sudah, kalian jangan bertengkar lagi! Semua sudah terjadi. Lupakan semuanya! Mulai hidup dari awal lagi!" ucap Ibu mertua berusaha menenangkanku."Tidak semudah itu melupakan semuanya, Bu! Aku tahu alasan Ibu menolak perceraian antara aku dan Mas Yoga, semua itu karena harta! Iyakan!" tatapku pada Ibu mertua.Perkataanku membuat wajah Ibu mertua merah padam. Yang ada dalam pikirannya hanyalah kekayaanku. Dia tidak pernah tulus menyayangiku sama seperti anaknya yang punya seribu muslihat di belakangk
Mas Yoga langsung di giring memasuki penjara oleh polisi tadi. Aku menatap Mas Yoga dengan perasaan campur aduk. Perasaan benci, sakit hati dan kecewa. Hampir delapan tahun aku hidup dalam kebohongan. Selama itu pula aku begitu mempercayai dan mencintainya.Tidak pernah terbersit sedikitpun dipikiranku jika dia bisa berlaku seperti ini padaku. Aku menyesali semua waktu yang pernah aku habiskan dengannya."Ayo, Riana. Polisi ingin mendengar penjelasan darimu!" ucap Mas Candra membuyarkan lamunanku.Aku mengikuti Mas Candra duduk di kursi di balik meja seorang polisi yang akan mencatat penjelasan dariku."Silahkan jelaskan semua tentang kesalahan suamimu itu!" perintah polisi itu padaku.Aku lalu menerangkan semua hal tentang kecelakaan yang dialami oleh mendiang kedua orang tuaku. Serta memperlihatkan bukti diary milik Mas Yoga."Aku ingin dia mempertanggung jawabkan semua perbuatannya pada mendiang kedua orang tuaku, Pak! Aku tidak ingin mem
Mobil Mas Candra menuju kantor polisi tempat dimana Mas Yoga di tahan. Sedangkan mobil Paman dan Bibi mengikuti dari belakang.Aku langsung turun sesaat setelah mobil Mas Candra parkir di halaman kantor polisi. Terlihat Paman dan Bibi juga ikutan keluar dari mobil mereka."Ayi kita masuk!" ajak Paman padaku dan Mas Candra. Sedangkan Bibi juga mengikuti langkah kaki Paman memasuki kantor polisi.Aku dan Bibi duduk di ruang tunggu, menanti Paman dan Mas Candra yang sedang menemui polisi untuk meminta izin agar bisa bertemu dengan Mas Yoga.Setelah menunggu cukup lama, akhirnya kami diperbolehkan bertemu dengan Mas Yoga. Itupun hanya sebentar saja. Kami memasuki ruangan yang khusus untuk menerima kunjungan.Wajah Paman masih terlihat sangat marah. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika dia bertemu dengan Mas Yoga nantinya.Mas Yoga keluar ditemani oleh seorang polisi. Melihat ada Paman dan Bibi wajah Mas Yoga langsung pucat pasi."Pam
Besok paginya, Paman dan Bibi hendak kembali ke rumahnya."Riana, kamu jangan terlalu berpikir tentang masalah Yoga. Paman yang akan mengurus semuanya. Paman juga sudah menyewa jasa pengacara untuk mengurus semua ini. Kamu hanya perlu datang ke kantor polisi, jika mereka memintamu datang untuk memberikan keterangan", Paman berbicara sambil mengusap kepalaku sebelum dia memasuki mobilnya."Iya, Nak. Kamu jangan terlalu bersedih. Ingat anak yang ada dalam kandunganmu", balas Bibi."Baik, Bi, Paman. Aku akan mendengarkan semua nasehat Paman dan Bibi", jawabku.Mereka lalu memasuki mobil dan berlalu meninggalkan rumahku. Aku kembali memasuki rumah. Semua yang Bibi dan Paman ucapkan benar. Aku tidak boleh terlalu bersedih. Memang semua ini berat, tapi aku harus bisa tegar dan kuat demi calon anakku."Bik, tolong masakin bubur kacang hijau. Aku lagi pengen itu!" ucapku pada Bik Inah sebelum pergi memasuki kamarku."Ba
Dinginnya jeruji besi penjara membuatku tersadar bahwa sekarang hidupku bukanlah siapa-siapa lagi untuk orang lain. Penyesalan akan semua yang pernah aku lakukan ternyata tidak cukup untuk menghapuskan semua kesalahanku dimasa lalu.Menikah dengan Riana berharap semua rasa bersalahku hilang untuk orang tuanya. Aku juga tak memungkiri seiring berjalannya waktu aku benar-benar menjadi tulus mencintai Riana. Setelah kedatangan Rindu, akupun menikahinya agar dia mau tutup mulut.Sekarang semuanya hancur. Dari Rindu jugalah rahasia itu terbongkar. Aku tak habis pikir dengan jalan pikirannya. Apa yang dia dapatkan dengan membongkar semua rahasia itu.Sekarang, baik Riana ataupun Rindu akan sama-sama meninggalkanku. Riana tidak akan bisa memaafkan kesalahanku sedangkan Rindu, dia juga akan pergi karena aku sudah tidak bisa dia harapkan lagi.Aku termenung sendirian di balik jeruji besi yang dingin. Apa lagi yang harus aku lakukan? Kandungan Rindu sudah men
Aku menghubungi handphone Mas Candra besok adalah sidang putusan mengenai perceraianku. Aku berharap sidang besok berjalan lancar."Mas, besok sidang terakhir perceraianku. Aku ingin menghadiri persidangan itu", ucapku pada Mas Candra saat dia menjawab panggilan telpon dariku."Baiklah, kamu bisa datang. Sidangnya sekitar jam sembilan pagi. Mau mas jemput atau langsung kesana?" tawar Mas Candra."Biar aku sendiri saja yang kesana, Mas! Mas pasti repot kalau jemput aku segala", jawabku menolak halus tawaran Mas Candra."Sampai jumpa besok ya!" balasnya. Akupun mematikan sambungan telpon dengan Mas Candra.Satu urusan hampir selesai. Aku bisa menarik nafas lega. Perceraian dan status janda sebentar lagi akan melekat padaku. Walaupun rasanya gamang menghadapi hari-hari berikutnya seorang diri, aku masih berusaha tegar.Kandunganku yang sudah menginjak bulan ketujuh membuat ruang gerakku menjadi lebih sempit. Tidak lama lagi aku akan melah