Share

setelah itu

Mobil di parkirkan tak jauh dari lokasi acara kami turun dari sana dan langsung berjalan beriringan. Mas Aldi berjalan menggandeng kedua anaknya sementara kedua istrinya berada di belakangnya, yakni aku dan Filsa.

"Mbak Aini, gak nyangka kita kembaran," ujarnya dengan ramah yang terkesan memaksa.

"Uh hmm, iya," jawabku dengan senyum yang tak kalah terpaksa. Aku geram dalam hati. Model, Payet, warna, semuanya sama, seakan kami anak kembar. Dasar Mas Albi tak punya akal.

"Tapi, aku kurang suka modelnya, andai masa lebih membiarkan aku sendiri yang memilihkan model tentu tidak akan seperti ini," sambungku.

"Uh-hmmm, sama." Wanita itu bergumam sambil tersenyum maklum.

"Lain kali, katakan pada suamimu itu membagi Uang belanja dan biarkan kita sendiri yang membeli pakaian," ucapku sambil mencarikan diri. Rasanya tak tahan lagi berjalan beriringan seakan aku ban serep yang tak dibutuhkan.

Melihatku menjauhkan diri, sontak saja Filza tersenyum tipis, lalu dengan santainya dia menarik Fatimah dari tangan Mas Albi, dia beritahu anakku bahwa aku memisahkan diri. Fatimah, teralihkan, dia menghampiriku, wanita itu senang dan langsung menggandeng Mas Albi seakan pria itu miliknya sendiri. Hebat!

*

Di pertemuan pesta, kami terpaksa membaur lagi, karena Mas Albi memanggilku. Dia memperkenalkan kami pada beberapa anggota keluarga jauh yang belum kami jumpai. Terlihat sekali bahwa keluarga mertua dan suamiku adalah keluarga terhormat, punya pekerjaan dan bisnis yang bagus, mereka terlihat mampu dan berkuasa.

"Albi, senang melihatmu dan keluargamu,". Ucap seorang Om yang merupakan seorang kontraktor proyek.

"Iya, Om, kenalkan ini istri saya Aini dan filsa."

"Senang berjumpa kalian, Nak."

"Iya, Om," jawab kami serempak.

"Jadi, katakan, dari dua bidadari ini manakah yang lebih dekat denganmu," ucap pria itu bercanda. Aku melirik Mas Albi, menunggu jawaban di mana ia terlihat gugup dan tak nyaman.

"Sebenarnya keduanya, Om, mereka membahagiakanku."

"Alhamdulillah. Ini istrimu yang muda ya?" tanyanya sambil menunjuk Filza.

"Iya, Om, saya." Jawab Filza.

"Kamu cantik sekali, selera Albi sangat luar biasa. Semoga kalian langgeng selamanya."

"Amin Om."

Wanita itu terlihat bahagia mendapatkan pujian dari Omnya suami kami, sementara aku kesal dan benar-benar sakit hati sekali. Apakah karena aku yah telah lebih dahulu menikahi Albi jadi terlihat tua dan buruk rupa? Allahuakbar.

*

Kini kami terpisah, Mas Albi menggandeng Filsa dan mengajaknya untuk berkenalan dengan orang yang belum ia temui sejak pernikahan. Sebenarnya itu wajar karena sudah kewajiban seorang suami memperkenalkan anggota keluarganya kepada sang istri. Tapi, kenapa juga aku harus sakit hati ya? Apakah karena Mas Albi menggandengnya dengan erat dan senyumnya terlihat sangat bahagia dan bangga, ataukah kebencianku kepada Filza yang membuatku tidak terima? Atau ... Aku yang kini berdiri di balik tiang beton meranggas seakan-akan tidak diperdulikan, hanya melihat mereka dari kejauhan sambil menahan miris dan merasa terabaikan?

"Oh Tuhan, ini buruk sekali. Mengapa aku harus merasakannya."

Bahkan sampai acara makan malam, kami mengantri makan. Aku mau ngambilkan makanan untuk kedua anakku sementara Mas Albi mengambilkan makanan untuk dia dan istri barunya. Mesra sekali bukan. Argggg ... Aku cemburu.

"Mestinya .... Kalau dia tidak hendak mengambilkan aku makanan ... Harusnya dia menawariku apakah aku minta bantuan atau minimal basa-basi." Ah, aku hanya bisa menghela napas sambil menyaksikan tumpukan makanan yang kini terlihat hambar dan menghilangkan seleraku.

"Bunda gak makan?"

"Gak, Bunda gak selera," jawabku yang memperhatikan kedua anakku duduk di meja bundar menghadapi hidangan yang lezat.

Aku sangat berharap di dalam hati agar filsafat dan Mas Albi tidak perlu bergabung ke meja kami tapi ... Harapanku ternyata terlambat karena tiba-tiba saja mereka menarik kursi dan duduk dengan santainya.

Ya Allah ....

"Mungkin aja Bunda kamu lagi diet Mbak Fatimah, karena dia merasa gemuk dan ingin secantik dulu," timpal filsa sambil bercanda.

"Gemuk pun kau tetap cantik Ummi, jadi makanlah," ucap Mas Albi menimpali.

Kucengkeram tanganku yang gemetar karena tak kuasa menahan emosi, andai ini tidak di keramaian umum aku sudah menampar mulut Filza yang sejak tadi sikap dan ucapannya terua meremehkanku.

"Ahahah, cantik atau jelek, aku telah lebih dahulu bersama dengan orang yang kini bersamamu. Aku mendapatkan apa yang kuinginkan dan bahagia sekali. Kuizinkan dia menikah demi refreshing dan menyegarkan pikirannya. Tapi tetap saja kan, hiburan hanya hiburan, dia tetap akan kembali ke prioritasnya yang semula." Jawabanku membungkam mereka berdua. Terlebih Filza yang langsung memberengut mendapatkan jawaban semacam itu.

"Ummi ... sudah ya, kita makan dulu ...."

"Aku mau pulang lebih dahulu Mas. Aku akan naik taksi," jawabku tegas.

"Kenapa?"

"Karena aku sudah tak tahan lagi bersandiwara akrab dengan selirmu!"

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Yati Syahira
makanya cari uang sendiri aini biar lepas dari albi di madu sakit
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status