LOGIN'Aku pasti salah dengar. Tidak mungkin kan, Papa dan Mama menyuruhku menikah dengan Ansel, dia adalah adik iparku. Walaupun dia ….'
Riri tidak melanjutkan pemikirannya lebih jauh. Kepalanya menggeleng kecil mengusir semua bayangan masa lalu. Padahal kejadian itu sudah lebih dua puluh tahun. Semua bagi dia hanya masa lalu. Sekarang dia harus berfokus ke masa depan supaya bisa mendapat kasih sayang dari kedua orang tuanya. "Tadi Papa bilang apa?" tanya Riri ulang masih memasang raut bahagia. "Apa yang Papa katakan tadi belum jelas. Kamu ini punya telinga atau nggak sih," sindir Azumi. "Maaf, Ma. Riri tadi pasti salah dengar. Tidak mungkin kan, Papa menyuruh Riri menikah dengan Ansel?" sahut Riri tertusuk dengan perkataan Azumi. "Apa yang kamu dengar tidak salah. Memang itu yang Papa kamu katakan." "Maksud Mama dan Papa apa? Riri tidak mengerti?" tanya Riri dengan wajah bodoh. Bodoh mendengar permintaan konyol dan tidak masuk akal. "Kamu menikahlah dengan nak Ansel," ulang David. "Menikah dengan Ansel?" "Iya." "Bagaimana Riri bisa menikah dengan Ansel, Pa. Ansel itu suami Lili, adik kandung Riri sendiri," tolak Riri tidak percaya. "Kamu jangan khawatir, pernikahan itu hanya sementara," sahut Azumi. "Sementara?" tanya Riri yang semakin tidak tahu kemana arah pembicaraan kedua orang tuanya. "Ya, kamu menikah dengan Ansel …." "Kenapa Riri harus menikah dengan Ansel," kata Riri dengan meremas kedua tangannya yang berada di lutut. Riri masih sulit percaya dengan perkataan kedua orang tuanya. Dia bahkan memotong perkataan mamanya. Hal yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Karena itu tindakan yang tidak sopan. "Kamu tahu, Lili tidak akan bisa mempunyai anak," ucap Azumi. "Apa hubungannya Lili tidak bisa mempunyai anak dengan Riri yang harus menikah dengan Ansel, Ma?" "Karena Lili tidak bisa mempunyai anak, maka kamu lahirkanlah anak buat mereka," kata Azumi seolah sedang menawarkan Riri mau makan siang apa. "Setelah anak itu lahir, kalian bisa bercerai," sambung Azumi. "Apa permintaan Mama tidak keterlaluan," ujar Riri tersenyum pahit. Lebih pahit dari yang pernah dialami selama ini. Apa tidak cukup mereka memberikan semua untuk Lili. Apa dirinya juga harus dikorbankan. "Apanya yang keterlaluan, Lili itu saudara kamu. Sudah seharusnya kamu bisa membantu dia." "Maaf, Ma. Kali ini Riri tidak bisa mengabulkan permintaan Mama dan Papa," kata Riri membendung air mata yang ingin keluar. "Apanya yang tidak bisa. Kamu tinggal menikah dengan Ansel. Setelah anak itu lahir, kamu bisa kembali menjalani kehidupan kamu kembali. Mereka juga akan menjalani hidup mereka sendiri." Riri sangat kecewa dengan perkataan mamanya. Mamanya tidak sedikitpun memikirkan bagaimana dengan perasaannya. Mamanya dengan tega menyuruhnya menikah terus minta bercerai. Setelah itu Riri dan Ansel akan hidup bahagia. Tapi beda dengan dirinya, kehidupannya akan hancur. Tidak akan ada orang yang mau menikah dengannya lagi. "Apakah pernikahan di mata Papa dan Mama hanya sebuah permainan. Mengapa dengan begitu mudah Papa dan Mama menyuruh Riri menikah, menyuruh Riri menyerahkan anak kandung Riri. Terus Riri ditinggalin begitu saja. Apa artinya Riri ini untuk Papa dan Mama," kata Riri tidak sanggup lagi menahan air mata yang keluar dari kelopak mata. "Riri, Papa tahu ini cukup berat buat kamu. Tapi, jika kedua orang tua Ansel tahu kalau Lili tidak bisa hamil, itu bisa mengancam kehidupan rumah tangga mereka berdua. Kamu tahu kan, selama ini keluarga kita bisa menikmati