Share

Dinodai Sebelum Malam Pertama
Dinodai Sebelum Malam Pertama
Author: Piemar

1. Melarikan diri

Bugh!

Seorang gadis dalam balutan khimar hitam terjatuh, sehingga menyebabkan bunyi debam sesaat setelah salah satu kakinya tergelincir di area paving block yang bolong.

"Arrgh...."

Dia meringis kesakitan sebab merasakan jika area pergelangan kakinya seperti terkilir. Dia berusaha tetap bangkit dan mengabaikan rasa sakit tersebut.

Sesekali, Mariyam Nuha menoleh ke belakang memastikan tiga lelaki yang mengejarnya itu sudah tak terlihat batang hidungnya. Nuha kini hanya mampu melihat matahari yang bergantung rendah di balik pagar semak-semak berwarna kuning. Tak peduli malam sudah mengambil alih senja, gadis itu terus saja berlari seperti orang tidak waras. Dia berlari begitu cepat, hingga beberapa kali menabrak apa saja yang dilewatinya.

Mendadak tubuhnya mengeras seperti beton, sama sekali tak merasa sakit. Yang terpenting, dirinya bisa melarikan diri dari tempat itu dan menyelamatkan diri.

Dengan cekatan, Nuha kembali mengangkat gamis berwarna hitam miliknya tinggi-tinggi. Nafasnya sampai tersengal-sengal kala menerobos beberapa lelaki yang berusaha mencegatnya untuk yang kedua kalinya. Hanya saja ... Nuha merasa pengejar kali ini berbeda. Tidak seperti tiga teman kampusnya, pengejarnya kini berpakaian serba hitam.

Mereka bahkan terang-terangan merentangkan dua tangan mereka untuk menyergap Nuha dalam sekali tangkap.

'Sialan, berani main keroyokan,' maki Nuha dalam hati.

“Mau ke mana kau, wahai, gadis alim?” ucap salah satu lelaki berambut sedikit ikal.

“Kau tak akan bisa melarikan diri lagi. Ayolah! Menyerahlah!” seru lelaki berambut lurus di sebelahnya. Seringai tipis bahkan terbit di wajahnya.

Namun, gadis itu sama sekali tak gentar. Saat terdesak, kekuatan seseorang bisa menjadi berkali lipat dan hal tersebut terjadi padanya.

Nuha segera meraih sesuatu dalam saku gamisnya--apapun itu yang bisa digunakan untuk senjata melawan mereka.

Sayangnya, pepper spray yang selalu dibawanya telah habis dipakai untuk melumpuhkam tiga teman kampusnya sebelumnya. Jadi, Nuha kini tidak punya senjata lagi. Gadis itu merasa limbung apa yang harus dia lakukan saat kondisi terjepit seperti itu.

'Allahu robbi, tolong aku. Selamatkan aku dari orang-orang jahat seperti mereka,' batinnya meminta pertolongan pada yang kuasa.

Seolah menjawab doa Nuha, sebuah ide pun mencuat. Gadis itu berhenti sejenak, berpura-pura menyerah dengan mengangkat ke dua tangannya ke atas kepala.

“Aku nyerah,” ucapnya dengan nafas yang ngos-ngosan akibat pelariannya tadi. Dadanya tampak naik turun. Meskipun tertutup oleh penutup kepala yang panjang, tetap saja dua orang lelaki mesum tersebut bisa melihat lekuk tubuh gadis itu dengan pikiran kotornya.

Mereka saling pandang dengan seringai culas.

Saat itulah, Nuha langsung mendekati mereka lalu menginjak kaki lelaki berambut ikal dan menyemprot lelaki berambut lurus dengan parfum.

Beruntung, Nuha menemukan parfum miliknya hadiah dari sahabatnya.

Sekuat tenaga, dia mendorong mereka yang sudah kehilangan fokus dan berlari dari mereka sejauh mungkin, hingga akhirnya tiba di gerbang utama taman kota yang tampak sepi tersebut.

Di sana, tampak seorang lelaki paruh baya dengan surai keperak-perakkan berdiri statis dengan ke dua tangan masuk ke dalam saku jasnya.

'Ya Allah, pertolongan tiba,' batin Nuha penuh kelegaan.

