Tanpa terasa satu hari telah berlalu, ia sedang duduk di ruang tamu sambil menunggu seseorang. Siapa lagi kalau bukan Marcell, sebab pria itulah yang disuruhnya datang ke sana.Seperti yang dijanjikan Marcell, tepat pukul 7 lewat 30 menit ia sudah tiba di apartemen. Tanpa basa-basi ia langsung mengecup bibir Amira saat wanita cantik itu membukakan pintu untuknya.Amira hanya pasrah, ia mengusap bibirnya lalu mengikuti Marcell ke ruang tamu. Keduanya duduk dengan posisi saling berhadap-hadapan."Aku sudah menduga, kamu pasti menerima tawaran dariku," ucap Marcell yang membuka mulut terlebih dahulu."Aku sedang butuh uang," jawab Amira tanpa ekspresi."Berapa yang kamu butuhkan?" tanya Marcell.Amira terdiam, ia ragu untuk mengatakannya karena jumlah uang yang ia butuhkan bukanlah sedikit. "Kamu butuh berapa, hum..?" Marcell kembali bertanya karena tak ada jawaban dari Amira."Tujuh puluh lima juta," jawab Amira ragu-ragu.Marcell tersenyum, "Ok, kamu bisa mendapatkan uangnya setelah k
"Amira," panggil Marc yang berdiri di pintu.Amira yang sedang fokus menatap foto, menjerit karena terkejut, "Aw....""Apa yang kamu lakukan di sini? Bukankah aku sudah melarang kamu untuk tidak masuk ke kamar ini? Apa kamu tidak mendengarnya?" Marc menjajah Amira dengan berbagai pertanyaan.Wajahnya terlihat kesal dan marah, bahkan ia langsung mendorong Amira ke luar lalu menutup pintu dan menguncinya."Aku minta maaf Om," sesal Amira.Jelas Amira minta maaf, bukankah suatu kelancangan masuk ke kamar orang tanpa pamit? Apalagi Marc sudah melarangnya untuk memasuki kamar itu."Bereskan pakaianmu, kita akan kembali ke kediaman Louis." Marc bukannya merespon kata maaf dari Amira, ia justru meminta wanita cantik itu untuk mengemas barang-barangnya."Tapi bukannya Om ada urusan?" tanya Amira."Sebelum pergi, aku akan mengantarmu pulang," jawab Marc.Akhirnya pria tampan itu mengundur pertemuannya dengan klien demi mengantar Amira kembali ke kediaman Louis. Marc kesal karena Amira telah me
Waktu telah menunjukkan pukul 5 sore, Amira yang duduk di sofa sambil menonton televisi, terkejut karena seseorang membuka pintu kamar tanpa mengetuknya terlebih dahulu."Nyonya," panggil Amira setelah melihat orang yang membuka pintu adalah Caterina.Wanita tua itu tidak hanya sendiri, ia datang bersama Karra. Keduanya menghampiri Amira dan duduk dengan posisi saling berhadap-hadapan."Amira, ambil ini." Caterina menaruh sebuah kertas di atas meja.Mata Amira berputar untuk melihat kertas kecil itu, di sana tertulis angka 2 ratus juta rupiah lengkap dengan sebuah tanda tangan."Kamu bisa memiliki uang itu, asal kamu ke luar dari rumah ini dan pergi dari kota ini," lanjut Caterina.Amira terdiam, seketika ia mengingat tujuannya bekerja sama dengan Marc hanya semata untuk mendapatkan uang. Jika ia menerima tawaran Caterina! Ia sudah pasti mendapatkan uang sebanyak 2 ratus juta tanpa harus bersandiwara setiap hari.Tawaran Caterina benar-benar menggiurkan, apalagi saat ini Amira sangat
Satu malam Amira tidak bisa tidur, perbincangannya dengan Hanum berputar-putar di kepalanya. Ia memiringkan tubuhnya untuk mencari posisi aman, namun matanya tak sengaja melihat Marc yang tertidur pulas di atas tempat tidur."Om Marc benar-benar tampan, mbak Adella pasti menyesal meninggalkannya," bisik dalam hati Amira.Ia dengan lembut menurunkan kedua kaki dari atas sofa, melangkah menghampiri Marc ke tempat tidur. Matanya tak berkedip memperhatikan wajah Marc yang begitu tampan, namun dibalik ketampanan itu tersimpan seribu kesedihan."Apa kamu sudah puas memandangku?" Marc tiba-tiba membuka mulut yang membuat Amira terkejut sekaligus malu."Um...ta...tadi ada nyamuk Om," jawab asal Amira yang langsung kembali ke sofa.Ia baringkan tubuh mungilnya di atas sofa, lalu menutupnya dengan selimut. Sementara Marc hanya tersenyum melihatnya.Malam pun berlalu begitu cepat, saat ini waktu menunjukkan pukul 5 pagi. Amira yang merasa perutnya keroncongan, bergegas ke dapur untuk membuatkan