kemewahan seperti ini berkat dukungan kedua orang tua dari Ansel. Kalau suatu saat mereka bercerai, pasti kita akan kembali jatuh miskin. Apa kamu mau jatuh miskin?" ujar David memotong perkataan Riri. Hati Riri semakin tertohok, orang tuanya tega menjual harga dirinya demi harta dan keutuhan keluarga Lili dan Ansel. Selama ini dia tidak pernah menikmati kemewahan seperti yang dinikmati adiknya. Dia seperti dianaktirikan di rumahnya sendiri. Tidak pernah diberikan hadiah atau uang jajan seperti yang diberikan orang tuanya kepada Lili. Jadi, kenapa dia harus mempertaruhkan hidup untuk hal yang bukan untuknya. "Maaf, Riri tetap tidak bisa," tolak Riri dengan tegas dan kecewa kepada kedua orang tuanya. "Mama tidak mau ada penolakan," bantah Azumi. "Riri tetap tidak mau menikah dengan Ansel. Jika Riri melakukan itu, maka Riri sama saja dengan menghancurkan kehidupan Riri sendiri." "Jadi kamu tega melihat kehidupan keluarga adikmu hancur, termasuk kedua orang tuamu," ucap Azumi membalas perkataan Riri. Bersambung ….."Kalau begitu, mulai detik ini kamu tidak perlu masuk kerja lagi," perintah Lili."Apa? Aku tidak boleh masuk kerja?" tanya Riri tercengang.Riri sudah bersusah payah memperjuangkan kinerja selama ini. Dia baru menjabat sebagai manajer, mana mungkin dia mau membuang semua usahanya begitu saja."Iya," balas Lili tanpa rasa salah sedikit pun. "Tidak Li, kali ini aku tidak mau. Aku tidak bisa menuruti keinginan kamu," tolak Riri menggelengkan kepala. "Kamu jangan keras kepala. Baru awal hamil saja, kamu sudah pingsan begini. Apa kamu mau terjadi apa-apa dengan bayi yang ada di dalam perut kamu?""Aku janji Li, aku akan menjaga anak ini dengan baik. Lain kali aku tidak akan ceroboh dan memaksa diri lagi," terang Riri sambil memohon. "Halah, aku tidak percaya sama kamu. Pokoknya kamu segera keluar dari kantor itu. Aku tidak mahu tahu, titik," kata Lili tidak mau dibantah. "Aku tetap tidak mau Li. Aku baru saja diangkat menjadi manajer di sana. Mana mungkin aku keluar, Li. Aku mencapai
"Bagaimana kalau minggu depan kita mengkabari mereka kalau kita akan segera punya anak?" usul Lili "Apa mereka tidak akan curiga tentang kebohongan ini?""Kamu tenang saja Ansel. Sekarang kan tidak ada bedanya kalau aku mengaku hamil. Perut orang hamil tidak mungkin langsung membuncit. Jadi orang tua kamu tidak akan curiga. Nanti kalau usia kehamilan diatas empat bulan, baru aku tidak boleh bertemu dengan kedua orang tuamu. Supaya orang tua kamu percaya. Bagaimana?" tanya Lili bersemangat."Baiklah, minggu depan kita akan memberitahu kabar ini. Mereka pasti terkejut.""Aku tidak sabar menunggunya.""Aku juga tidak sabar bayi itu akan lahir," sahut Ansel.Lili rada sedikit kesal Ansel berkata menunggu bayi itu lahir. Dia harus mengubah topik agar Ansel bisa memikirkan topik lain. Terlalu malas mengungkit tentang kehamilan Riri."Apa kamu tidak kembali ke kantor?" tanya Lili agar Ansel segera pergi dari sana."Aku khawatir dengan Riri. Aku mau tunggu dia bangun saja," jawab Ansel."Kam
