“Ma, aku ijin ke pengajian dulu ya terus mau jemput Syafia,” pamitku kepada mama dan ibu mertuaku. Seperti biasa sebelum menjemput Syafia dari sekolah aku mampir ke pengajian di masjid.
Selesai pengajian, setelah ibu-ibu lain meninggalkan masjid, aku menghampiri Bu ustadzah Hilya dan meminta sedikit waktu nya untuk bertanya secara pribadi.
“Bu, tentang materi yang baru saja ibu sampaikan mengenai keutamaan istri shalihah, sebenarnya saya ingin bertanya namun khawatir tidak bisa mengendalikan emosi saya ketika bertanya jadi saya menunggu ibu-ibu yang lain pulang untuk menanyakan hal ini secara pribadi,bolehkah?” tanyaku pada Bu ustadzah Hilya
“Iya silahkan,” jawabnya sambil tersenyum.
“Begini bu, apakah boleh seorang istri meminta talak atau ingin bercerai dari suaminya dengan alasan tak ingin dipoligami?” tanyaku, aku yakin Bu ustadzah Hilya paham arah pembicaraanku.
“Astagfirullahaladzim, maaf
“Assalamualaikum....,” salam suamiku sambil membuka pintu dan masuk rumah.“Waalaikumsalam,” aku, mama dan ibu mertuaku kompak membalas salam.Aku menghampiri suamiku, mencium tangannya dan mengambil tas nya lalu menyimpan di tempatnya. Suamiku menghampiri dan mencium tangan ibu nya dan mamaku.“Mau aku bikinin kopi atau teh?” tawarku pada suamiku“Teh aja,” jawabnya singkat.“Ma, aku dikamar ya,” ijin suamiku pada ibu nya dan mamaku.Mamaku memalingkan wajah nya berpura-pura tidak mendengar sedangkan ibu mertua ku hanya mengangguk acuh.“Aduh besan maaf ya, saya koq masih kesel aja sama Dhoni, bawaannya pengen ngambek mulu,” ujar mamaku kepada ibu mertuaku karena merasa tidak enak dengan sikapnya terhadap suamiku.“Ga apa-apa besan, saya juga masih mbatin koq, pengen ngedumel juga rasanya, sebel!” Ujar ibu mertua ku seiya sekata dengan mama ku.
Setelah kejadian tadi malam, aku jadi lebih banyak diam.Malu kepada mama dan ibu mertuaku karna aku bersikap tantrum, malu kepada suamiku karena tidak mampu menyembunyikan masalah kami di depan orangtua kami. Aku tak ingin membebani orangtua dan mertua ku dengan masalah yang sedang aku hadapi saat ini, sudut pandang dan cara mereka membantu menyelesaikan masalah pun berbeda dengan ku, aku khawatir mereka terjerumus pada kesyirikan jika lebih memilih percaya pada orang pintar atau sejenisnya, dan aku takut akan mengikuti jejak mereka untuk lebih mempercayai hal mistis dibanding dengan logika. Aku sering merenung dan menilai diriku sendiri, meskipun suamiku tak menjabarkan tentang kekuranganku, aku berusaha mencari sisi lain dari diriku yang mungkin tidak disukai oleh suamiku, aku pun banyak membaca artikel tentang pernikahan, perceraian dan poligami. Aku ingin mengambil pelajaran dari kisah-kisah yang kubaca. Banyak kisah yang kubaca dan rata-rata para suami menyalahkan istri
Suamiku memelukku erat seakan mampu memahami perasaanku, aku terhanyut dalam tangis dipelukannya, berharap dia mampu memahami kegundahanku.“Aku mencoba melakukan yang terbaik untukmu, kamu tau aku ga sanggup menghadapi ini, tapi aku mencoba menerima ini semua untuk kamu,” ujarku sambil metapnya dengan mataku yang mulai sembab.“Tapi dia tidak lebih baik dariku, apa yang kamu lihat dari Utari sampai kamu ingin memperistrinya?” tanyaku dengan tangis yang semakin deras.Suamiku menghapus air mataku, dan berkata “Abi ga akan menikahi Utari, jangan sedih lagi ya, Abi ga sanggup lihat Umi begini terus”Mendengar ucapan nya itu malah membuat air mata ku terjun bebas mengalir lebih deras, ada rasa bahagia tapi juga tak percaya akhirnya suamiku membatalkan niatnya untuk berpoligami.“Serius??” tanya ku meminta kepastian dan kesungguhan ucapannya itu.“Ya, aku yakin karena aku baru tau kebenaranny
“Dhoni, mama pulang dulu ya, inget kamu jangan berbuat macem-macem dan jangan nyakitin hati istri kamu lagi,” ujar ibu mertuaku kepada suamiku.“Mama juga pulang dulu ya, awas loh Dhoni kalo kamu macem-macem kita ga akan tinggal diam,” ancam mamaku kepada suamiku.Mas Dhoni mengangguk dan mencium tangan mama dan ibu mertuaku“Mau Dhoni anter?“ tanya mas Dhoni kepada mama dan ibu mertuaku.“Anter pake apa? Motor?” sindir mama ku sambil memicingkan mata seakan akan berisyarat merendahkan mas Dhoni dan seakan berkata ‘punya motor aja bangga sok-sok an pengen punya istri dua’ “Mama sama besan mau naik angkutan umum,” ujar ibu mertuaku“Makasih ya Ma, udah nemenin beberapa hari ini,” ujarku kepada mamaku dan ibu mertuaku sambil mencium tangan mereka.Aku mengantar mama dan ibu mertuaku sampai depan rumah dan mereka naik angkutan umum yang berbeda ara
