like 👇
Lily menghela napas pelan. “Aku di kamar saja baru saja menidurkan Audrey, lalu menerima panggilan dari Bibi Jess. “Bibi, Jess? Apa ada masalah di mansion?” tanya Arsen dari seberang panggilan. Lily mengangguk kecil lalu menjawab, “Iya.” “Bibi Jess minta izin agar putrinya bisa tinggal sementara di mansion. Ella mengalami KDRT dari suaminya dan sekarang Bibi Jess juga butuh uang untuk menebus sertifikat rumah yang digadaikan menantunya.” “Jadi seperti itu. Baiklah, kita bahas nanti kalau aku sudah pulang.” Lily mengangguk lagi meski Arsen tak melihat. “Tapi aku heran, Ars,” kata Lily. “Heran kenapa?” “Kenapa aku merasa kalau Bibi Jess terkesan tidak sayang pada Ella. Bahkan tadi dia bilang sempat mengusir Ella dan bahkan berkata kalau dia tak mau ikut campur urusan rumah tangga Ella,” jawab Lily menjelaskan. “Mungkin Bibi Jess sudah lelah.” Kening Lily berkerut. “Maksudnya?” “Ella itu sangat manja, bahkan memaksa kuliah di kampus terbaik meski sudah dijelaskan kalau Bibi J
Bibi Jess memapah Ella dibantu pelayan menuju kamarnya. Mereka pelan-pelan melangkah, lalu membantu Ella duduk. "Aku ambilkan minum dulu," kata Hera lalu melangkah keluar dari kamar. Begitu sampai di luar, Hera mengeluarkan ponsel lebih dulu, kemudian menghubungi dokter untuk datang. Setelahnya Hera pergi ke dapur menggambil air minum. Di kamar, Bibi Jess terus menenangkan Ella, dia menatap sendu sambil sesekali merapikan rambut Ella. Hera datang membawa air minum. Dia meletakkan gelas di atas nakas, lalu berdiri di samping ranjang. "Aku sudah memanggil dokter untuk memeriksanya dan memastikan kondisinya Bi," kata Hera. Bibi Jess menoleh pada Hera, lalu mengangguk lemah. Tak lama kemudian, dokter datang dan langsung memeriksa kondisi Ella. Bibi Jess berdiri di belakang dokter dengan raut wajah cemas, bahkan dia terus meremat jemarinya. “Bagaimana kondisi anak saya, Dok?” tanya Bibi Jess. Dokter melipat stetoskop yang baru saja dilepas sambil membalikkan badan ke arah Bibi J
Thomas pergi ke kamar Arsen setelah mendapatkan tanda tangan Wira. Dia tak menyangka Arsen akan menggelontorkan uang miliaran hanya untuk membuat Wira tak lagi berurusan dengan harta Arman. Thomas mengetuk pintu dan tak lama Arsen membukanya. “Pak Wira sudah tanda tangan,” kata Thomas seraya menyodorkan berkas yang dia bawa. Arsen menerimanya lalu berjalan menuju sofa. Thomas menutup pintu kamar itu kemudian mengikuti Arsen dari belakang. Dia mengangguk saat Arsen menunjuk sofa di depannya menggunakan dagu. “Sejak bertemu dengannya, aku tahu kalau dia sebanarnya bukan pria rakus,” kata Arsen. “Lima miliar mungkin dia tidak pernah membayangkan bisa mendapatkannya secara cuma-cuma." Thomas mengangguk setuju. “Tapi, harta Pak Arman lebih dari itu,” balasnya. “Menurutmu dia bisa dengan bebas menikmati harta itu?” tanya Arsen seraya menatap pada Thomas. “Mustahil!” tegasnya. “Hidupnya tidak akan tenang, dia akan dihantui ketakutan karena memakai warisan Arman yang bukan h
Dua jam kemudian Arsen duduk menyilangkan kaki di restoran hotel tempatnya menginap. Di depannya Wira yang baru saja datang tampak diam. Ternyata ancaman Arsen berhasil. “Tidak aku sangka, ternyata kamu punya mantan atasan yang sangat kejam,” sinis Arsen membuka pembicaraan. Wira hanya diam. Ternyata mendapatkan harta Arman tak semudah yang dia sangka. Arsen baru saja mengancamnya. Dia akan menuntut Wira dengan penggelapan jika sampai tak mengabulkan wasiat Arman yang ingin memberikan seluruh hartanya ke yayasan. “Apa yang Anda inginkan?” tanya Wira. “Aku ingin tahu sejauh apa kamu terlibat dalam rencana pembunuhan istri dan anakku,” balas Arsen. “Aku punya bukti aliran dana ke rekening Juna, apa kamu pikir semua itu tidak bisa ditelusuri?” Arsen tersenyum miring. “Lebih baik kamu jujur,” imbuh Arsen. “Saya sama sekali tidak tahu arah pembicaraan ini,” kata Wira. “ Sa … “ “Jika kamu membantu Juna bukankah artinya kamu kaki tangan pembunuh?” potong Arsen cepat.
Di sela kesibukannya merawat Audrey. Lily masih sempat menanyakan soal pekerjaan ke Dini.Hingga sore hari, Dini sengaja datang ke rumah Adhitama untuk bertemu dengan Lily.Dini sengaja meminjam baju Lily, meminta izin ikut mandi di sana supaya tubuhnya bersih agar dirinya bisa dekat-dekat dengan Audrey.Lily dan Dini berada di atas ranjang kamar Lily. Mereka berbincang masalah pekerjaan sambil sesekali mengajak Audrey bercanda.“Dia benar-benar cantik, bisakah aku punya bayi lucu seperti ini?” tanya Dini.Dia menyematkan jari telunjuknya agar Audrey menggenggamnya, dan setelah bayi itu melakukan apa yang dia inginkan, Dini pun tersenyum senang.Lily tersenyum melihat tingkah Dini.“Bisa kenapa tidak?” balas Lily.“Aku jarang berpacaran, sekalinya punya pacar malah seperti Juna yang jahatnya melebihi setan,” ucap Dini. Bola matanya melebar saat menyadari dirinya sudah lepas berbicara.“Pura-pura saja kamu tidak mendengar ucapan onty, oke!” ucap Dini ke Audrey.Lily tertawa mendengar u
Meski tidak bisa berdiri dan berjalan, Lily tetap menyiapkan keperluan Arsen selama di Jogja dibantu oleh pelayan rumah Risha. Sesekali Lily menoleh ke Arsen yang sedang menggendong Audrey. Suaminya itu sudah rapi mengenakan kemeja berwarna putih. “Berikan ini ke Tuan Arsen,” kata Lily ke pelayan. Dia mengulurkan bedong milik Audrey semalam sebelum dicuci. “Aku takut dia muntah dan malah mengotori bajumu,” ucap Lily saat melihat Arsen menolak kain yang pelayan ulurkan. “Tidurkan saja dia boksnya, aku yakin Thomas sudah menunggumu sejak tadi di luar.” Lily memutar roda kursinya menghadap ke Arsen. “Kopermu sudah siap,”imbuhnya. Arsen berjalan ke arah baby box Audrey, dia mencium pipi dan kening lalu menidurkan putri kecilnya itu. “Apa Audrey saja yang dapat ciuman?” tanya Lily dengan nada manja. Arsen menoleh dan tersenyum, dia mendekat ke Lily lalu memberikan kecupan di puncak kepala wanita itu sebelum beralih ke pipi dan bibir Lily. “Mau aku bawakan apa?” tanya Arsen.