Tentu Amira bertanya, karena Marc menghentikan mobilnya di parkiran sebuah butik."Kita akan membeli pakaian untukmu," jawab Marc yang langsung membuka pintu mobilnya.Kali ini Marc menyetir sendiri, sebab Bagus sopir pribadinya sedang tidak enak badan. Di kediaman Louis ada beberapa sopir, tetapi Marc hanya mempercayai Bagus."Pakaian untuk apa Mas?" Amira kembali bertanya.Marc yang sudah melangkah terlebih dahulu seketika berhenti, tubuh kekarnya berputar untuk melihat Amira yang mengikutinya dari belakang."Untuk kamu pakai nanti malam," jawab Marc."Apa harus pakai baju baru?" Lagi-lagi Amira bertanya."Tidak," jawab singkat Marc.Ia meminta pelayan bukti untuk memilihkan beberapa gaun yang cocok untuk Amira."Terus, kenapa harus beli baju baru?" Marc memutar kepala, ditatapnya Amira dengan tatapan yang sulit untuk diartikan. Seketika membuat Amira terdiam, lalu mengikuti pelayan toko menuju ruang ganti. Dari 5 gaun yang dicoba oleh Amira, tak satupun yang menarik perhatian Mar
"Marc," sentak Caterina, "Jangan membuat Mamah kesal, kamu tidak perlu mendapat izin dari Amira," lanjutnya."Mah, aku tidak akan bisa menikah dengan Karra secara sah di negara, jika tanpa izin dari Amira. Karena aku dan Amira sudah terdaftar sebagai sepasang suami istri di pengadilan agama," jelas Marc dengan berbohong."Untuk sementara, kamu dan Karra akan menikah siri," ucap Caterina dengan tegas, "Bagaimana sayang?" lanjutnya bertanya kepada Karra."Iya Tante, aku tidak keberatan," sahut Karra dengan penuh semangat dan tersenyum bahagia."Bagaimana Tuan Wijaya?" Caterina bertanya kepada Wijaya."Semua terserah Karra, Nyonya. Jika Karra tidak keberatan! Aku sudah pasti mendukung," jawab Wijaya dengan santai."Tapi aku keberatan Om, aku tak mungkin mengizinkan suamiku untuk menikah dengan wanita lain. Apalagi kondisiku saat ini sedang mengandung, coba banyak jika Om berada di posisiku," protes Amira."Itu derita kamu!" sahut Caterina dengan wajah angkuhnya, "Sebelum Marc menikah
"Jangan, jangan mendekat," ucap Amira karena Marc melangkah menuju tempat tidur, dengan kondisi bertelanjang dada. "Kalau tidak, aku berteriak," lanjut Amira mengancam. Marc justru naik ke atas tempat tidur, tangan kekarnya mencengkram kedua pergelangan tangan Amira dengan kasar. "Aku akan menunjukkannya kepadamu," ucap Marc dengan lembut namun penuh penekanan. "Apa yang ingin kamu tunjukkan?" Suara Amira terdengar bergetar.Wajahnya tegang karena takut, posisi Marc di atas tubuhnya membuat Amira merasakan sesuatu yang mengganjal di bawah sana. "Bukankah kamu meragukan aku?" tanya Marc. Amira menyipitkan mata, ia bingung dengan pertanyaan Marc, "Maksud...." Marc melumat bibir Amira dengan kasar, yang membuat wanita cantik itu berhenti bicara. Pria tampan itu benar-benar tersinggung dengan ucapan Amira yang menanyakan tentang dirinya normal atau tidak. Selama ini ia tidak menyentuh Amira bukan karena tidak selera dengan wanita, tetapi karena ia menghargai Amira. "Um...." Amira
Tepat pukul 9 lewat 30 menit, Amira sudah meninggalkan kediaman Louis. Wanita cantik yang tengah hamil 1 bulan 2 Minggu itu, menaiki taksi menuju kafe tempat ia bertemu dengan Karra.Setibanya di sana, Amira disambut seorang waiters yang menunggu di pintu utama. Wanita berseragam hitam itu menuntun Amira ke ruangan VIP. Dari pintu sudah terlihat Karra duduk di sofa dengan posisi bersandar sambil kedua tangan terlipat di dada."Selamat datang Amira," sapa Karra sambil tersenyum manis, ", Silahkan duduk," lanjutnya."Terima kasih." Amira mendaratkan bokongnya di atas sofa, tepat di hadapan Karra."Apa ada hal penting sehingga engkau memintaku datang kemari?" Amira membuka mulut terlebih dahulu."Hum," sahut Karra.Ia tersenyum seribu arti, tangannya meraih sebuah amplop yang terletak di atas meja, lalu menaruhnya di hadapan Amira."Aku sudah menambah jumlahnya, aku tahu jumlah waktu itu masih kurang," ucap Karra dengan percaya diri.Amira menatap amplopnya, setelah itu ia beralih menata