“Bi, jalan-jalan berdua aja yuk,” ajakku kepada suamiku saat kami sedang bersiap tidur.
“Kemana?” tanyanya singkat.
“Kemana aja gitu, ke pantai boleh ke gunung boleh ke hotel boleh restoran juga ayo yang penting berdua aja,” jawabku sambil menatapnya.
“Anak-anak gimana?” tanya suamiku seakan tak ingin mengabulkan permintaanku.
“Ya semenara titip mama dulu, umi tuh pengen menghabiskan waktu berdua aja dulu sama abi biar bener-bener melupakan masalah kemarin, emang abi ga ngerasa ya kalo umi masih sakit hati?” tanyaku dengan nada sedikit emosi.
“Sakit hati kenapa?” tanya suamiku dengan wajah polos seakan tanpa dosa.
“Utari,” jawabku singkat sambil menatapnya tajam.
“Ya ampun masih kepikiran aja, kamu sendiri yang rugi kalo masih ngerasa sakit hati,” ujar suamiku sambil memejamkan mata.
Aku tak ingin memulai pertengkaran, namun sikap su
Waktu menunjukan pukul 15.30 WIB, aku sudah selesai menyiapkan segala sesuatu untuk pergi berkencan sore ini dengan suamiku. Aku memakai gaun abaya hitam yang suamiku belikan saat dia Umroh dulu, lengkap dengan pasmina panjang menjuntai warna hitam juga. Aku yakin suamiku akan menyukainya karena dia sangat menyukai warna hitam dan perempuan yang berwajah Timur Tengah, sehingga gaya make up ku pun meniru perempuan ala Timur Tengah, dengan alis hitam lebat, celak mata yang tajam dan hitam, eyeliner di kelopak mata untuk mempertegas riasan mata, mascara hitam agar bulu mataku nampak lentik, lipstik berwarna softpink, aku tak memakai foundation dan bedak berlebihan, apalagi eyeshadow atau brush di pipi, terakhir kali aku memakai riasan itu malah suamiku tak menyukainya. Satu hal lagi, aku melengkapi penampilanku ini dengan cadar hitam agar aku terlihat sangat mirip dengan wanita Arab.Aku pun berangkat dengan ojek online dan sampai pada pukul 15.45WIB.‘Umi udah samp
“Hari ini jalan keluar yuk sama anak-anak,” ajak ku kepada suamiku“Ga bisa, Abi mau ada urusan,” jawab suamiku.“Abi mau kemana? Fia ikut, Fia bosen dirumah terus,” rengek Syafia kepada abi nya.“Abi sampe sore loh Fia,” kata suamiku“Gak apa-apa Fia ikut abi aja ya,” pinta Syafia dengan manja.“Ya udah, pake baju yang rapi ya,” kata suamiku.“Umi sama Yusuf ikut?” tanya ku pada suamiku.“Ga usah ya, dirumah aja!!” seru suamiku.Aku memakaikan Syafia baju casual, kaos panjang, celana panjang dan kerudung bahan kaos karena ku fikir suamiku akan membawa Syafia ke kantor atau rumah temannya di hari sabtu ini.“Jangan pake baju itu Mi, yang rapihan dikit, serasiin sama Batik Abi,” pinta suamiku kepadaku.“Rapi banget pake batik kaya mau kondangan,” ejek ku sambil mengganti baju Syafia dengan gamis b
“Allahu akbar Allahu akbar ....” suara adzan subuh membangunkanku ,“Alhamdulillah Sudah hari ke 9,“ gumamku , ini adalah hari ke sembilan aku bangun tanpa melihat suami ku disampingku.“In shaa Allah tinggal 1 hari lagi, bismillah aku bisa“ sambil beranjak bangun untuk menunaikan solat subuh.Syafia putri sulungku terbangun dan menghampiriku.“Mi, abi kapan pulang ? fia kangen abi,” ujar nya hampir setiap waktu semenjak ditinggal pergi abi nya untuk menunaikan ibadah umroh lebih dari sepekan yang lalu.“ Fia anak umi yang sholihah, sabar ya sayang in shaa Allah besok abi pulang,Fia kan sudah berusia 5 tahun,sudah besar dan sudah punya adik bayi,harus bisa lebih bersabar ya,“jawabku“Tapi Fia kangen abi, 10 hari lama banget sih,” katanya lagi sambil mulai bercucuran air mata“Hari ini Fia mau ikut umi ke pasar? untuk belanja sayur dan buah, kita persiapk
BAB 2 Suami SempurnakuBeberapa minggu setelah kepulangan suami ku dari ibadah umroh ,tak banyak yang berbeda darinya ,hanya ibadah nya yang lebih rajin , selain solat wajib tak lupa solat sunah pun dia kerjakan, baca alquran beserta wirid dan dzikir pagi petang tak luput pula dari rutinitas kesehariannya ,sedekah dan infaq pun tak luput dari perhatiannya.Dia sering memborong pedagang keliling yang lewat, terlebih jika pedagang nya tua renta. Suamiku juga sering memberi bonus bagi para karyawannya tanpa pandang bulu, bahkan ketika saldo di rekeningnya menipis, dia memintaku untuk mentransfer sejumlah uang untuk salah satu karyawati nya bukan berupa bonus, tapi sekedar uang jajan tambahan bagi anak sang karyawati karena dia seorang single parent. Aku bahagia....karena imamku semakin meningkat keimanan nya, aku pun malu jika tak mampu mengimbangi nya.Aku semakin rajin pergi ke kajian di mashola, tak lupa juga aku perbaki bacaan alquran ku dengan mengikuti tahsin , k
