Home / Lainnya / Dimanja Sang Penguasa / 4. Buronan Polisi

Share

4. Buronan Polisi

Author: Cheezyweeze
last update Last Updated: 2025-01-16 16:13:03

Keempat anak buah pria bertato itu mengejar anak jalanan yang tadi melempari bosnya dengan batu. Sebuah balok kayu digunakan keempat anak buah si pria bertato untuk menyabet anak-anak yang memberontak. Sebagian anak lari menghindar, sebagian lagi masih kekeh dan berusaha menolong Agni.

"Cepat pergi! Jangan hiraukan aku!" Tangis Agni pecah saat mendengar rintihan dan tangisan serta teriakan kesakitan dari beberapa anak-anak jalanan.

Meskipun dipukuli ada satu orang anak yang berusaha terus memberontak. Anak itu membawa sebuah batu besar, lalu dihantamkan nya dengan kuat ke arah orang yang tengah mengganggu Agni.

Batu itu mengarah tepat di kepala si pria dan mengeluarkan darah.

"Brengsek! Anak sialan! Pukul anak itu sampai mati!" perintah pria itu.

"Jangan ... jangan sakiti dia. Aku mohon ...." Suara Agni bergetar saat mendengar teriakan dan rintihan anak jalanan yang paling tua. Anak itulah yang selalu menjadi garda terdepan untuk melindungi Agni.

"Kak Agni, maafkan aku ...," ucapnya lirih. Anak itu dipukuli secara brutal oleh anak buah si preman tersebut hingga tidak bersuara. Kepalanya remuk karena pukulan terakhir dan sebagai tanda akhir dari napasnya.

"Tidaak!" teriak Agni saat mengetahui anak itu sudah tewas. Seketika Agni berlutut dengan tangis yang semakin memuncak. Agni berusaha merangkak untuk mencari letak keberadaan tubuh yang sudah tidak bernyawa itu. Namun, aksinya dihadang oleh pria bertato dan menarik bajunya hingga robek.

"Benalu dan parasit sudah tidak ada, sayang. Sekarang waktunya bagi kita untuk bersenang-senang!" Pria bertato yang kemungkinan ketua dari preman tersebut berusaha melucuti pakaian yang dikenakan Agni. Gadis buta itu berusaha menepis dan menolak untuk menghalangi tangan si pria bertato.

Door!! Doorr!! Dooorr!!

Tiga buah peluru timah panas melesat ke arah pria bertato itu. Dua peluru bersarang di dadanya dan satu peluru besarang di kepalanya. Aksi bejat pria brengsek itu terhenti. Dengan kedua mata masih melotot, pria itu jatuh terkapar dan langsung tewas di tempat. Saat mengetahui sang ketua telat mati di tempat, keempat anak buah pria itu segera lari menyelamatkan diri karena ketakutan mengetahui kedatangan orang-orang yang memegang senjata api di sekitar sana.

"Aku ingin mereka berempat mati dan bawa kepala mereka padaku!" ucap salah seorang pria di antara mereka yang merupakan pentolan kelompok tersebut.

Mendengar perintah sang ketua, beberapa anak buah menganggukkan kepala dan langsung berlari mengejar keempat preman itu. Di sisi lain, Agni dengan tangis yang cukup pilu masih mencoba meraba dan mencari jasad anak jalanan yang berusaha menolongnya tadi. Agni tidak sadar jika seorang pria dengan tatapan tajam mematikan sedang memperhatikannya.

Agni terus memanggil namanya hanya untuk memastikan apakah anak itu masih hidup atau tidak. Suara tangis Agni yang begitu pilu dan menyayat hati membuat pria berwajah tegas menghela napas, "Anak itu sudah tewas," ucapnya yang sedari tadi memperhatikan gadis buta yang berparas cantik dengan banyak bercak darah di wajahnya. 

Agni seketika terdiam dengan kenyataan yang harus dia terima, akan tetapi tiba-tiba tangisnya memecahkan suasana yang beberapa saat hening. Dengan sangat frustrasi Agni terus mencari jasadnya hingga beberapa saat Agni telah menemukan jasad anak tersebut. Kepalanya remuk dan badannya penuh dengan luka serta bau amis darah.

