Amanda menjerit kencang saat baju yang ia kenakan koyak oleh tangan besar Pangeran. “Ahh!” Gadis itu langsung menutupi bagian atas tubuhnya, sedangkan sosok tampan itu masih mendominasi dirinya.
“Hei ... jangan berteriak seperti itu, orang-orang bisa mengira kalau akulah orang jahatnya,” bisik Pangeran Hitam sambil tersenyum penuh arti. Setelah berkata seperti itu, dengan sekali ayun Pangeran Hitam mengangkat Amanda White dalam gendongannya. Menghempaskan gadis itu di atas ranjang, segera Amanda membuat jarak sejauh mungkin dengan pria tinggi besar itu, tapi kepala ranjang mewah itu menghalanginya.
Pangeran Hitam membuka kancing baju yang ia kenakan dengan tak sabar, kemudian menjatuhkan kemeja hitam itu di sisi ranjang. Terlihat dada bidang dengan bekas guratan luka di sana-sini, seluruh tubuhnya tampak memiliki luka teriris benda tajam yang teramat dalam. Pria itu kemudian naik ke atas ranjang sembari menarik kaki Amanda sehingga gadis itu terseret dan kembali berada dalam kungkungannya. Pangeran bernapas berat menatap lekat wajah hingga tubuh Amanda.
“Berapa penyihir tua itu membayarmu? Berapa lama ia mempersiapkan ini?” tanya Pangeran Hitam. “Mana senjatamu untuk membunuhku?” kali ini Pangeran Hitam bertanya sambil meraba-raba tubuh Amanda mencari senjata yang tersimpan, tapi nihil yang ada malah libidonya makin naik saat harus bergesekan dengan kulit gadis cantik itu. “Apa di dalam sini?” tanya Pangeran Hitam lagi dengan seringai menghiasi di wajah tampannya, menunjuk pakaian dalam berwarna putih tulang yang masih Amanda kenakan.
Gadis itu langsung menutupi bagian bawah tubuhnya. Air mata masih deras membasahi kedua pelupuk manik ungu itu. Kembali ia tak sanggup mengucapkan sepatah kata pun, ketakutan menyelimutinya begitu tebal dan hanya gelengan kepala yang menjadi jawaban.
Di atasnya Pangeran Hitam tersenyum miring. Sangat tampan, andai saja ia lakukan itu di luar ruangan pada siang hari yang panas, bukannya malah di atas gadis yang ketakutan setengah mati!
“Apa kau takut padaku?” tanya Pangeran Hitam kembali sambil mengikis jarak di antara mereka.
“Tentu saja!” jerit batin Amanda.
“Kau tentu berharap aku mati di peperangan saja, seseorang yang tak layak hidup dan berbagi oksigen denganmu sekarang,” ujar Pangeran Hitam sambil mengeruk dengan serakah udara di antara ceruk leher Amanda dan dirinya.
“Pangeran seseorang yang tak layak hidup?” tanya Amanda di benaknya. “Bagaimana bisa?” Kata-kata ‘tak layak hidup’ itu yang biasa orang alamatkan pada dirinya dan Amanda tahu sendiri bagaimana sakitnya menerima kalimat itu. Jadi bagaimana mungkin ia bisa melemparkan kalimat itu pada orang lain, sedangkan ia merasa pangeran adalah orang yang nyaris sempurna hidup di dunia ini, walau itu berasal dari penilaian sesaatnya, mereka bahkan baru bertemu hari ini.
“Ti-tidak, se-setiap orang pantas untuk hidup dan berarti untuk orang lain, dan begitu pun Tu-tuan ... ,” jawab Amanda parau. Berusaha menjawab sedangkan ia ketakutan setengah mati bukan hal yang mudah, hanya saja ia ingin memberi tahu bahwa pria tampan itu berharga. Ia tak ingin Pangeran Hitam memiliki rasa sakit yang sama seperti yang ia derita.
