Share

Bakal Jatuh Cinta

last update Last Updated: 2023-05-25 11:23:02

Waktu sudah menunjuk angka dua belas malam. Acara dinner keluarga sudah selesai dilangsungkan. Pertemuan antar dua keluarga itu cukup sukses. 

“Kamu tahu nggak, tadi Mami bilang apa?” kata Jonathan kepada istrinya itu. 

“Tahu!” ucapnya pelan. 

Jonathan tersenyum tipis. “Kalau nggak mau, belum mau, jangan dipaksa.” 

Laura tidak menjawabnya. Matanya sudah berat, ingin ditutup dan tak ingin mendengar suara apa pun. Jonathan kemudian menghela napasnya dengan pelan dan kembali melajukan mobilnya agar segera sampai ke rumah. 

Lima belas kemudian, mereka pun tiba di rumah. Laura segera keluar dari mobil tersebut dan masuk ke dalam rumahnya. Tidak peduli dengan Jonathan yang masih di dalam mobil. 

Ting! 

Notifikasi pesan masuk di dalam ponsel lelaki itu. Ia baru menghidupkan ponselnya karena tidak ingin ada yang mengganggu saat pertemuan keluarga itu. 

Tanpa nama: [Kamu di mana? Kenapa nomornya nggak aktif?] 

Jonathan meghiraukan pesan tersebut. Ia memilih memblokir nomor itu dan kembali melangkahkan kakinya hingga masuk ke dalam rumah. 

Melihat Laura yang sudah tepar, tertidur di atas ranjang dengan gaun yang masih menempel di tubuh perempuan itu. Jonathan kembali menghela napasnya seraya geleng-geleng kepala. 

“Kenapa Tuhan memberiku istri unik seperti ini,” gumamnya kemudian melepas sepatu yang masih melekat di kakinya. 

Mengganti pakaian formal itu dengan mengenakan celana boxer saja. Dadanya ia biarkan telanjang karena sedang ingin mengerjai Laura malam itu. 

Biar saja perempuan itu kembali berteriak saat melihat dirinya tidur tanpa mengenakan apa pun saat itu. 

Waktu sudah menunjuk angka tujuh pagi. Laura membuka matanya kemudian menatap langit-langit kamar tersebut. 

“Bentar, bentar. Perasaan ini kaki berat amat,” ucapnya kemudian menatap ke arah samping. Saat ini, dia tidak kaget lagi atau berteriak. Karena sudah tahu kalau Jonathan pasti akan tidur satu kamar dengannya lagi. 

“Jonathan, bangun. Kaki kamu ini, berat banget!” Laura mencoba menyingkirkan kaki suaminya yang melilit di atas kakinya. 

Jonathan membukanya dengan pelan. Saat itu, tatapan mereka begitu dekat bahkan deru napas keduanya saling berembusan. 

“Kenapa?” tanya Jonathan kemudian. 

“Kaki kamu, berat.” Laura pun berhasil menyingkirkan kaki suaminya itu dari kakinya. “Heeuuh! Bisa nggak, kalau tidur jangan deket-deket!” 

Jonathan menyunggingkan senyum tipis. Ia kemudian beranjak dari tidurnya dan merentangkan tangannya. 

Laura menelan salivanya kala melihat tubuh kekar milik suaminya itu. Begitu indah dan sangat enak dipandang. Namun, kala matanya menangkap sinyal yang berdiri mentereng dengan jelasnya, ia pun menolehkan kepalanya dengan cepat. 

Membuang muka karena tidak ingin melihat sesuatu yang sama sekali tidak pernah ia lihat, kecuali melihat milik anaknya Gerald.

“Gede banget. Mana muat di liang gue yang kecil mungil imut kayak muka gue ini,” gumamnya seraya merapikan selimutnya. Ia kemudian segera melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar mandi. 

“Kamu mau sarapan apa? Biar aku siapkan,” kata Jonathan dengan elegannya menawarkan diri menyiapkan sarapan untuk istrinya itu. 

“Heeuh? Mau nyogok, ceritanya? Buat apa, Pak Jonathan yang terhormat?” kata Laura kemudian menatap datar suaminya itu. 

Jonathan mengendikan bahunya. “Ya sudah kalau tidak ma—“

“Roti bakar selai nanas!” ucap Laura kemudian segera masuk ke dalam kamarnya setelah memberi tahu ia ingin sarapan apa di pagi hari itu. 