Saat anak buahnya datang membawa empat kepala preman itu pada tuannya. Sang tuan menggerakkan tangan kanannya, "Tinggalkan kami berdua dan taruh kepala itu di tanah!" pinta pria itu.

"Tapi, Tuan Yosua——ini sangat berbahaya jika anda berlama-lama di sini," ucapnya lirih seorang anak buahnya. Pria itu melirik tajam pada anak buahnya. Melihat respons dari sang tuan, semua anak buahnya menunduk patuh dan segera pergi meninggalkannya bersama dengan gadis buta itu.

Pria itu melangkah pelan dan perlahan menghampiri Agni yang sedang menangis tersedu di sisi jasad seorang anak. Pria itu mengeluarkan sapu tangan dari dalam saku jasnya untuk menghapus air matanya

"Andai anda tidak datang terlambat, pasti dia masih hidup dan aku masih bisa mendengarkan suaranya," ujar Agni sembari menyentuh tangan halus yang saat itu hendak menghapus air matanya. Sentuhan tangan Agni membuat pria itu diam seasaat, dia mencoba merasakan luka yan sedang dirasakan gadis itu, "Aku berhutang budi untuk kedua kalinya padamu, tuan. Terima kasih," ucap Agni lirih. Meraba dan menggenggam erat tangan pria itu. Sentuhan halus tangan milik Yosua Aksara terpana dan diam memperhatikan Agni yang sedang bersedih.

"Aku minta maaf, karena terlambat datang," ujarnya dengan nada lembut. 

Saat momen sedang syahdu bercampur sedih, ada suara langkah kaki yang mendekati tempat tersebut. Insting pria tersebut sangat peka dan dengan reflek pria itu melepaskan genggaman tangan Agni dan segera berlari pergi meninggalkannya tanpa pamit. Agni yang bingung dan kaget mencoba meraba tempat di sekitarnya, walaupun dia sadar jika pria itu sudah pergi jauh.

"Sial! Kita kehilangan jejaknya lagi. Cepat cari Yosua di sekitar sini. Pasti dia belum pergi jauh dari tempat ini," seru seorang pria dengan senjata api di genggamannya. Melihat Agni ada di tempat kejadian, dia langsung mengintrogasinya, "Agni, apa yang kau lakukan di sini? Apa yang baru saja terjadi? Bisa kau berikan keterangan padaku dengan jelas!"

"Bagaimana bisa kau menanyai wanita buta sepertiku? Aku hanya tahu anak ini telah terbunuh dan pelaku pembunuhnya yang juga hampir memperkosaku telah ditembak oleh pria yang tidak kukenal," jelas Agni dengan tenang tapi suara sedikit bergetar.

"Tuan Reynar, aku menemukan empat mayat tanpa kepala di sekitar sana," kecoh seorang petugas kepolisian.

"Tidak perlu diragukan lagi jika si brengsek itu masih suka bermain-main dengan polisi!" Reynar mengepalkan kedua telapak tangannya.

Reynar pun menyuruh anak buahnya untuk membereskan tempat kejadian perkara dan mengurus beberapa mayat untuk segera dikubur. Agni duduk di mobil Reynar dengan wajah yang cukup nelangsa dan hati yang begitu sakit mengingat orang-orang yang dia sayangi telah pergi meniggalkannya. Reynar hanya melirik Agni dan berniat mengantar Agni pulang setelah itu dia akan melanjutkan tugasnya sebagai polisi.

Setelah sampai di rumah, Agni menolak untuk diantarkan ke dalam rumah oleh Reynar. Entah kenapa dia sepertinya sedang kesal dengan Reynar. Agni tidak mengucapkan sepatah kata apapun sejak dalam perjalanan dan sampai ke rumah.

"Tidak perlu mengantarku sampai ke dalam rumah. Aku bisa berjalan sendiri ke sana," tolak Agni yang menepis tangan Reynar. Reynar hanya menghela napas dan tetap berdiri di sana untuk memantau Agni dan memastikan jika dia sudah masuk ke dalam rumahnya. Barulah dia bisa bernapas lega dan kembali ke kantor.

