POV Arshaka
Malam ini aku merasakan ada yang aneh pada diriku setelah minum segelas b*r dari pelayan hotel. Tak biasanya aku merasa pusing dan tubuh terasa panas. Tiba-tiba saja muncul suatu perasaan yang tidak biasa pada diriku.
Kebetulan saat aku sudah tidak tahan, ada seorang wanita duduk di lantai. Aku langsung memegang pundaknya dan menarik tubuhnya. Tak peduli dari mana dia dan siapa dia. Bagiku, malam ini aku bisa menyalurkan keinginanku.
"Diam!" sentakku saat dia berusaha berontak.
"Kau di sini! Itu artinya kau siap dengan resikonya. Nikmati saja! Bukankah ini sudah menjadi pekerjaanmu!"
Aku tak peduli dengan rintihannya. Namun, anehnya, dia sama sekali tidak menangis. Hanya berusaha berontak dan menolak. Tapi baguslah, aku tak perlu mendengar suara tangisnya.
***
Ketika mata mengerjap, sosok wanita itu sudah berdiri di hadapanku dengan mengendap-endap. Entah apa yang akan dia lakukan.
Aku langsung menyetak dan memberikan bayar4n baginya. Namun anehnya, kartu yang aku berikan tidak dia ambil dan malah pergi begitu saja setelah aku selesai menerima telepon dari kekasihku.
"Wah, Bos, Anda ...." Orang kepercayaanku—Reno—masuk ke kamar tanpa permisi.
"Tadi aku lihat ada wanita keluar dari kamar ini. Kamu sudah melepaskan keperjakaan ternyata," cibirnya melirik ke arah ranj4ng yang berantakan.
"Kalau masuk itu ketik pintu. Jangan asal! Kalau di kantor ada PHK, kamulah orang pertama yang dipecat!" gertakku dan seketika ia terdiam.
Aku menoleh ke arah ranj4ng. Ada bercak darah di sana. Wanita itu masih perawan tadi malam. Lalu apa yang dia inginkan dariku? U4ng? Tidak! Bahkan dia menolak. Pasti ada maksud tertentu mengapa dia menjebakku.
"Cari tahu siapa wanita itu," tegasku dan Reno pun patuh.
"Siap, Bos," jawabnya.
Sehari setelah kejadian itu. Mami menelpon. Memintaku datang ke rumahnya untuk membahas perceraian dari pernikahan sialan. Tanpa pikir panjang aku setuju dan akan datang ke sana untuk mengurus perceraian.
Pernikahan terjadi demi harta warisan. Opa tidak akan memberiku warisan jika aku tidak segera menikah. Terpaksa Mami mencarikan aku jodoh dari salah satu koleganya. Apalagi perusahaan temannya itu sedang tidak baik-baik saja. Jadi, mereka langsung menerima tawaran dari Mami dengan menjadikan anaknya istri kontrakku.
Selama wanita itu menjadi istriku. Sama sekali aku belum pernah bertemu dan kali ini aku akan melihat wajah dari istriku itu. Apakah cantik atau bahkan burik.
Akan tetapi, walaupun dia cantik. Aku tidak mau melanjutkan pernikahan ini. Dia adalah wanita rendahan yang tak pantas menjadi pendampingku.
"Ingat! Cari tahu wanita kemarin dan segera laporkan padaku!" Perintahku pada Reno saat kami keluar dari hotel.
Ini adalah hari terakhir aku menginap di sini setelah pekerjaanku selesai. Setelahnya aku akan kembali ke apartemen.
Saat aku keluar dari hotel dan selesai sarapan. Aku melihat adik tiriku di seberang jalan. Sejak kapan dia pulang? Awas aja kalau sampai dia menghalangi rencanaku. Harta warisan Opa harus jatuh di tanganku. Aku sudah berkorban dengan menjadi duda.
"Urus pria itu dan jangan sampai dia pulang hingga penandatanganan surat warisan selesai. Kalau perlu kurung dia seharian dan lepaskan setelah malam nanti. Aku tidak mau dia mengusikku!"
"Baik, Bos," jawab Reno lalu bergerak sesuai perintah.
