Sementara itu, Selir Agung Lyrienne—yang sejak awal memilih tinggal di dunia atas untuk menjaga perbatasan—menerima utusan rahasia dari istana. Seorang perwakilan Dewan Kegelapan datang menemuinya dengan dalih ingin berdiskusi mengenai “keseimbangan dan suksesi”.Mereka berpikir, Lyrienne selir agung yang haus akan kekuasaan serta validasi. Meskipun dia mulai jatuh cinta pada kaisar tapi dia sangat menjunjung tinggi integritasnya sebagai penjaga dunia atas. Jadi, Lord Ferum salah jika berpikir dia bisa mengimingi Lyrienne dengan gelar agung ‘Ratu’.“Dengan kembalinya Ratu Arcelia, ada kekhawatiran akan ketidakstabilan di kalangan bangsawan, Selir Agung. Anda adalah satu-satunya sosok yang kami nilai pantas untuk... menjaga keseimbangan jika terjadi hal-hal tak terduga,” kata utusan itu, berhati-hati.Lyrienne menatap pria itu dengan dingin. Meskipun raut wajahnya tenang, tatapannya mengeras.“Apakah ini berarti kalian ingin aku menggantikan Ratu?”Utusan itu menggeleng cepat. “Bukan b
Cahaya merah lembut dari kristal lava yang menggantung di langit-langit aula memantul di meja panjang penuh hidangan. Aroma daging panggang bercampur dengan rempah-rempah dari Dunia Bawah memenuhi ruangan. Para pangeran telah duduk di tempat masing-masing, mengenakan jubah kebesaran mereka dengan warna khas tiap klan asal.Pertemuan ini adalah kebiasaan berkala yang diatur oleh Kaelthor, Pangeran Naga Emas, agar darah-darah kerajaan tetap menjalin ikatan. Namun pagi ini terasa berbeda. Tegangan halus menyelip di balik candaan dan senyum basa-basi.Kaelthor, dengan aura tenang dan wibawa yang sudah seperti ayah bagi adik-adiknya, menyisip teh hitam dari Dunia Tengah, lalu menatap satu per satu wajah para pangeran.“Kita tidak sedang dalam masa damai seperti yang kalian kira,” katanya pelan namun tegas. “Elder Daemons sedang bergerak. Mereka bukan datang menghancurkan dari luar… tapi dari dalam.”Beberapa pangeran tampak saling pandang. Kaelthor melanjutkan, nadanya lebih dalam.“Mereka
Terukir lengkungan indah di bibir mereka yang menjadi simbol cinta dan kerinduan, bukan sekedar hasrat.“Aku akan memastikan kamu tidak pernah bisa pergi dariku lagi,” ucap Azrael rendah, dalam, menggetarkan udara di antara mereka. “Kalau perlu, aku akan mengikatmu dengan rantai cinta yang hanya bisa kulihat dan kusentuh.”Arcelia tersenyum lembut, senyum yang hanya ditujukan untuk Azrael.“Aku tidak akan pergi lagi. Tapi… jangan paksa aku untuk diam. Aku akan tetap menjadi diriku.”Azrael mengangguk, lalu tanpa berkata-kata, ia mengangkat tubuh Arcelia dalam gendongannya. Dibawanya sang Ratu menuju tempat tidur besar di tengah ruangan—ranjang dengan tirai kelambu keperakan dan ukiran iblis kuno.Namun malam itu tak ada iblis. Hanya suami dan istri yang saling merindukan.Azrael membaringkannya hati-hati, seolah ia adalah porselen paling rapuh. Tapi begitu tubuhnya berada di atas Arcelia, dominasi khas Kaisar mulai terasa. Satu tangannya menahan tubuhnya agar tidak membebani sang Ratu
Senja menyelimuti langit Dunia Bawah dengan cahaya oranye keemasan yang memantul melalui dinding kaca kristal di paviliun pribadi sang Ratu. Setelah hari yang panjang, setelah pertemuan yang mengubah segalanya, Azrael memilih untuk tak membawa Arcelia langsung ke hadapan dewan. Ia ingin waktu sejenak—hanya mereka berdua—untuk meneguhkan kembali yang pernah goyah.Azrael masih belum tahu tentang kehamilan Arceli karena dia sengaja tak memberitahukannya, dia ingin nanti menjadikannya kejutan.Apalagi saat mendengar kalau dunia iblis sedang bergejolak, dia ingin permasalahan selesai terlebih dahulu untuk kemudian dia memberitahukan kabar gembira ini.Arcelia melangkah masuk lebih dulu. Aroma kamar yang familiar menyambutnya. Saat matanya menyapu ruangan, ia melihat sebuah jubah hitam bersulam benang emas tergeletak di meja sulamnya. Separuh motif di bagian dada belum selesai.Dia ingat, dia menaruhnya sebelum dia pergi dan terjebak di Aeloria Lumira. Kemudian ia berjalan ke arahnya, men
Ketika napas mereka saling menyatu dan dunia terasa tak lagi nyata, langit di atas mereka berubah.Awan hitam yang menggantung sepanjang malam perlahan terbelah, dan dari celahnya, turun sinar ungu keemasan yang memancar tepat ke tempat mereka berdua terbaring. Seolah semesta mengakui ikatan itu—bukan sekadar cinta, melainkan penyatuan dua kekuatan purba yang ditakdirkan menjaga keseimbangan dunia.Angin berputar pelan, membawa bisikan-bisikan roh leluhur yang selama ini tersembunyi di balik tirai waktu. Mereka berbisik dalam bahasa kuno, doa-doa suci yang hanya bisa dimengerti oleh jiwa yang telah melewati ujian besar.“Darah iblis dan darah cahaya... telah menyatu dalam cinta sejati…”“Ratu telah kembali pada tempatnya…”“Penyeimbang telah bangkit…”Dalam pelukan Azrael, tubuh Arcelia memancarkan cahaya samar—warna perak bercampur merah darah. Mata Azrael menatapnya, takjub, seolah melihat kelahiran dunia baru. Ia tahu… kekuatan itu bukan hanya milik Arcelia lagi. Tapi milik mereka
Arcelia memindai tubuh tinggi dan tegap suaminya yang penuh luka. Sosok pemimpin agung yang dikenal tak terkalahkan kini berdiri di hadapannya dengan pakaian koyak dan darah mengering di beberapa bagian tubuhnya. Bagaimana bisa dia sampai seperti ini?"Duduklah, Kaisar… biarkan aku menyembuhkan luka-lukamu. Jangan kembali ke istana dalam keadaan seperti ini. Apa kata para iblis di istana jika melihatmu?" ucap Arcelia, suaranya lembut namun penuh kecemasan.Azrael hanya menatapnya, tak bisa menyembunyikan euforia di dalam dadanya. Permaisurinya… selamat. Ia ingin bertanya: Kemana kau pergi? Mengapa meninggalkanku? Apa yang terjadi? Tapi Arcelia tak memberinya kesempatan. Perhatiannya sepenuhnya tertuju pada luka-luka Azrael, bukan penjelasan panjang.Saat Azrael duduk bersila di atas batu hitam, Arcelia ikut duduk di hadapannya. Ia memejamkan mata, mengangkat kedua telapak tangannya perlahan, lalu mulai merapal mantra dalam bisikan. Gerakan tangannya memutar anggun di udara, membentuk