Saat hendak masuk ke dalam mobilnya, Reynar mendongakkan kepalanya dan menatap jendela rumah Agni. Sesaat lampu menyala menandakan si pemilik rumah tersebut sudah masuk ke dalam rumah. Reynar pun masuk ke dalam mobil dan kembali ke markas.

Beberapa kali Reynar menarik napas dan mengembuskan dengan kasar. Reynar seperti sedang menahan amarah yang sudah memuncak hingga akhirnya dia menepikan mobilnya dan berteriak kencang serta memukul setir mobilnya beberapa kali.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dimanja Sang Penguasa   41. Kecolongan

    Keduanya pria tampan itu tidak percaya dengan apa yang mereka lihat dalam rekaman CCTV itu."Hentikan! Tolong perbesar!" perintah Cakra. Perawat itu menekan tanda stop dan memperbesar.Gambar memang terlihat pecah dan terlihat tidak begitu jelas. Namun, mereka sudah bisa memastikannya."Kau yakin?""Aku tidak begitu yakin, tapi ini sungguh  nyata,""Bagaimana jika kita memeriksanya?"Keduanya bergegas menuju kamar autopsi, akan tetapi kamar itu terkunci. Cakra mencoba membukanya dengan menggerakkan gagang pintu.Perlahan pintu terbuka dan beberapa perawat wanita keluar dari sana. Saat Cakra hendak masuk, salah seorang perawat melarangnya."Maaf, tuan. Di dalam sedang ada proses autopsi. Apakah anda keluarga dari korban?" Tanpa basa-basi Cakra mengeluarkan kartu tanda pengenalnya, begitu pula dengan Reynar. Perawat itu pun tidak berkomentar.Saat Cakra masuk ke dalam, dia tidak menemukan jasad

  • Dimanja Sang Penguasa   40. Saudara Kembar

    Kematian Bhanu menyisakan duka bagi orang-orang terdekatnya. Kematian yang cukup tragis itu membuat salah seorang dari keluarga Bhanu menyimpan dendam yang teramat sangat. Bahkan dia bersumpah akan mencari si pelaku pembunuhan Sang Kakak dan dia akan membunuhnya dengan tangannya sendiri. Tidak banyak orang yang tahu jika Bhanu mempunyai saudara kembar. Bhani Putranto adalah adik kembar dari Bhanu. Saat mendengarkan berita kematian itu, tentu saja menjadi pukulan terberat untuk Bhani. Walaupun bisa dibilang Bhani tidak begitu akrab dengan Bhanu, tapi yang namanya Saudara kandung tetap saja merasakan kesedihan. Hari itu juga pria bermata sipit dan mempunyai bibir yang tebal telah mempersiapkan segalanya untuk perjalanannya ke ibukota. Semuanya dia siapkan dengan matang. Tidak lupa, dia pun mengajak beberapa anak buah kepercayaannya. Sedangkan tempat lain di waktu yang sama seorang wanita yang seharian dia tidak keluar sama sekali dari tempat persembunyiannya. Wanita itu duduk di p

  • Dimanja Sang Penguasa   39. Berita Kematian Bhanu

    Cakra hanya menebak saja, tapi dia belum bisa memastikan, karena bukti tidak jelas. Pria itu masih mengecek beberapa foto. Mengangkat tangannya dan mengelus-elus dagunya."Bangunan itu ada CCTV-nya atau tidak?" Dalam otak Cakra justru dia malah ingin kembali ke gedung itu untuk memeriksa keadaan.Padahal dia sendiri yang membuat pertemuan mereka di gedung itu. Namun, dia tidak mengira jika kejadiannya akan melenceng dari rencananya.Saat Cakra sedang fokus, tiba-tiba ponselnya berdering. Lantas pria itu menjawab panggilan tersebut.Ketika menerima panggilan itu, kepalanya tampak manggut-manggut tanda dia sedang mendengarkan sesuatu dari seberang sana."Baiklah. Aku akan segera ke sana." Cakra langsung menutup teleponnya.Tanpa pikir panjang, Cakra langsung pergi ke sana. Tentunya jika dalam hal yang satu itu, Cakra tidak akan pernah melewatkannya.Setibanya di rumah sakit, Cakra langsung masuk ke sebuah ruangan yang di sana terbaring mayat Bhanu.Ya, mayat Bhanu belum dikuburkan secar