Setelah memastikan jika adik tiriku aman. Aku langsung pergi meninggalkan area hotel. Kemudian pergi ke rumah Mami. Namun, sebelum pergi ke sana. Aku menemui kekasihku dulu. Sejak aku pulang dari luar kota tiga hari lalu. Aku sama sekali belum menemuinya.
"Sayang."
Kecupan pipi kanan dan kiri seperti biasa kami lakukan saat bertemu. Kemudian pelukan mesra juga kami lakukan.
"Eh, kenapa mukanya cemberut gitu sih?" tanyaku merasa ada yang aneh dengan kekasihku itu.
"Anterin aku beli gaun yuk," pintanya.
"Gaun? Untuk apa?" tanyaku heran, sebab aku tidak mengajaknya lamaran ataupun menikah sebelum harta warisan Opa jatuh di tanganku.
"Aku ada acara nanti malam. Mau ya, beliin," rengeknya.
Tidak masalah jika hanya gaun saja. Kecil bagiku untuk membelikan. Asal dia tidak memintaku untuk segera menikahinya.
"Ya udah ayo, tapi jangan lama-lama. Aku ada pertemuan jam 10 nanti," jawabku dan dia mengangguk.
Biarin lah wanita itu nunggu, bukankah wanita seperti dia memang harus sekali-kali dikerjai. Wanita mata du1tan!
Selesai mengantarkan kekasihku berbelanja. Aku langsung meluncur ke rumah Mami. Tepat pukul 10 pagi aku tiba di sana. Ada mobil sport warna merah terparkir di halaman rumah. Pasti itu yang dari hasil memeras keluargaku selama ini! Dasar wanita li cik dan mura han!
Aku berlenggang masuk ke dalam rumah. Sialnya aku malah tersandung segala di teras. Gara-gara jarang pulang, sama rumah sendiri saja lupa.
"Aduh, Tuan, kok pakai jatuh segala sih," ucap salah satu pelayan rumah dan dengan sigap dia membantuku berdiri. Kan jadi malu, masak dah gede jalan gitu aja jatuh. Kayak anak lagi belajar jalan aja.
"Makasih," jawabku malu-malu.
"Sama-sama, Tuan, sudah ditunggu di dalam sama nyonya," ujarnya setelah melepaskan genggaman tangan dari lenganku.
Tanpa menjawab aku langsung masuk ke dalam. Mami sudah menyambutku dengan berdiri di ruang tamu.
"Ayo masuk, wanita itu sudah menunggu di ruang keluarga," kata mami menuntunku ke ruang keluarga.
Aku benar-benar penasaran dengan wanita itu. Seperti apa wajahnya? Dan seketika aku terkejut saat tiba ruang keluarga.
Seketika aku pun panik. Saka datang. Lalu bagaimana jika dia tahu bahwa yang kemarin malam bersamanya di hotel adalah aku, istrinya. Sedangkan dia menganggapku wanita rendahan. Pasti dia akan semakin ji jik jika tahu itu aku.Saat aku mendengar suara langkah kaki Mami menaiki tangga. Gegas aku berpamitan pada pelayan agar tidak bertemu dengan Saka. Bisa makin terhin4 jika dia tahu aku lah wanita yang malam kemarin tidur dengannya.Sebelum hal itu terjadi. Menghindar dari Saka sepertinya lebih baik. Toh semua surat sudah aku tanda tangani. Jadi, tidak ada lagi urusan antara aku dan juga keluarga Abraham.Aku berjalan mengendap-endap dari pintu belakang. Sialnya, aku malah memakai mobil sport. Kepergianku pasti terdengar oleh kuping Saka. Dari kaca spion, aku melihat Saka memperhatikan mobilku dari balkon kamarnya. Untung saja aku memakai kaca mata hitam saat masuk dan keluar rumah. Jika pun dia melihat cctv, aku bisa aman. Idih, kepedean kali aku nih. Mana mungkin Saka bakalan cari t
