Pria renta itu bangkit dari duduknya lalu beralih memandangku. Tatapannya tajam. Hal itu membuatku khawatir dan takut.Apa jangan-jangan Opa tidak suka jika dia memiliki cicit laki-laki?Namun, rasa ketakutan seketika sirna setelah kakek berucap."Baby boy?"Aku mengangguk."Opa senang mendengarnya. Dia akan menjadi pewaris setelah Saka. Terima kasih banyak Nilam," ujar kakek ia mendekat lalu mengusap lenganku."Sama-sama, Kek," jawabku."Aku pikir tadi kakek akan marah," imbuh Saka yang ternyata dia memiliki ketakutan yang sama."Enggak dong, apa pun anak yang dilahirkan. Opa tetap menerimanya. Jaga istri dan anakmu ya," kata kakek kembali ke posisi semula. Duduk di hadapan Saka."Siap, Opa," balas Saka."Ah iya, hari ini Opa rencananya mau menengok Aditya. Apa kalian mau ikut?" tawar Opa."Boleh," jawab Saka, "bagaimana Nilam? Kamu mau ikut?" tanya Saka dan aku pun mengangguk.Siang itu aku, Opa dan Saka berkunjung ke sel. Setibanya di sana, Vika juga sedang menemui Aditya. Saat kam
"Aduh!" pekikku kala seseorang mendorong tubuh ini hingga terjerembab masuk ke sebuah kamar hotel."Si4l!" umpatku mencoba bangkit setelah terjatuh.Namun, sama sekali tak pernah aku sangka. Sebuah tangan menyentuh pundak. Terasa hangat dan itu membuatku merinding. Seketika tangan ini ditarik begitu saja olehnya."Arshaka!"Aku terbelalak saat tahu siapa pria yang kini menarik tubuhku hingga kami terjatuh di atas tempat tidur yang sama. Apalagi, kini tangannya telah mengunci tubuhku hingga kesulitan bergerak. Aku merasa ada yang tidak beres dengannya. Mungkinkah dia minum obat per4ngsang? Apakah kami dijebak? Tetapi siapa yang menjebak?Aku berusaha mendorong tubuhnya, tetapi gagal dan tetap berada di bawah kukungannya, tidak bisa bergerak sama sekali. Bahkan, kini ia malah semakin berbuat nekat.***Aku adalah istri Arshaka Abraham. Pernikahan terjadi karena aku dijadikan jamin4n oleh Bibiku demi kelanjutan perusahaan almarhum mama dan papa. Dengan alasan itu, aku dipaksa menikah
"Ada apa? Jangan ganggu aku! Telepon besok saja!""Nilam, kamu kenapa? Suaramu meninggi? Ada masalah?" tanya Mami mertuaku.Ah sial memang! Aku pikir tadi orang kantor. Malu sendiri kalau begini. Terdengar sangat tidak sopan."Aduh maaf, aku baru saja bangun tidur, Mam. Ada apa?" tanyaku berubah ramah.Tentu aku tidak mungkin bilang jika semalam aku dan Saka baru saja melakukan malam pertama karena dijebak oleh Bibi. Terdengar mustahil dan akan membuat Mami mengira jika aku sengaja menjebak demi menghindari perceraian."Oh begitu. Besok datang kemari. Kita bahas soal pernikahan kalian, sesuai dengan kontrak," ujarnya sebelum mengakhiri panggilan."Baik, Mam."Selesai menelpon. Aku masuk ke dalam kamar. Mematikan telepon agar bisa beristirahat dengan tenang.Bibi berkali-kali mengetuk pintu. Aku tak peduli. Dasar wanita ular. Gara-gara dia aku kehilangan keperaw4nan bersama suamiku sendiri. Nasib!Waktu sudah sore. Seharian aku belum makan sama sekali. Lapar. Tentu. Gegas aku turun un
Aku masih bergeming, tidak menjawab ataupun menoleh. "Hei, mau aku antar pulang?" tawarnya lagi dan kini tangannya menyentuh pundakku.Tepaksa aku menoleh. Awalnya aku pikir dia adalah Saka. Ternyata bukan. Lalu siapa dia? Aku tidak kenal."Em ....""Aku Aditya Zavir, kamu lupa ya." Pria itu tersenyum setelah menyebut namanya, sedangkan aku malah bengong."Nilam Cahaya, aku Aditya Zavir. Si boneng," imbuhnya karena aku masih shock. Bagaimana tidak kaget coba. Wajahnya sangat jauh berbeda. Tampan. Sekitar 10 12 sama Saka. Kalau Saka, dia memang tampan dan rupawan. Sayangnya dia pria dingin dan angkuh. Kalau Aditya, dia memang baik."Aduh lama nggak ketemu, Dit. Maaf," balasku canggung."Nggak apa-apa, ayo aku antar pulang."Tanpa menunggu persetujuan. Aditya menggandeng tanganku masuk ke dalam mobilnya. Pria itu mengantarkan aku pulang."Nanti mobilnya biar diambil bengkel. Besok pagi akan diantarkan ke rumah oleh karyawanku," ujarnya setelah kami masuk ke dalam mobil."Terima kasih.