Perlahan, didekatinya bapak tua tersebut dengan nafas masih memburu.

“Pak, tolong saya dikejar oleh orang jahat,” ucap Nuha yang kini merasa letih. Ia bahkan merasakan pasokan oksigen dalam paru-parunya menipis.

Hanya saja, lelaki tua itu menatap Nuha justru dengan tatapan yang tak bisa ditafsirkannya.

Belum sempat memproses situasi, tangan Nuha telah dikunci ke belakang, sehingga gadis itu tak bisa melawan kembali.

“Lepaskan!” pekik Nuha berusaha memberontak. Dia baru saja keluar dari kandang buaya dan tak mau kembali masuk kekandang singa.

Sayangnya, kekuatan lelaki tua itu tak bisa diremehkan. Gerakan Nuha seolah gerakan angin yang menggoyangkan dedauan belaka baginya.

“Tolong! Tolong!” pekik Nuha kembali.

Mulutnya pun langsung dibungkam, sedangkan kedua tangannya semakin dicengkram dengan satu tangan kekar.

Tak menyerah, Nuha menggerakan kakinya berusaha menginjak kaki lelaki tersebut. Sayangnya, semua terbaca oleh lawannya.

Seketika, Nuha mendengar kekehan dari lima orang lelaki yang ia rasa adalah mahasiswa di kampusnya. Mereka berjalan menghampiri Nuha yang masih terlihat memberontak meskipun dalam gerakan yang lemah.

Tanpa disadari, air mata pun luruh di pipi putih gadis itu. Nuha merasa hidupnya akan berakhir malam itu juga.

Terlebih, salah satu pemuda dengan wajah familiar mendekati Nuha dengan bersedekap tangan di dada.

“Bagaimana perasaanmu saat ini Mariyam Nuha?” katanya dengan senyum kemenangan.

Nuha hanya menatap nyalang pemuda brengsek di hadapannya itu.

“Wow! Santapan yang lain dari biasanya! Biasanya, Bos Daniel memilih gadis yang bergaun tipis. Lihatlah, sekarang, dia memilih gadis yang berbaju gamis!” kata temannya dengan tawa mengejek.

Mendengar kata-kata yang menjijikan tersebut, Nuha bergidik ngeri. Spontan dia merapatkan kakinya karena takut dia benar-benar dihabisi oleh mereka.

“Lihatlah! Mana Nuha yang berani? Teriak-teriak! Berorasi! Ayo tangkap pelaku pelecehan seksual!” seru Daniel Dash dengan menyingkirkan tangan lelaki tua dan mencengkram wajah Nuha tanpa ampun.

“Aku tidak akan memaafkanmu, Daniel Dash! Sekarang atau nanti, kejahatanmu akan terungkap! Mungkin, tidak olehku tetapi kejahatan akan menemukan jalan sendiri. Seperti kau menyembunyikan bangkai, baunya tetap menguar dan akan tetap ditemukan,” balas Nuha dengan lantang meski bibirnya terasa kelu karena cengkramannya begitu keras.

Mendengar itu, Daniel murka.

Plak!

Tangannya menyambar pipi gadis itu sekuat tenaga.

Wajah Nuha seketika memerah, sudut bibirnya juga berdarah.

Meski demikian, gadis itu tetap tegar dan tak menampakkan kelemahannya sedikit pun di hadapan para lelaki mesum itu.

Di sisi lain, teman-teman Daniel terlonjak kaget melihat Daniel yang begitu murka. Mereka tidak menyangka jika Daniel benar-benar menampar Nuha, seperti menampar seorang lelaki.

Ia bahkan langsung mengambil sapu tangan yang sudah diberi obat bius dan membekap Nuha, hingga tak sadarkan diri.

“Bawa dia ke villa sekarang!” titah Daniel pada lelaki tua yang ternyata adalah pengawalnya.

Comments (4)
goodnovel comment avatar
Pie Mar
makasih sudah mampir novel ini on going ya, update rutin insyaallah
goodnovel comment avatar
Barnas Uyeh58
Baca dulu sampai selesai baru kelihatan endingnya, ini kayaknya novel on going
goodnovel comment avatar
Yulia Lia
kasih cerpen ajah lebih detil .
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status