Mataku terus memindai setiap sudut ruangan. Namun, tidak aku temukan sosok Saka sama sekali. Ah, bukankah tadi dia pamit ke toilet. Apa aku cari ke toilet aja ya?Ide gil4. Nanti kalau beneran itu dia. Bisa makin bahaya dong."Ehem." Suara deheman muncul di belakangku."Nilam Cahaya, apa kabarnya?" tanyanya sok ramah."Masih sendiri aja, nggak laku ya," cibirnya. Mulutnya masih pedas seperti dulu. Emang dasar julid!"Nggak, dia adalah tunanganku sekarang. Kenapa?" Aditya muncul untuk membela. Sejak dulu, dialah orang yang selalu membelaku dari Si mulut julid itu."Kamu ... kayak kenal deh. Tapi siapa?" Putri mulai mengingat Aditya."Aditya Zavir," sahut Aditya dan Putri pun kaget."Aditya yang ....""Iya Aditya yang giginya tonggos, yang dulu sering kamu hin4 itu. Lelaki yang tidak akan laku karena memiliki gigi tonggos," tegas Aditya membuat mulut Putri seketika terkatup."Cie cie." Vika muncul secara tiba-tiba. Memang titisan demit deh kayaknya tuh anak. Eh, tapi ngomong-ngomong d
"Apa? Tanda tangan surat? Ok, aku akan segera ke sana."Tanda tangan surat apa? Kok aku jadi kepo gini sih."Aku harus pulang, kata kakakku aku harus tanda tangan surat pengalihan perusahaan.""Loh katanya dia ....""Dia sudah mendapatkan warisan dari Opa, makanya perusahaan yang dia pegang selama ini diberikan padaku sesuai dengan perjanjian. Siapa saja yang mau menikah, maka dia akan mendapatkan perusahaan pusat dan cabangnya akan dibagi aku dengan adikku," jelasnya, sedangkan aku masih bingung, tapi juga ikut bersyukur."Terus perusahaan barunya?" tanyaku berharap jika bukan kakak Aditya yang memegang."Tetap kakakku yang pegang, dia yang pandai mengembangkan perusahaan. Diantara kami bertiga, hanya dia yang pandai mengambil keputusan," jawab Aditya yang menjadikan harapanku sia-sia.Pasti kakak tiri Aditya tegas. Dia dipercaya oleh papinya. Saat membayangkan wajah kakak tiri Aditya, kenapa wajah Saka yang ada dalam pikiranku. Dari sifat dan watak yang diceritakan oleh Aditya, Sak
POV ArshakaSetibanya di ruang keluarga. Aku tidak menemukan istriku. Sepertinya dia kabur saat aku sedang menaiki tangga. Sebab, terdengar suara deru mobil keluar dari depan rumah ketika aku tiba di ruang keluarga.Gegas aku berlari ke arah balkon. Aku sangat penasaran dengan wajah dari istriku itu. Dan sayangnya, aku tetap saja tidak bisa melihat wajahnya sama sekali.Kaca mobil tertutup rapat, sehingga menyulitkan aku untuk melihatnya. Bikin aku semakin penasaran saja."Dia sudah tanda tangan kontraknya dan juga surat cerai!" seru Mami hingga terdengar dari arah balkon."Baguslah kalau begitu. Itu artinya aku akan segera menjadi pemegang perusahan utama," jawabku keluar dari kamar yang dulu sering aku tempati, tetapi tidak dengan sekarang.Mami hanya terdiam. Tidak menyahut apalagi membalas. Terlihat aneh sih, tapi biarlah. Lebih baik aku istirahat saja. Mumpung hari ini aku free. Sekali-kali tidur di siang hari kayaknya enak juga.Aku kembali masuk ke dalam kamar. Rapi dan masih s
Seketika aku menelan saliva dengan kasar mendengar suara Saka dari seberang telepon. Ya Tuhan, apa malam ini Saka akan ....Kejadian malam kemarin saja masih membekas dalam ingatan. Dan ini ... membayangkan saja aku sudah merasa takut. Apalagi suara Saka terdengar sangat menakutkan.Mendengar suara Saka membuatku bergidik ngeri. Apalagi suara itu sama persis saat Saka berbisik tepat di belakang telingaku seraya mencvmbu.Apa jangan-jangan dia emang kecandvan obat seperti itu? Kok ngeri sekali bayanginnya.Ibarat kata, sekali mencoba kok jadi tuman."Mari, Non, saya antar," ucap seorang pria berbadan kekar yang disebut Rul.Entah namanya siapa, mungkin Ruli, Amrullah, atau bisa jadi Ruliyah."Kemana?" tanyaku khawatir.Sebab, sambungan telepon juga belum terputus, sedangkan Saka sudah terdiam.Mami mengambil ponsel dari tanganku dengan cekatan."Segera ajak dia ke apartemen Saka!" Perintahnya terdengar gusar.Semakin mencekam saja keadaannya. Apa yang akan Saka lakukan nanti?Terus gim