“Umi, Syafia mau makan mie goreng,” pinta Syafia membuyarkan konsentrasi ku saat sedang bekerja di depan laptop.“Syafia makan yang ada di meja makan aja ya, kan Umi sudah masak,” pintaku kepada anakku Syafia sambil melanjutkan pekerjaanku.“Tapi Syafia ga suka lauknya,” rengek Syafia dengan manja sambil menggoyang goyangkan tanganku.“Ya ampun Fia, diem dulu dong ini umi lagi kerja!!!” bentak ku kepada SyafiaSyafia cemberut dan meninggalkan ku, tak lama ku dengar suara tangisan Yusuf. Aku tinggalkan pekerjaanku dan menghampiri Yusuf, ku lihat Syafia duduk di hadapan Yusuf dan memegang mainan Yusuf sementara Yusuf menangis sambil duduk di lantai.“Syafia, kamu bikin adek nangis ya?!” kataku sambil menggendong Yusuf.“Enggak!!! Yusuf jatoh karna mainan ini bukan sama aku,” ujar Syafia sambil ikut menangis.Seketika dunia terasa sempit dan pengap, pekerjaan r
“Saya terima nikah dan kawinnya Utari binti Somad dengan mas kawin satu unit mobil dan seperangkat alat solat dibayar TUNAI,” ucap seorang pria berpakaian jas resmi rapi berwarna hitam, Suara yang tak asing itu sepertinya suara......Tidak!!! Mas Dhoni!!!“Bagaimana para saksi sah?” tanya seorang penghulu kepada orang orang di sekeliling meja akad nikah itu“SAH,” serentak jawab orang-orang yang berada disitu.Aku berdiri mematung di depan pintu, memastikan siapa pengantin yang telah melaksanakan akad nikah itu, kulihat seorang pengantin wanita berkebaya putih panjang dan memakai kerudung duduk disebelah pengantin pria, pandanganku terhalang oleh dedaunan yang merupakan dekorasi ruangan akad nikah tersebut dan di antara penuh sesak orang yang menyaksikan.Rasa takut, gundah dan sedih menyelimuti hati karna merasa aku sangat mengenal suara itu, aku menguatkan hatiku untuk melangkah dan memastikan ini pernikahan siapa.
Aku mulai melupakan rasa sakit hati dan kecewa pada suamiku tentang niat nya yang sempat ingin menikahi Utari, Utari kini tak lagi bekerja di kantor suamiku, begitu pun ayahnya, no handphone Utari pun sudah ku blokir dari handphone suamiku agar mereka tak lagi bisa berkomunikasi, satu hal yang kini rutin kulakukan adalah berkunjung ke kantor suamiku sepekan sekali, kadang tiap 3 hari aku selalu beralasan ingin mengantar makan siang, sekedar berjalan-jalan dan mampir atau berbagai alasan lainnya aku pastikan di kantor dia tak bisa berbuat macam-macam.Karena semakin sering aku berkunjung ke kantor suamiku, maka aku pun sering mendengar gosip-gosip dari para karyawan, beberapa kali aku mendengar diantara mereka menjadikan aku dan suamiku bahan obrolan mereka, mereka seakan menerka-nerka kisah rumah tangga ku dan berhenti berbicara ketika mereka menyadari keberadaanku. Aku tak ingin membuat keributan dengan mempertanyakan itu semua secara langsung kepada mereka karena aku tau ji
‘Yang, udah makan siang? Aku ke kantor ya sekarang’ isi pesan singkat yang siang ini ku kirim kepada suamiku. Dia sudah membaca pesanku tapi belum juga membalasnya, aku menunggu sambil mengecek lokasi keberadaannya, dia di kantor.Setelah sepuluh menit suamiku baru membalas pesanku,‘Jangan ke kantor sekarang ya, dirumah aja!’ seru suamiku dalam isi pesan singkatnya.Andai aku bisa meretas cctv di kantor nya atau memasang penyadap suara di meja kerja nya mungkin aku tak akan gelisah atas asumsi ku, mengira-ngira apa yang sedang suamiku lakukan? Bersama siapa?Tak lama kemudian aku kembali mengecek lokasi real time keberadaan suamiku via aplikasi yang sudah aku interegasikan antara handphone ku dan handphone miliknya, aku lihat sebuah pergerakan, dari kantor nya ke arah atas, entah menuju kemana.Aku terus memantau posisi suamiku, aku selalu merefresh aplikasi nya agar mendapat penyegaran dan info akurat mengenai keberadaan s