jangan lupa tinggalkan komen buat undian GA di bab 200. jangan salah ya geng di bab 200. 😘😘
Lily kaget dan tak menyangka Arsen akan menciumnya di ruang publik seperti ini. Beruntungnya hanya beberapa orang yang melihat Arsen menciumnya tadi. Mereka juga pasti tidak akan berani menggunjingkan pemilik perusahaan. "Masih marah?" Arsen bertanya ke Lily seolah tidak melakukan apa-apa. Lily hanya diam mengaduk-aduk makanannya. Dia melihat Thomas masuk kembali ke kantin lalu memberitahu Arsen. "Thomas sepertinya punya informasi penting untukmu, aku sudah selesai makan." Lily merapikan alat makannya lalu berdiri. Sambil membawa nampan. Dia memandang Thomas seolah memersilahkan pria itu duduk di mejanya. Arsen menyandarkan punggung dengan kasar melihat Lily masih saja marah. Dia tidak mencegah istrinya itu pergi dan membiarkan Thomas duduk di tempat Lily yang tadi berada di depannya. "Apa istri Anda masih marah?" Thomas bertanya dengan sangat hati-hati. Takut jika Arsen tersinggung. "Aku bingung harus apa lagi," kata Arsen. "Dia semakin menggemaskan saat marah, aku ingin me
Lily bergeming dan hanya menatap wajah Arsen.“Sudahlah, kamu pasti banyak pekerjaan. Aku mau keluar,” ucap Lily memberontak sambil berusaha mendorong Arsen agar melepaskan dirinya.Bukannya melepas, Arsen malah menyentuhkan bibir mereka, lalu melumat bibir Lily sedikit kasar.Lily memberontak, dia terus berusaha mendorong tubuh Arsen bahkan sampai memukul dada suaminya.Saat berhasil terlepas. Lily menatap kesal dan langsung keluar dari lift yang baru saja terbuka di lantai entah berapa Lily tak tahu.Arsen membiarkan Lily keluar begitu saja, bahkan dia hanya diam memandang punggung Lily sampai pintu lift kembali tertutup, tanpa ada niatan untuk mengejar istrinya itu.Lily tidak peduli dirinya sedang berada di lantai berapa dan memilih pergi ke balkon. Dia berdiam diri sejenak di sana untuk mencari udara untuk sedikit melonggarkan dadanya yang terasa sesak.Lily begitu kesal, bahkan sampai tak sadar jika menitikkan air mata.“Dia sepertinya memang benar-benar masih mencintai Hana, sa
Thomas akhirnya pergi menemui Lily di ruang divisi pemasaran. Dia menyapa staf yang sudah datang, lantas segera menghampiri Lily sambil menenteng tas kertas berisi makanan. “Belum sarapan ‘kan?” tanya Thomas. Lily menghentikan gerakan tangannya yang bergerak di atas keyboard, dia menoleh dan melihat Thomas berjalan menghampirinya. “Sarapan untukmu,” kata Thomas sambil mengulurkan makanan yang dibawanya. “Terima kasih, sudah aku bilang tidak usah repot-repot.” Lily mengambil pemberian Thomas itu, lalu menyadari jika Thomas masih diam menatapnya. “Kamu tidak mau pergi dari sini?” tanya Lily keheranan. “Apa kamu benar-benar tidak mau mengorek informasi soal Pak Arsen dan mantannya?” Thomas balik bertanya. “Ayolah, tanya apapun padaku,”imbuhnya. Raut wajah Lily berubah kesal, lalu membalas, “Aku tidak kepo.” “Ya sudah kalau bagitu,” ucap Thomas lalu putar badan untuk pergi dari sana. “Tunggu!” Lily mencegah Thomas melangkahkan kaki. Thomas kembali memutar tumit, lalu
Lily tak bertanya apapun ke Arsen. Dia cukup paham maksud penjelasan Thomas. Dia melihat Arsen meletakkan ponsel ke nakas setelah mematikan panggilan Thomas. Lily merasa sedikit canggung, dia tidak ingin ikut campur atau berkomentar meski mendengar jelas bahwa kemungkinan Arya diperalat oleh ayah dari wanita yang pernah singgah di hati Arsen. Politik itu kejam. Mungkin Arya sedang membayar mahal untuk keputusannya bermain-main. "Tidurlah, ini sudah malam," kata Arsen. Lily mengangguk pelan lantas berbaring. Dia mencoba memejamkan mata saat Arsen merengkuh tubuhnya. Akan tetapi rasanya ada yang mengganjal di dada. "Apa mungkin dulu kamu putus dengan wanita itu karena paman Arya? Kapan kamu berpacaran dengannya? Apa kalian sudah punya rencana menikah? Kamu pasti sangat mencintainya? Apa dia cinta pertamamu?" Semua pertanyaan itu meluncur dari bibir Lily tanpa terkendali. Namun, dia harus menelan rasa kecewa karena Arsen tak langsung merespon pertanyaannya. Lily menj
Arsen segera pergi meninggalkan Lily. Dia melajukan mobilnya menuju perusahaan Arya. Saat sampai di sana, Arya ternyata mengajak Arsen bicara empat mata di rooftop. Hari sudah gelap, Arsen berjalan menuju pagar pembatas. Dia menengok ke bawah sebelum menatap pada Arya. “Apa kamu berniat membunuhku di sini?” tanya Arsen dengan nada sindiran. Arya tertawa lepas. “Apa kamu bercanda? Terlalu mencolok jika aku melakukannya di sini, karena aku pasti akan langsung menjadi tersangka utama,” balas Arya. Arsen tersenyum mencibir, tidak menyangka Arya masih bisa berbicara setenang ini. “Kamu tahu, memiliki saudara sepertimu adalah aib bagiku dan keluarga Luis. Aku tidak habis pikir, kenapa Kakek masih peduli padamu,” ucap Arya mulai menjelek-jelekkan Arsen. “Ibumu hanya wanita tak berguna yang merusak rumah tangga orang lain, seharusnya Kakek tidak pernah mengasihanimu,” ucap Arya lagi. Arsen mengepalkan kedua telapak tangannya di samping tubuh. Dia mencoba tenang sebelum membalikkan uca
Lily mengangguk. Untuk saat ini dia hanya bisa mempercayakan semuanya pada Arsen.Setelah selesai bersiap, mereka akhirnya pergi ke rumah sakit untuk memeriksakan kandungan Lily.Arsen sangat cemas karena Lily tadi berlari kencang, perut istrinya itu sudah pasti terguncang.Sepanjang perjalanan, Arsen terus menempatkan tangannya di atas perut Lily. Dia merasa bersalah, hampir setiap menit Arsen menoleh istrinya itu, hingga Lily memintanya untuk fokus ke depan.“Bahaya kalau kamu terus saja menoleh begini, bagaimana kalau tiba-tiba ada kendaraan muncul di depanmu,” kata Lily.Arsen hanya tersenyum. Jantungnya hampir melompat keluar tadi saat Lily marah dan mendiamkannya.Setengah jam kemudian, mereka sampai di rumah sakit yang sama seperti yang mereka datangi pagi tadi.Arsen menggunakan fasilitas yang dia miliki di rumah sakit itu, sehingga Lily tidak perlu mengantri agar bisa bertemu dengan dokter kandungan.Saat pemeriksaan, Lily terlihat lega karena tidak ada hal buruk yang terjadi