Suara itu mengagetkanku. Lelaki yang sama di hotel dan mengejarku itu kembali hadir. Mau apa lagi dia?Tanpa peduli apa pun. Aku langsung berlari menuju lift dan segera menutup sebelum pria itu ikut masuk.Nggak di sini, nggak di sana. Aku sudah seperti tersangka m4ling saja. Dikejar dan dikejar.Huft! Akhirnya aku tiba di mobil Vika. Wanita itu sudah menunggu sejak tadi. Sampai-sampai dia ketiduran di mobil."Minggir, biar aku aja yang nyetir!"Wanita itu mengerjapkan mata. Mau marah tapi nggak jadi karena lelaki itu berteriak."Berhenti!""Siapa sih dia?" tanya Vika yang ternyata masih mengenakan gaun yang sama ketika reunian. Begitu juga denganku. Ya, kalau aku kan karena sibuk berlari saat dikejar."Anak buah Saka," jawabku menambah kecepatan agar jauh dari pantauannya."What?" Mata yang tadinya masih mengantuk, kini terbuka lebar."Anak buah Saka? Ngapain dia ngejar kamu?" sambungnya.Aku mengendikkan bahu. Sebab, aku sendiri juga tidak tahu alasan apa Saka memerintah anak buahny
POV RihanaSejak kakak tiriku meninggal dan menitipkan anak gadisnya padaku. Aku terpaksa harus merawatnya. Hingga ada sebuah tawaran menggiurkan dari keluarga Abraham saat perusahaan yang aku kelola mengalami penurunan pendapatan selama setahun karena kesalahan di divisi marketing. Banyak produk yang kadaluarsa karena tidak laku. Alhasil, mengalami kerugian yang sangat banyak.Apalagi, saat produksi juga banyak mengalami kegagalan.Aku gak mau rugi. Ketika keponakanku menikah dengan keluarga kaya raya itu. Aku menggunakan kesempatan yang ada untuk memeras mereka. Meminta banyak uang pada mereka dan aku simpan sendiri untuk membuat usaha baru yang memang aku kuasai.Saat di detik-detik terakhir pernikahan Nilam. Aku menjebak mereka agar tidak bercerai. Namun, b0dohnya Nilam, dia malah menolak u4ng pemberian dari Saka. Padahal niatku adalah baik, supaya dia tidak susah jika perusahaan benar-benar sudah jatuh di tangan Abraham.Aku memikirkan hidupnya supaya enak. Eh, malah ditolak."B
POV RihanaSejak kakak tiriku meninggal dan menitipkan anak gadisnya padaku. Aku terpaksa harus merawatnya. Hingga ada sebuah tawaran menggiurkan dari keluarga Abraham saat perusahaan yang aku kelola mengalami penurunan pendapatan selama setahun karena kesalahan di divisi marketing. Banyak produk yang kadaluarsa karena tidak laku. Alhasil, mengalami kerugian yang sangat banyak.Apalagi, saat produksi juga banyak mengalami kegagalan.Aku gak mau rugi. Ketika keponakanku menikah dengan keluarga kaya raya itu. Aku menggunakan kesempatan yang ada untuk memeras mereka. Meminta banyak uang pada mereka dan aku simpan sendiri untuk membuat usaha baru yang memang aku kuasai.Saat di detik-detik terakhir pernikahan Nilam. Aku menjebak mereka agar tidak bercerai. Namun, b0dohnya Nilam, dia malah menolak u4ng pemberian dari Saka. Padahal niatku adalah baik, supaya dia tidak susah jika perusahaan benar-benar sudah jatuh di tangan Abraham.Aku memikirkan hidupnya supaya enak. Eh, malah ditolak."B