“Tapi … hari ini, Zaviya ditemani tante Zara theraphy … Svarga inginnya mamanya Svarga yang menemani Zaviya theraphy.”Jadi Svarga cemburu dan merasa kalah oleh Ghazanvar lantaran maminya Ghazanvar perhatian kepada Zaviya sedangkan mamanya hanya melakukan panggilan telepon saja untuk mengetahui kondisi Zaviya.Cemburunya Svarga kepada Ghazanvar sudah merasuk sukma dan mendarah daging sampai dia sudah tidak mengenal logika lagi.“Oh ya Tuhan, sayaaang … Mama pikir kenapa, oke-oke … Mama bicara dulu sama papa, kamu tahu sendiri papa enggak bisa mama tinggal.” Mama Kejora tertawa di dalam hati karena entah kenapa dia merasa Svarga seperti anak kecil.“Iya Ma … kalau bisa aja, kalau enggak ya enggak apa-apa.” “Oke sayang … salam ya sama Zaviya.” “Iya, Ma.” Keduanya pun sepakat memutus sambungan telepon. *** Hari ini Svarga memiliki janji dengan Gladys.Iya, Gladys yang dijuluki nenek sihir oleh Zaviya.Gladys sahabat kecil Svarga tapi naksir Svarga dan Svarga tidak menyadarinya.Per
Plak!Tante Zara menjitak kepala putra pertamanya menggunakan brosur yang baru saja beliau ambil dari tempat brosur bahan akrilik yang tergantung di dinding.“Aw … Mi, apaan sih!” Ghazanvar berseru pelan memprotes dengan wajah memberengut kesal.“Kamu ngapain godain Svarga terus, Hah?!”Ghazanvar menyengir sembari menggaruk kepala yang tadi maminya jitak menggunakan brosur.Tante Zara mendelik, melangkah lebih dulu menyusuri lorong untuk kembali ke ruangannya.Mereka berdua baru saja keluar dari ruang rawat Zaviya.“Abang enggak godain Svarga kok, Mi … Abang godain Zaviya.” Ghazanvar mengaku saat mereka sudah berada di ruangan Direktur Utama rumah sakit ini.“Jangan macem-macem, Bang … istri orang itu,” tegur maminya serius.Ghazanvar tertawa sembari menghempaskan bokongnya di sofa.“Mi, kenapa bukan Abang sih yang dijodohin sama Zaviya?”Tante Zara mencebikan bibirnya sebal mendengar pertanyaan aneh putranya.“Jangan macem-macem, Bang ah! Mami enggak suka! Masih banyak ce
“Gara-gara aku digendong kak Ghaza ke kamar mandi tadi sore waktu mau pipis.” Zaviya mengakui dosanya.“Kamu denger ultimatum aku ke Ghaza, kan? Aku enggak suka kamu disentuh sama dia dan kamu malah minta disentuh.”Meskipun Svarga mengucapkannya dengan nada rendah tapi sungguh menohok hati Zaviya hingga terasa sekali perihnya.“Tapi aku enggak minta disentuh, mama Kejora yang minta tolong kak Ghaza gendong aku ke kamar mandi karena khawatir kaki aku sakit kalau dipake lari ke kamar mandi.” Zaviya menyanggah, nada suaranya masih rendah.“Makanya nanti lagi kalau udah kerasa mau pipis langsung ke kamar mandi jangan ditahan-tahan jadi enggak perlu lari-lari, kan!” Svarga memberikan sedikit penekanan membuat Zaviya terdiam.Zaviya tidak bisa mendebat Svarga karena ucapan pria itu ada benarnya dan dia tahu percis Svarga cemburu kepada Ghazanvar tapi masih bersedia disentuh pria itu.Fix, seratus persen Zaviya yang salah di sini. Zaviya harus mengakuinya meski sulit.Svarga tidak pe
“Kita makan malam dulu ya, Svarga … aku lapar.” Gladys lantas meminta driver mengantar mereka ke sebuah restoran yang menjadi pilihannya setelah bertanya pada Google.“Kamu saja ya, aku harus pulang … aku baru saja bilang sama mama kalau sebentar lagi aku akan sampai di rumah sakit.” Gladys berdecak lidah kesal. “Kita sudah sampai Jakarta … makan malam tidak akan lama … kamu bisa langsung pergi setelah makan malam.” Gladys membujuk.“Kamu saja.” Svarga tidak bisa dipengaruhi.“Kamu berubah Svarga, setelah menikah logika kamu entah ke mana perginya … kamu terlalu menuruti keinginan istri kamu … lama-lama istri kamu bisa membangkang.” Gladys jadi sewot karena ajakannya ditolak tegas oleh Svarga.Zaviya memang selalu menuntut, pernah juga membangkang dan selama keinginannya tidak berlebihan—pasti akan Svarga ikuti.Apalagi sekarang Zaviya sedang terbaring di rumah sakit, sudah kewajiban Svarga sebagai seorang suami untuk menemaninya.“Kamu dengar tidak apa yang aku katakan tadi?” Gladys
