Daniel terperanjat tatkala mendapati sang ibu tengah duduk di sofa ruang tamu flat miliknya dengan bersilang kaki.Kinan terlihat masam, pertanda dia tengah marah pada sang anak. Sudah sejak lama Kinan berusaha meredam amarah pada putra kandung satu-satunya tersebut. Rasanya semakin dipendam semakin bergolak sehingga ingin sekali meledak manakala menemukan fakta tentang putranya yang sudah bertindak terlalu jauh.“Mom, ngapain di sini?” tanya Daniel berbasa-basi. Dia berjalan gontai menuju kamarnya setelah menyapa singkat sang ibu, berusaha mengabaikan keberadaan sang ibu yang mengintimidasi. “Duduk! Mom mau bicara!” tegas Kinan dengan intonasi penuh penekanan. Suara Kinan memutus langkah Daniel menuju kamarnya.Melihat ekspresi sang ibu yang seolah akan menelannya hidup-hidup, membuat Daniel menurut. Daniel pun berbalik arah dan duduk di sofa seberang sang ibu.“Jawab dengan jujur!” cecar Kinan menatap sang anak dengan tatapan tajam setajam mata pisau.Daniel hanya berjengit dan tak
Sebulan kemudian, setelah dirasa kondisi Jonathan Dash membaik, Darren menghampiri ayahnya yang tengah membaca surat kabar di teras rumah. “Dad, apa aku mengganggu?” Darren mengenyahkan bokongnya di sofa yang berada di samping sang ayah. Jonathan membuka helai berikutnya surat kabar. “Katakan ada apa!” sahut Jonathan dengan suaranya yang kharismatik. “Dad, kenapa tak bilang jika anaknya Hj Ilyas itu Muhammad Attar?” Darren mengungkapkan kegelisahan hatinya. Mata Jonathan beralih dari surat kabar menuju putranya. Dia melipat kacamata bacanya dan melipat kertas surat kabar lalu menaruhnya di atas meja. “Muhammad Attar itu calonnya Nuha …” tukas Darren membuat Jonathan terkesiap. “Terus?” Jonathan berusaha menepis perasaan terkejutnya seperti biasa. Ditanggapi biasa oleh sang ayah, Darren tak bisa meneruskan lagi keluhannya. “Gak apa-apa,” pungkas Darren kemudian. Jonathan melangkah masuk ke dalam rumah lalu mengambil sesuatu dari atas lemari. “Daddy ingin merayakan resepsi
Hari ini jadwal keberangkatan Nuha dan Darren ke Turki. Entah mengapa Nuha tak kuasa menolak permintaan Jonathan Dash meski bertentangan dengan hatinya. Dia merasa iba pada mertuanya. Hati nuraninya tergugah tatkala melihat kondisi kesehatan Jonathan yang sempat bolak balik rumah sakit.Kala itu Jonathan tengah duduk termangu di atas kursi roda saat Nuha berjalan melewatinya sepulang kuliah. Melihat mertuanya terlihat melamun, Nuha mendekatinya dan menyapanya.“Dad, apa ada yang bisa aku bantu?” Nuha duduk di seberang Jonathan dan menawarkan bantuan.Jonathan terlihat menarik nafas panjang. Dia seperti kesulitan meraup oksigen sehingga terkadang untuk bernafas dia membutuhkan alat respirator seperti tabung oksigen yang selalu disiapkan di kamarnya.“Nuha, bisakah antar Daddy keluar, jalan-jalan di taman?” ucap Jonathan dengan nafas yang sedikit tersendat-sendat.“Tentu,”Nuha membantu Jonathan dengan mendorong kursi roda miliknya. Nuha berusaha menjadi menantu yang baik selama berada
“Nuha! Honey! Bangunlah!”Darren menepuk-nepuk pipi Nuha. Tiba-tiba Nuha mengerjap dan membuat Darren terkejut minta ampun.“Ayo! Kita jalan-jalan lagi!” ucap Nuha dengan antusias. Darren sampai terkejut melihat perubahan Nuha. Tadi dia pusing dan sekarang begitu bersemangat.“Ayo!” seru Nuha yang sudah terlihat baik-baik saja. Dia meninggalkan Darren yang dilanda bingung.“Ah, ada foto box, aku mau ya?”Nuha menemukan spot berfoto yang terletak tak jauh dari mall. Dia pun masuk ke dalam box itu setelah membayar terlebih dahulu.“Lah kok kau eh … Mas ikut?”Nuha dikejutkan oleh Darren yang tiba-tiba ikut masuk mengikuti Nuha.“Buat ngasih lihat ke Daddy, dokumentasi kalau kita benar-benar honeymoon, eh … berlibur, ralat,” jawab Darren dengan memeluk Nuha dari belakang lalu menaruh dagunya di pundak Nuha dan tersenyum ke arah kamera.“Pencitraan dulu!” ucapnya dengan mengabaikan ekspresi Nuha yang terlihat ketakutan.Nuha nyaris tak bisa bernafas saat Darren memeluknya dengan intim. N