POV ArshakaMalam ini aku merasakan ada yang aneh pada diriku setelah minum segelas b*r dari pelayan hotel. Tak biasanya aku merasa pusing dan tubuh terasa panas. Tiba-tiba saja muncul suatu perasaan yang tidak biasa pada diriku.Kebetulan saat aku sudah tidak tahan, ada seorang wanita duduk di lantai. Aku langsung memegang pundaknya dan menarik tubuhnya. Tak peduli dari mana dia dan siapa dia. Bagiku, malam ini aku bisa menyalurkan keinginanku."Diam!" sentakku saat dia berusaha berontak."Kau di sini! Itu artinya kau siap dengan resikonya. Nikmati saja! Bukankah ini sudah menjadi pekerjaanmu!"Aku tak peduli dengan rintihannya. Namun, anehnya, dia sama sekali tidak menangis. Hanya berusaha berontak dan menolak. Tapi baguslah, aku tak perlu mendengar suara tangisnya.***Ketika mata mengerjap, sosok wanita itu sudah berdiri di hadapanku dengan mengendap-endap. Entah apa yang akan dia lakukan. Aku langsung menyetak dan memberikan bayar4n baginya. Namun anehnya, kartu yang aku berikan
Seketika aku pun panik. Saka datang. Lalu bagaimana jika dia tahu bahwa yang kemarin malam bersamanya di hotel adalah aku, istrinya. Sedangkan dia menganggapku wanita rendahan. Pasti dia akan semakin ji jik jika tahu itu aku.Saat aku mendengar suara langkah kaki Mami menaiki tangga. Gegas aku berpamitan pada pelayan agar tidak bertemu dengan Saka. Bisa makin terhin4 jika dia tahu aku lah wanita yang malam kemarin tidur dengannya.Sebelum hal itu terjadi. Menghindar dari Saka sepertinya lebih baik. Toh semua surat sudah aku tanda tangani. Jadi, tidak ada lagi urusan antara aku dan juga keluarga Abraham.Aku berjalan mengendap-endap dari pintu belakang. Sialnya, aku malah memakai mobil sport. Kepergianku pasti terdengar oleh kuping Saka. Dari kaca spion, aku melihat Saka memperhatikan mobilku dari balkon kamarnya. Untung saja aku memakai kaca mata hitam saat masuk dan keluar rumah. Jika pun dia melihat cctv, aku bisa aman. Idih, kepedean kali aku nih. Mana mungkin Saka bakalan cari t
Mataku terus memindai setiap sudut ruangan. Namun, tidak aku temukan sosok Saka sama sekali. Ah, bukankah tadi dia pamit ke toilet. Apa aku cari ke toilet aja ya?Ide gil4. Nanti kalau beneran itu dia. Bisa makin bahaya dong."Ehem." Suara deheman muncul di belakangku."Nilam Cahaya, apa kabarnya?" tanyanya sok ramah."Masih sendiri aja, nggak laku ya," cibirnya. Mulutnya masih pedas seperti dulu. Emang dasar julid!"Nggak, dia adalah tunanganku sekarang. Kenapa?" Aditya muncul untuk membela. Sejak dulu, dialah orang yang selalu membelaku dari Si mulut julid itu."Kamu ... kayak kenal deh. Tapi siapa?" Putri mulai mengingat Aditya."Aditya Zavir," sahut Aditya dan Putri pun kaget."Aditya yang ....""Iya Aditya yang giginya tonggos, yang dulu sering kamu hin4 itu. Lelaki yang tidak akan laku karena memiliki gigi tonggos," tegas Aditya membuat mulut Putri seketika terkatup."Cie cie." Vika muncul secara tiba-tiba. Memang titisan demit deh kayaknya tuh anak. Eh, tapi ngomong-ngomong d
"Apa? Tanda tangan surat? Ok, aku akan segera ke sana."Tanda tangan surat apa? Kok aku jadi kepo gini sih."Aku harus pulang, kata kakakku aku harus tanda tangan surat pengalihan perusahaan.""Loh katanya dia ....""Dia sudah mendapatkan warisan dari Opa, makanya perusahaan yang dia pegang selama ini diberikan padaku sesuai dengan perjanjian. Siapa saja yang mau menikah, maka dia akan mendapatkan perusahaan pusat dan cabangnya akan dibagi aku dengan adikku," jelasnya, sedangkan aku masih bingung, tapi juga ikut bersyukur."Terus perusahaan barunya?" tanyaku berharap jika bukan kakak Aditya yang memegang."Tetap kakakku yang pegang, dia yang pandai mengembangkan perusahaan. Diantara kami bertiga, hanya dia yang pandai mengambil keputusan," jawab Aditya yang menjadikan harapanku sia-sia.Pasti kakak tiri Aditya tegas. Dia dipercaya oleh papinya. Saat membayangkan wajah kakak tiri Aditya, kenapa wajah Saka yang ada dalam pikiranku. Dari sifat dan watak yang diceritakan oleh Aditya, Sak