Setelah tadi malam Svarga melakukan permintaan maaf dengan cara mengajak Zaviya bercinta tapi hanya dia sendiri saja yang sampai pada puncak kenikmatan—pagi ini Svarga tampak biasa saja seolah kemarin dia tidak pulang larut dan membuat Zaviya ketakutan selama berjam-jam sendirian di kamar yang luas itu.Tidak ada tanda-tanda Svarga akan mengeluarkan kalimat permemintaan maaf dan sikapnya juga dingin seperti biasa.Ajakan bercinta tadi malam bagi Zaviya tidak ada artinya karena dia tidak mendapatkan pelepasan dan harus segera di ulang.Meski begitu Zaviya masih kesal karena kata maaf belum tercetus dari bibir Svarga.Jadi pagi ini ketika Zaviya bangun dalam pelukan Svarga, lalu Svarga membantunya melakukan urusan di kamar mandi termasuk membersihkan tubuh dan gantian pria itu juga mandi hingga sekarang mereka sudah dalam keadaan segar dan Svarga telah memakai pakaian kerja siap untuk pergi ke kantor—Zaviya masih belum mau bicara dengan Svarga.Sementara Svarga memang tidak banyak bicar
“Pagiiii.” Mama Kejora datang dengan semangat dan riang gembira seperti biasa.Beliau tidak tahu kalau anaknya membiarkan Zaviya menunggu cukup lama tadi malam, mungkin kalau beliau tahu—mama Kejora akan menjitak kepala putranya itu.“Eeeh … ada mbak Natalia, apa kabar Mbak?” Mama memeluk kemudian mengecup pipi kiri dan kanan bude dengan hangat dan ramah.“Baik … kamu sekeluarga baik juga ‘kan?” Bude membalas basa-basi. Langkah mereka berdua tertuju ke area sofa sedangkan Svarga, Argo dan Zaviya jadi terlibat canggung.Mama Kejora dan bude melanjutkan obrolan ringannya sampai akhirnya mama teringat akan putranya yang harus pergi bekerja.“Svarga … kamu pergi aja ke kantor, biar Zaviya sama mama sama bude juga.” Dengan santai dan polosnya mama Kejora berkata demikian.“Svarga Work From Home, Ma …,” putus Svarga yang tidak akan meninggalkan Zaviya bersama Argo barang sedetik pun.Svarga seperti tidak percaya diri kalau kasih sayang yang diberikannya kepada Zaviya tidak cukup jadi selalu
“Sebentar, aku jawab telepon dulu.” Svarga melepaskan pelukannya.“Jawab di sini, di depan aku,” pinta Zaviya masih dengan nada rendah.Svarga menatap Zaviya lekat, dia tidak mungkin menjawab panggilan dari Gladys di depan Zaviya, nanti akan ketauan kalau Gladys sudah di Jakarta dan dia sering bertemu dengan sahabatnya itu.“Ayo jawab sekarang di depan aku!” Nada suara Zaviya meninggi bersama sorot matanya yang tajam.“Zaviya!” Svarga berseru memperingati kalau dia tidak suka dengan sikap posesif Zaviya.Pria itu sudah berdiri di sisi ranjang Zaviya sekarang.“Kenapa? Apa yang kamu sembunyikan?” Zaviya terlihat murka.Svarga mengetatkan rahangnya, dia mengangkat tangan yang menggenggam ponsel kemudian menggeser icon gagang telepon berwarna hijau.“Hallo!” Svarga menjawab panggilan telepon dari Gladys sambil menatap Zaviya tajam.“Svarga … menurut kamu—“ Kalimat Gladys terjeda.“Gladys, ini sudah malam dan aku sedang di rumah sakit … bisa kita bicara nanti?” Sambar Svarga dingin.“Oh …
Zaviya tidak ingin Gladys menggunakan segala cara untuk mendapatkan Svarga, membuat Svarga jatuh cinta kepadanya.Dia hanya ingin melindungi rumah tangganya dari badai yang mungkin akan diciptakan Gladys.Dan karena dia juga mencintai Svarga, dia tidak ingin Svarga sangat dekat dengan perempuan manapun meskipun katanya perempuan itu adalah sahabatnya.*** “Svarga, gendong aja Zaviyanya,” titah mama Kejora saat mereka sudah turun dari mobil yang terparkir di basement karena akan mencapai lift yang akan membawa mereka ke unit apartemen Svarga.Svarga memberikan koper kepada asisten rumah tangga yang menjemput ke basement kemudian mendekat pada Zaviya untuk menggendongnya.Tidak ada penolakan, Zaviya juga menunjukkan ekspresi biasa saja agar mama Kejora tidak curiga.“Nanti kamu ke kantor lagi enggak?” Mama Kejora bertanya setelah mereka masuk ke dalam lift.“Enggak Ma, nanggung.” Svarga menjawab.“Bagus kalau gitu, Mama bisa pulang sore ini ya … kebetulan om Kama mau ke Jerman … ada ur