Jonathan menyunggingkan senyum tipis. Ia pun keluar dari kamarnya kemudian menyiapkan sarapan untuknya dan juga untuk Laura—istri yang paling unik dan lucu menurut seorang Jonathan yang sedang berbaik hati menyiapkan sarapan di pagi hari itu. 

Lima belas kemudian, Laura pun keluar dari kamarnya dengan pakaian lengkap sudah ia kenakan. 

“Emang kamu nggak mau mandi?” tanya Laura kemudian duduk di kursi meja makan. 

“Selamat makan,” ucap Jonathan dengan suara datarnya. Ia bahkan tidak menjawab pertanyaan istrinya itu. 

Laura hanya menyunggingkan bibirnya kemudian mengambil roti tersebut dan melahapnya dengan semangat. Perutnya sudah tak sabar ingin segera diisi oleh makanan yang sudah menggoda hidungnya sedari tadi. 

“Mama kamu bilang, kamu punya asam lambung. Wajib sarapan, dengan apa pun kamu harus makan. Jangan meninggalkan sarapan, makan siang dan makan malam. Aku juga sudah siapkan susu kotak dan sandwich untuk bekal di kampus. Sorry! Baru tahu kalau kamu punya asam lambung.” 

Jonathan menjelaskan kepada perempuan itu mengapa dirinya langsung inisiatif untuk membuatkan sarapan pagi ini. Rupanya, Kayla memberi tahu bila Laura memiliki asam lambung yang merupakan penyakit yang diturunkan oleh sang mama kepadanya. 

“Ooh!” Hanya itu yang diucapkan oleh Laura kepada suaminya itu. 

Jonathan diam. Hanya menatap Laura yang dengan lahapnya memakan roti bakar buatannya. 

“Aku mandi dulu,” ucapnya kemudian beranjak dari duduknya. 

“Aku juga mau berangkat. Status kita masih disembunyikan. Hanya sebagian orang saja yang tahu, dan itu pun udah aku peringatkan untuk jangan memberi tahu kepada siapa pun!” ucapnya kemudian beranjak dari duduknya.

“Oh! Satu lagi. Thank you untuk roti bakar dan sandiwich-nya.” Laura kembali melangkahkan kakinya keluar dari rumah tersebut. 

Jonathan menghela napas pelan. “Whatever!” ucapnya kemudian masuk ke dalam kamarnya. 

Setibanya di kampus. Laura duduk di kursi taman karena jam kuliah diundur ke satu jam yang akan datang. Alhasil, ia tidak punya kerjaan selain melamun sembari meminum susu kotak yang sudah disiapkan Jonathan di dalam tasnya. 

“Jonathan aneh. Kenapa saat di kampus, kayak batu es yang baru keluar dari kulkas. Dingin banget dan nggak gampang mencair. Senyum aja sulit. Tapi, waktu di rumah, banyak omong, kadang nyebelin bahkan ....” Laura menghela napasnya. 

“Dia berani menunjukkan pedang pusakanya di depan gue! Sialan! Gue kan jadi terngiang-ngiang. Aah!” Laura menjambak rambutnya sendiri sembari berbicara seorang diri. 

“Ngapa lo?” Misya menghampiri Laura yang tengah duduk di bangku panjang tersebut. 

“Abis diubek-ubek Pak Jonathan ya, lo?” tebak Misya kemudian. 

Laura melirik sahabatnya dengan malas. “Nggak ada!” 

“Aahh! Payah, lo. Kebanyakan gengsi. Ngapa sih? Jangan bilang, elo udah nggak perawan!” 

“Nggak! Gue masih ori, Misya. Gila lo!” Laura memutar bola matanya. 

“Terus? Kenapa takut banget diubek-ubek laki sendiri? Karena nggak ada cinta? PSK aja berani megang pedang orang karena lihat duitnya gede. Gimana sih, lo!” 

Laura menelan saliva dengan pelan. “Masalahnya, gue belum siap. Gue takut banget. Tadi pagi gue lihat pas lagi on. Gede banget. Kalau nanti gue nangis gimana?” 

Misya tertawa mendengar ucapan polos sahabatnya itu. “Yaa namanya juga udah dewasa. Tubuhnya tinggi, proposional. Udah pasti pusakanya juga gede. Nangis udah pasti sih. Tapi yang bakal bikin ngakak paling juga elo bakalan teriak gak jelas gitu.” 

Laura mengerucutkan bibirnya kemudian menghela napasnya dengan pelan. Ia pun menatap Misya yang tengah sibuk membalas pesan masuk dari sang kekasih. 