Tepat setelah mendengar jawaban Amanda, pria tampan itu tampak membeku. Tak menyangka dengan jawaban yang tiba-tiba itu. Itu bukan jawaban yang biasa ia dengar. Berbeda. Jawaban yang entah bagaimana menyentuh satu bagian kecil di hatinya, satu bagian dari besarnya luka yang menganga di hatinya.
Ditatapnya manik ungu besar milik Amanda yang memantulkan sosok dirinya, tapi bukan sosoknya yang sekarang melainkan dirinya lima belas tahun yang lalu. Seorang pemuda kecil yang melompat ke pelukan seorang wanita yang memiliki warna rambut yang sama dengan dirinya. “Harta terbesarku adalah kau Illarion, putraku yang berharga ...,” bisik wanita itu yang sekarang terngiang di ingatan Pangeran Hitam.
Tiba-tiba pria berperawakan besar itu tertawa kecil. “Lucu, kenapa aku tiba-tiba mengingat hal remeh seperti itu di saat sekarang ini, apa karena mata indah gadis ini?” sebuah pertanyaan terlintas di benaknya.
Kembali rahang Pangeran Hitam mengeras, dengan kasar ditinjunya kepala kasur yang berada tepat di atas Amanda. Gadis itu sangat terkejut hingga memekik sesaat sebelum akhirnya menutup mulut dan matanya dengan kedua tangannya.
Pangeran Hitam kemudian bangkit membebaskan gadis itu dari kungkungannya, dan berpindah duduk di tepi ranjang. Kembali keheningan bergelayut di antara mereka, ketika pria itu mengenakan pakaiannya. “Aku tak butuh rasa simpati darimu,” ujarnya dingin sebelum menutup pintu kamar dan pergi meninggalkan Amanda sendirian.
Gadis berambut keperakan itu masih menangis sekaligus bingung dengan sikap tiba-tiba pria itu. Amanda menatap hampa pada pintu yang tertutup. “Apa aku salah?” tanya Amanda pada dirinya.
Tak lama dari luar terdengar bunyi derap sepatu kuda berikut gesekan kerikil dengan roda kereta. Dan malam itu rombongan Pangeran Hitam langsung meninggalkan kota Sulli, tanpa berpamitan sepatah kata pun pada sang tuan rumah.
“Kenapa ia pergi meninggalkanku? Atau harusnya aku bersyukur karena ia tak membunuhku....”
Awalnya aku selalu melihat ia seperti wanita yang dingin dan tak pernah tersenyum, ekspresinya selalu datar. Ia mirip sepertiku, kecuali satu hal. Gadis berkulit pucat itu selalu gemetar dan terlihat ketakutan. Manik matanya tak pernah benar-benar menatapku, ia selalu menatap kakiku. Entahlah mungkin sepatu kulitku lebih menarik ketimbang parasku, menurutnya. Tapi penampilan yang tak biasa itu cukup menarik perhatianku. Selanjutnya, kupikir untuk membunuh gadis itu secara perlahan. Menyiksanya dulu mungkin? Bagaimanapun ia adalah keluarga wanita iblis itu. “Ma-maaf.” “Maaf, Tuan…” “Maaf.” Itu ucapan yang sering ia lontarkan dari bibir merah cherry dengan tangan gemetar dan tubuh membungkuk. Hanya puncak kepalanya saja ya
“Aku hanya mengundang orang-orang yang terpilih saja untuk datang ke pesta ulang tahunku,” seru seorang anak gendut dengan leher berlipat. Nyaris seluruh anak di sekolah itu berharap diundang ke pesta cucu Duke Serafin, kakek Samuel yang terkenal kaya itu sangat memanjakan bocah gendut yang sekarang sedang berkacak pinggang dengan sombong. Tapi perhatian anak-anak di kantin dengan interior mewah itu langsung terpecah begitu melihat Maximiliam memasuki cafetaria yang menghubungkan asrama laki-laki dan perempuan itu. Beberapa gadis sedikit menjerit melihat kedatangannya. “Ck!” decak Samuel dengan raut muka tak suka. “Kau tak akan kuundang,” ujarnya sambil menunjuk Max yang melintas di depannya. “Aku juga tidak mengharapkannya,” jawab Max yang duduk meletakkan nampannya di sebelah Niana. Tawa pelan berbisik me