  • Dimanja Sang Penguasa   38. Sakit Hati Reynar

    Cakra duduk sambil menyandarkan kepalanya pada dinding. Sedangkan kedua kakinya terangkat lurus sambil menyilang di atas meja. "Berapa lama lagi dia akan sampai?" gerutu Cakra. Beberapa menit setelah itu, terdengar suara mobil yang berhenti di depan. "Aku rasa dia sudah sampai," sambungnya.Reynar melangkah menghampiri Cakra yang sedang duduk menyandar. Cakra menatap Reynar yang terlihat pucat. Pria itu bangkit dan menarik napas.Saat Cakra berdiri, justru Reynar yang duduk. Cakra berdecak, "Kau sungguh terlihat sangat frustrasi. Apakah kau benar-benar sedang patah hati?" sindirnya."Jangan mengajakku ribut. Aku sedang tidak mood untuk bertengkar. Hari ini aku benar-benar ingin beristirahat," keluh Reynar."Lalu untuk apa kau ke sini?"Reynar langsung melotot pada Cakra. Mungkin dia sedang berpikir, pria macam apa yang sedang berdiri di depannya itu."Oke ... oke, tenang. Aku tahu kau mungkin sedang banyak pikiran. Apa kau ingin minum secangkir kopi?" tawar Cakra.Sejujurnya Reynar

  • Dimanja Sang Penguasa   37. Penyesalan Yosua

    Sementara pihak polisi termasuk Reynar dan Cakra sedang mengevakuasi jasad Bhanu, sedangkan Yosua yang membawa Agni ke rumah sakit. Agni masih di bawah pengaruh obat tidur, dia baru bangun setelah 2 jam kejadian mengerikan tadi berlangsung. Matanya terbuka perlahan, Dia terlihat bingung mendengar suara perawat yang lalu lalang di sekitar sana. "Agni, kau sudah bangun?" Yosua tersenyum saat melihat wanitanya sadar. Pria itu langsung menggenggam erat tangan Agni, akan tetapi dilepas begitu saja. "Kau membawaku ke sini?" "Iya," Agni pun membuka selimut yang membalut tubuhnya, akan tetapi dia baru sadar jika ada selang infus di tangannya. "Agni, aku akan menyerahkan diri kepada polisi atas kejadian di masa silam," ujar Yosua lirih. Obrolan pembukaan itu membuat Agni terdiam seketika dengan pandangan mata yang kosong. "Aku sudah sadar itu sudah lama, akan tetapi aku memilih diam karena takut kehilanganmu. Aku benar-benar seorang pecundang," lanjutnya sambil menunduk menunjukkan rasa p

  • Dimanja Sang Penguasa   36. Bhanu Telah Tewas

    Agni ternyata diculik oleh Anya untuk dibawa pada Bhanu. Dua orang itu memang punya dendam tersendiri pada Agni, padahal dia adalah wanita tunanetra. Rupanya Bhanu dendam karena Agni pernah melukai matanya. Sedangkan Anya dendam karena faktor cemburu. Sungguh ironis."Rupanya rasa cintamu pada si bodoh itu membuatmu menjadi seorang psikopat," cicit Bhanu."Aku yakin, kau bahkan lebih sadis dariku," bantah Anya sambil tersenyum.Sebelum mengeksekusi Agni, keduanya pun sempat melakukan hubungan badan singkat selama 15 menit di ruangan tempat Agni di sekap. Keduanya pun terlihat menikmatinya hubungan intim itu, sebelum berpesta untuk menyiksa lalu membunuh korbannya. Sementara sepanjang berhubungan intim, Bhanu tidak bisa mengalihkan pandangannya dari wajah Agni yang terlihat sangat cantik di bawah cahaya lampu. Hal itu sungguh membuat Anya terlihat kesal dan jengkel.Rupanya meskipun dendam, Bhanu masih memiliki hasrat untuk memiliki wanit

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status