"Selamat ya, Kakak anda saat ini sedang hamil. Isinya sudah memasuki dua bulan. Jadi untuk sementara dia tidak boleh terlalu lelah. Tolong kurangi aktifitas yang memberatkan. Termasuk beban pikiran.""Apa? Hamil?" tanya Lili dan Ansel barengan.Mereka sangat senang mengetahui Riri sedang hamil. Ansel tidak menduga jika dia akan menjadi seorang ayah. Sedangkan Lili senang karena dia bisa segera menjauhkan Ansel dan Riri lebih cepat. Sekarang kesempatan Riri untuk cari perhatian dari Ansel darinya akan hilang. Dia tidak sabar menunggu tujuh bulan lagi. Setelah itu, mereka tidak perlu melihat Riri lagi.'Akhirnya Riri hamil juga. Sekarang keluarga Ansel akan menerima aku dengan baik.'"Aku beneran hamil?" tanya Riri yang sudah siuman. Dia sempat mendengar perkataan dokter."Selamat ya Bu. Usia kandungan Ibu sudah menginjak dua bulan," ucap dokter memberikan selamat kepada ibu pasien seperti biasa.Riri masih tidak percaya dengan perkataan dokter. Dia tidak menyangka akan hamil secepat it
"Oh, ini. Aku mau menyerahkan dokumen kamu yang tertinggal. Aku tidak sengaja melihatnya saat kamu ke kamar mandi. Jadi ini ketinggalan, aku hanya mau mengantar dokumen ini. Aku pikir dokumen ini penting," terang Lili sambil menyerahkan dokumen ke Ansel."Syukurlah dokumennya sudah ketemu. Aku mencari ini dari tadi," sahut Ansel lega.Ansel menerima dokumen yang diserahkan oleh Lili. Membuka dokumen untuk melihat isinya ada yang hilang atau tidak."Tadi kenapa kamu terburu-buru? Apa kamu mau pergi?" tanya Lili menatap Ansel dengan lekat.Ansel kembali teringat dengan Riri. Dengan sembarang melempar dokumen itu ke atas meja. Hampir lupa dengan keadaan Riri. "Ayo kita pergi," ajak Ansel menarik tangan Lili."Kita mau kemana. Kenapa kamu terlihat panik?" tanya Lili kesusahan mengikuti langkah kaki Ansel yang besar. Ditambah kedua kaki menggunakan high heel."Tadi ada yang ngabari aku, Riri tiba-tiba pingsan di kantor," ajak Ansel.'Riri pingsan? Kok bisa? Apa jangan-jangan Riri sudah ha
Sejak menjadi seorang manager, Riri memiliki ruangan sendiri. Ruangan Riri hanya dibatasi oleh kaca. Sehingga dia bisa memperhatikan orang yang lainnya sedang bekerja. Riri memijat kening semakin erat yang terasa semakin berat. Sudah beberapa hari badannya sangat lemas dan tidak bertenaga. Kemudian sering sakit kepala. Dia juga sering mual di pagi hari serta saat mencium bau makanan yang berat."Ayo Ri, tugasnya sedikit lagi. Kamu pasti bisa," ucap Riri menyemangati diri sendiri. Dia harus menyelesaikan laporan itu sedikit lagi.Riri kembali mengerjakan laporan yang hampir selesai dikerjakan. Semakin dia memaksa mengerjakan laporan, kepala itu semakin berdenyut. Rasanya mau pecah isi kepalanya."Ya Tuhan, kenapa kepalaku semakin pusing," gumam Riri memegang kepala.Riri sudah tidak kuat lagi menahan rasa sakit kepalanya. Segera mengambil obat sakit kepala yang tersedia di dalam laci. Kemudian dia ingin meraih gelas minuman yang tidak jauh darinya. Sebelum tangan itu sempat menggengga
Lili menghentikan makannya. Baginya, mertuanya tidak menghargai dia sedikitpun. Secara terbuka menunjukkan sikap tidak suka. Bahkan di depan suaminya."Mungkin Lili bosan di rumah, makanya dia keluar sekali-sekali," bela Ansel."Kenapa kamu terus yang menjawabnya. Lili punya mulut sendiri. Kami sedang tanya sama dia," tambah Miranda."Maaf Ma, Lili selama ini selalu salah di depan Mama. Lili janji, kedepannya Lili akan menjadi lebih baik," ucap Lili dengan raut wajah menyesal. Dia tidak mau terlihat kurang ajar di depan Ansel. 'Kalau bukan mertua aku, aku tidak mau capek-capek berpura-pura seperti ini,' batin Lili tidak suka."Kamu jangan hanya janji terus, tepati sekali-kali," sahut Miranda sambil menyuapkan makanan ke mulutnya. Dia bahkan tidak repot-repot memandang ke arah Lili."Iya Ma, Lili akan berusaha lebih baik lagi. Apalagi Lili dan Ansel sedang melakukan program agar kami bisa hamil" kata Lili memancing reaksi Miranda.Miranda menjatuhkan sendok yang digunakan untuk makan.