“Berkemaslah, kita langsung balik ke Ibu Kota,” perintah Illarion pada para anak buahnya yang masih masih tergeletak horizontal setelah dua hari menggempur pemberontak di wilayah perbatasan. Sebenarnya Kaisar Hitam enggan keluar dari Ibu Kota, atau lebih tepatnya meninggalkan Amanda. Permaisurinya itu ia tinggalkan setelah nyaris sebulan pernikahan mereka diakui publik. Tapi pemimpin pemberontakan kali ini jauh lebih cerdas dan kuat dibanding sebelumnya, karena itu Illarion Black turun tangan. Setelah Illarion masuk ke dalam tenda hitamnya, erangan pelan keluar dari mulut para prajurit itu. “Astaga Kaisar benar-benar manusia apa seorang monster? Tuan ingin kita segera balik ke ibu kota tanpa membiarkan kita bernapas terlebih dahulu,” keluh seorang prajurit yang baru saja kehilangan tiga gigi depannya karena perkelahian semalam.
Hai, perkenalkan saya penulis cerita ini dengan nama pena missingty.Terima kasih sudah mengikuti kisah Amanda White dan Illarion Black sejauh ini, dan yah, kita sudah berada di chapter terakhir kisah ‘Dipaksa Menikahi Pangeran Kejam’. Terima kasih untuk support teman-teman pembaca semua, di note ini juga missingty ingin meminta maaf jika tulisan yang missingty buat jauh dari ekspektasi dan keinginan para pembaca sekalian.Sebagai permintaan maaf, mungkin diantara para pembaca masih ada merasa plothole yang mengganjal di novel online ini, atau mungkin penasaran dengan beberapa kisah yang tidak disebutkan di cerita ini. Silahkan komentar di bawah ya, mungkin nanti missingty akan buatkan bab epilog untuk itu.Sekali lagi terima kasih kepada akak-akak pembaca sekalian, salam sayang dari missingty. I* inspirasikuh.
Ekspresi menyedihkan yang Illarion tampilkan setelah mendengar perkataan Amanda itu membuat Karak kembali menggaungkan tawanya di ruang bawah tanah itu. “Karma! Kau dengar! Itu Karmamu Illarion!” ucap pria tua itu di sela sela tawanya yang tampak mengerikan.“Jangan tinggalkan aku lagi Amanda,” pinta Illarion terdengar lemah mengikuti langkah gadis itu menuju pintu.Amanda mempercepat langkahnya sembari berurai air mata. Perpisahan dan pergi sejauh mungkin dari Illarion Black adalah pikiran Amanda saat ini.“Galela!” teriak lelaki bertubuh tinggi besar yang hanya beberapa langkah dibelakangnya itu.Amanda menghentikan langkahnya mendengar Illarion mengeluarkan nama lain dari mulutnya.“Kau tak ingin memaksanya memintamu untuk kembali padaku kan Amanda?” tanya Illarion dengan suara lirih seakan penuh kesedihan, tapi tatapan mata dari iris kelam itu terlihat sangat dingin.“Apa maksudmu?” tanya Amanda mengabaikan asas kesopanan den