Malam itu cuaca nya sangat bagus, udara nya sejuk, bulan bersinar terang dengan hiasan bintang yang bertaburan bagai mutiara yang berkilau. Malam yang indah untuk dinikmati berdua bersama suami, setelah Syafia dan Yusuf tidur aku mengajak suamiku untuk duduk di teras menikmati keindahan malam ini.Ku suguhkan sepiring singkong kukus kesukaan nya tak lupa juga secangkir kopi untuk kami nikmati bersama, yaa... aku lebih suka menyeruput kopi dari cangkir suamiku, selain ingin terkesan romantis juga karna sebetulnya aku tak begitu kuat menikmati kopi, minum sedikit saja auto begadang 2-3 jam, tidurku akan jadi lebih larut.“ Sayang, ini secangkir kopi dan sepiring singkong kukus panas special buat suamiku tercinta,“ rayu ku sambil menyuguhkan nya di meja kecil teras kami, kami duduk berdampingan di kursi bambu panjang yang menghadap ke halaman kecil di depan teras rumah kami.“Makasih sayang, masyaAllah mantap bener ngopi di temenin singkong
“Abi udah jam segini koq ga ke kantor?Abi ga kerja ya? Hari ini abi libur ya?”tanya Syafia kepada abi nya.“Iya sayang, hari ini abi pengen libur,” jawab suamiku“Yeay....jalan jalan yuk bi” ajak Syafia“Nggak ah, abi pengen di rumah aja sama umi,” jawab suamiku sambil melirik ke arah ku seakan jwaban yang sesungguhnya adalah ‘abi ingin memantau umi agar tak pergi dari rumah ini’“Ya udah deh tapi main sama Fia dan Yusuf ya bi,“ ajak Syafia lagi“Oke deh,” suamiku mengiyakan keinginan anaknya itu.Beberapa hari berlalu sejak kejadian malam itu, menyisakan jarak yang cukup lebar antara aku dan suamiku. Aku kini tak seceria dulu, senyum itu masih enggan singgah di wajahku, yang ada hanyalah senyum keterpaksaan didepan anak-anakku. Aku masih menjalankan tugas rumah tanggaku dengan baik dan masih melayani hasrat bercinta suamiku, meski kini aku tak menikmatinya seperti dul
“Menurut kamu gimana Mi?” tanya suamiku dengan polos.“Kenapa sih Bi?” aku bertanya balik, hanya satu kata itu yang mampu ku lontarkan.....kenapa??! Ribuan tanya lainnya berebut untuk keluar dari kepala ku tapi tak mampu keluar dari bibirku yang kelu dan mulai kaku karena rembesan air mata yang sengaja ku tampung.“Aku tuh cuma ingin melindungi dan menjaga kehormatannya, bukankah poligami itu sunah?!” Ungkapnya.“Sejak kapan Kamu mulai menyukainya dan berniat menikahinya? Apa saja yang sudah kamu perbuat dan kamu rencanakan dibelakangku? Apa yang membuatmu tertarik dengannya dan melupakan aku?” Satu persatu pertanyaan itu keluar seiring dengan tangisan yang mulai deras.Suamiku hanya duduk terdiam mendengar semua tanya yang bertubi-tubi menyerangnya.Aku kecewa dengan sikap diam nya, aku berfikir jauh dan menarik kesimpulan sendiri, aku berfikir bahwa mereka telah lama menjalin komunikasi yang intens
Setelah kunjungan Ibu mertua dan Putri kemarin, suamiku menjadi lebih pendiam. Sebelumnya dia memang pendiam, tapi kali ini dia sungguh lebih diam.Apakah dia merasa bersalah? Apakah dia menyadari keinginannya untuk menikahi Utari sangat menyakiti hatiku? Apakah kini dia tak akan memaksaku untuk merestui niat nya berpoligami?Aku memutuskan untuk berusaha bangkit dan melupakan pertengkaran kami kemarin, aku berusaha kembali menjadi seperti sebelumnya, menjadi istri yang melayani segala keperluan suamiku, menjadi ibu yang merawat kedua anak-anakku dan mengurus rumah demi Syafia dan Yusuf.Suamiku mulai berangkat bekerja lagi, tapi dia tak menyentuh sedikitpun kopi dan sarapan yang telah kusediakan.“Bi, kopinya ga diminum?” tanyaku“Nanti aja,” jawabnya singkat sambil melangkah menuju pintu. Aku mengejarnya untuk meraih tangannya dan ku cium.Biasanya sebelum pergi bekerja, Aku mengantar suamiku ke depan pintu, mencium