Malam itu tak seperti biasanya, Kania merasa gelisah. Dia sendiri tidak tahu penyebab apa yang membuatnya gelisah. Dokter menyatakan bahwa dirinya telah sembuh dari sakit tifus yang dideritanya. Seharusnya dia merasa tenang dan tidur nyenyak karena minum obat. Namun pikirannya melanglang buana. Akibat daya tahan tubuhnya yang lemah, beberapa kali Kania dilarikan ke rumah sakit karena terserang bakteri tifus setelah sebelumnya terserang demam berdarah.Kania memikirkan Nuha yang tiba-tiba hilang tanpa ada kabar berita. Nuha menjadi sulit dihubungi. Kania beranjak dari tidurnya dan berjalan keluar ruang keluarga. Dia berniat akan menonton acara drama di saluran luar negeri langganannya. Semoga saja Kania beruntung, dia akan menemukan drama bagus yang bisa memperbaiki suasana hatinya.Kania duduk dan mengambil remot yang tergolek di atas meja lalu menekan tombol on. Televisi layar datar pun menyala. Dia mulai menikmati film dengan menyandarkan punggungnya pada sofa dan merentangkan kaki
“Papa! Ya ampun sampe cengo lihat yang bening! Bilangin Mama loh,” Kania merebut ponsel miliknya dari tangan Naufal. Dia mengira jika sang ayah terpesona melihat kecantikan wajah temannya tersebut. Bukankah tak menutup kemungkinan lelaki beristri menyukai gadis lajang.“Kau jelas gadis yang paling cantik Sayang. Bagi Papa, kau gadis cantik nomor satu di dunia ini dan Mama urutan ke dua,” kata Naufal berusaha menormalkan perasaannya yang tak karuan. Seperti ada sebuah insting yang terhubung saat mengingat Nuha. Perasaan seorang ayah.“Papa gombal!”Kania memasang wajah masam.“Sayang, Papa pernah melihat Nuha tak sengaja,” tutur Naufal berupaya mengingat pertemuannya dengan Nuha saat Nuha terkunci di dalam kendaraan beroda miliknya Din kala itu. Nuha terlihat ketakutan.“Kapan?” tanya Kania dengan terburu-buru.“Waktu itu, mobil Papa mogok di tepi jalan yang sepi dekat perkebunan jati. Tak jauh dari mobil Papa, ada juga mobil yang berhenti di sana, kira-kira beberapa meter di depan mo
Aruni terbangun dengan dibanjiri keringat dingin yang luar biasa. Tubuhnya gemetar hebat. Dia baru saja mengalami mimpi buruk tentang putrinya.Jantungnya berdegup sangat kencang bagaikan sehabis berlari maraton. Perasaan gelisah pun menyelimuti pikirannya.Masih pukul tiga dini hari. Dia ingin menghubungi putrinya tetapi sungkan, khawatir mengganggunya sebab mungkin Nuha dan suami tengah berlibur. Lalu Aruni hanya memilih mengirim pesan pada putrinya untuk berhati-hati di jalan saat berpergian, jangan pergi berjauhan dengan sang suami. Terkadang firasat seorang ibu itu tak pernah meleset.Aruni lantas pergi ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu dan menghabiskan waktunya di sepertiga malam untuk bermunajat kepada sang Khaliq. Meminta pertolongan dan perlindungan untuk semua anaknya tak terkecuali.Aruni menjadi berpikir sudah saatnya putra putrinya harus belajar ilmu bela diri, dengan tujuan untuk melindungi diri mereka saat sendirian.“Salwa, apa kau bersedia ikut ekskul bela dir
Check in pesawat nyaris enam puluh menit lagi. Jika melewati waktu tersebut belum tiba di bandara sudah bisa dipastikan Darren Dash dan Mariyam Nuha akan ketinggalan penerbangan dan mereka harus mengatur jadwal keberangkatan selanjutnya.Tak apa ketinggalan penerbangan atau membatalkan sekaligus jadwal liburan. Yang terpenting ialah Nuha ditemukan. Darren tak rela jika Nuha menghilang karena insiden barusan. Kalau bisa Darren akan mengurung Nuha di rumah atau di kamar untuk dirinya lain waktu. Nuha membuat Darren ketar ketir mencarinya. Darren merasa takut jika Nuha diculik atau tersesat. Apalagi mereka tengah berada di negeri asing.Darren sudah mencari Nuha ke setiap jalan yang tadi mereka lewati. Namun Nuha belum bisa ditemukan dan dia benar-benar merasa menyesal atas apa yang terjadi barusan. Baru pertama kalinya Darren begitu mengkhawatirkan seseorang. Nuha telah berhasil mengaduk-aduk emosi dan hatinya.Kekhawatiran Darren semakin bertambah sebab dia hanya menemukan koper kecil