Mata ungu Amanda langsung terbelalak mendengar nama itu. Karak adalah nama pria yang meracuni Illarion saat pesta dansa di ulang tahun baginda Raja Abraham dahulu. Saat itulah mereka bertemu Galela dan Balton yang menyelamatkan Illarion dan memberikan penawar racun itu.‘Apa karena itu, Illarion menyiksa pria ini? Karena ia pernah diracuni olehnya?’“Kau sepertinya mengenalku?” tebak Karak sembari menyipitkan matanya. Rantai-rantai di punggungnya ikut berderak. “Ah kemampuanku memang luar biasa.”‘Aku tak perlu ikut campur hal ini, sebaiknya aku pergi saja.’“Hei, apa kau tak menyimpan dendam pada pria itu?”Amanda yang bersiap balik kembali menghentikan langkahnya. “Karena?”“Mengorbankanmu.”“Apa maksudmu?” tanya Amanda.Karak kembali terkekeh pelan sebelum menjawab pertanyaan Amanda. “Kau kira siapa yang meracuni Raja? Raja terdahulu.”“Ha?” gumam Amanda tampak bingung. ‘Selama ini aku memang penasar
Wajah Putri Hera langsung pucat pasi. “Tentu saja warna musim semi itu yang paling pas seperti warna daun yang berguguran,” ujar Amanda sambil tersenyum dan menepuk lengan kakak iparnya itu.“Ah iya ten-tentu saja,” balas Putri Hera dengan senyum kaku.“Kami membahas warna gaun yang pas di musim semi, Tuan.”“Oh,” gumam Illarion kemudian naik ke dalam kereta kuda itu. “Kakakku akan berhenti di Istana Utama, ia akan tinggal sementara waktu di sana untuk mempersiapkan pesta pernikahan kita,” jelas Illarion pada Amanda.“Ah! Terima kasih, Putri Hera. Kuharap aku tidak merepotkanmu.”“Oh tentu saja tidak, aku senang akhirnya melakukan ini setelah sepuluh tahun menanti pernikahan kaisar,” balas Putri Hera tampak tertawa. Tapi hal itu malah membuat Amanda menautkan keningnya. ‘Kenapa Putri Hera terlihat sangat tidak nyaman di sebelah adiknya sendiri?’Akhirnya Amanda White dan Illarion Black sampai di is
Ancaman Illarion barusan membuat Putri Hera tercekat, matanya yang berkaca-kaca akibat tamparan di pipi barusan masih menatap tajam adik tirinya itu.“Tuan? Putri Hera?” panggilan lembut dari arah belakang Illarion Black memecahkan suasana tegang diantara dua kakak beradik lain ibu itu.Putri Hera langsung balik berlalu tanpa pamit pada Amanda sambil memegang pipinya yang memerah.“Putri Hera,” panggil Amanda pelan, kemudian balik menatap Illarion. “Putri tidak apa-apa?”Illarion kembali tersenyum manis dihadapan istrinya. “Ia tidak apa-apa, sepertinya kakakku terlalu mabuk di pesta dansa barusan.”Amanda menggumam pelan. “Aku akan membuatkan teh pereda pengar untuknya.”Namun, Illarion malah menggendong ala pengantin si gadis berkulit pucat yang sekarang mengenakan pakaian dengan warna senada rambutnya itu. Sama-sama merah muda.“Tak perlu, biarkan para pelayan yang mengurusnya. Malam ini kau hanya perlu mengurus diriku saja,” ti
‘Harusnya aku menyuruh orang untuk menjemputnya,’ batin Illarion sambil mencari-cari Amanda di antara ratusan tamu undangan yang hadir. Hingga lengkungan di wajahnya terbentuk lebar ketika melihat sosok berkulit seputih salju melewati pintu masuk utama aula tempat diadakan pesta dansa itu. Semua mata kembali mengikuti arah langkah Illarion Black sembari berdecak kagum melihat kesempurnaan fisik milik pemimpin pasukan paling mematikan di seantero Benua Hitam itu, hingga napas mereka tertahan ketika Kaisar Hitam berlutut di hadapan seorang wanita. “Siapa dia?” “Kudengar ia putri Duke Gree, bukannya ia sakit-sakitan dan memiliki anak diluar nikah?” Pertanyaan demi pertanyaan terus bergulir dalam nada rendah tak berani meny