“Misya. Jonathan kemarin lihatin potongan video si Virza lagi main sama perempuan coba. Dia mikir nggak ya, kalau gue juga udah diubek-ubek si Virza? Eeh! Sialan bener itu orang. Gue udah mati-matian belain dia di depan bokap gue. Tahunya berengsek. Sialan bener itu orang!” 

Laura tampak kesal kepada mantan kekasihnya itu. Di sisi lain, dia beruntung karena menuruti perintah sang papa untuk menikah dengan pilihannya. Tapi, dia masih belum nyaman bahkan belum mencintai Jonathan. Ada niat untuk mencintainya pun tidak ada. 

“Nggak bakalan, Lau. Dia percaya, kalau elo masih perawan. Asalkan jangan nolak, kalau dia lagi ajak elo atau nawarin elo buat bikin anak. Lagian kalau Jonathan nggak yakin elo masih perawan, boleh dites. Gitu aja dipikirin.” Misya memutar bola matanya. 

Laura menghela napasnya dengan pelan. “Emang, kalau untuk melakukan itu, nggak perlu ada cinta?” 

Misya menggeleng pelan. “Nggak. Banyak juga tuh yang nggak pake cinta, tapi hanya untuk kebutuhan aja. Tapi, mungkin aja elo bakalan jatuh cinta kalau Pak Jonathan memperlakukan elo dengan baik dan lembut.”

“Sorry, ganggu! Ada yang kenal Jonathan Albert Jovanca? Aku telepon soalnya nggak bisa.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dipinang Dosen Tampan   TAMAT

    “Heuh? Hukum mati?” Gerald tampak terkejut mendengar vonis untuk Frans.Jason menganggukkan kepalanya. “Ya. Bukan karena kasus penembakan yang dia lakukan pada kamu, melainkan karena polisi berhasil menemukan markas Frans. Gudang tempat menyembunyikan narkoba dan senjata illegal.”“Aaahh ….” Gerald manggut-manggut dengan pelan. “Jadi, hukumannya adalah hukum mati? Divonis mati?” tanya Gerald sekali lagi.Jason menganggukkan kepalanya. “Ya. Hukuman mati. Akan dieksekusi satu bulan lagi. Hanya membutuhkan satu kali sidang dan … dibawa ke tempat eksekusi.” Jason kembali menjelaskan kepada Gerald.Sementara Gerald tersenyum menyeringai sembari melirik Sandra yang masih duduk di sampingnya. “Baguslah. Aku lega, mendengarnya.” Gerald kemudian mengulas senyumnya kepada Jason.Jason menepuk-nepuk bahu Gerald dengan pelan. “Cepat sembuh, Gerald. Selesaikan kuliah kamu, lulus dengan predikat baik dan … menikahlah.” Jason menerbitkan senyum tulus kepada sang anak.Gerald menganggukkan kepalanya.

  • Dipinang Dosen Tampan   S2: Siuman

    “Bagaimana kondisi anak saya, Dok?” tanya Jason dengan suara paniknya.Gerald langsung dibawa ke rumah sakit dan langsung dibawa ke ruang operasi untuk mengambil peluru yang menancap di tubuh lelaki itu. Kurang dari dua jam lamanya operasi itu akhirnya selesai dilakukan.“Operasinya berjalan dengan lancar. Beruntung, peluru itu hanya menancap di bagian tulang belakang. Peluru itu sudah berhasil diambil dan kondisinya saat ini masih kritis. Kami akan membawanya lima menit lagi ke ruang intensif untuk melakukan perawatan selanjutnya sampai kondisinya kembali normal,” tutur Dokter Azmi—penanggung jawab kala operasi pengambilan peluru di tubuh Gerald.Sandra menghela napas lega setelah mendengar kabar dari Dokter Azmi bila Gerald selamat dari tembakan itu. Ia mengalami sedikit trauma bila seseorang terluka oleh luka tembak. Sebab Gery meninggal oleh peluru yang menancap di jantungnya. Sehingga membuat Gery tidak bisa diselamatkan.Kayla datang dengan wajah paniknya. “Sayang. Kamu baik-bai

  • Dipinang Dosen Tampan   S2: Menembus Punggung Gerald

    Waktu sudah menunjuk angka sembilan pagi. Hari ini adalah hari Minggu. Gerald dan Sandra pergi ke mall untuk belanja keperluan bayi yang sama sekali belum mereka beli.“Karena bayinya laki-laki, lebih baik kita beli warna yang lebih ke warnah laki-laki. Seperti warna biru, putih atau abu-abu. Yang cerah-cerah. Oke?” Sandra memberi saran kepada Gerald.Pria itu memberikan jempolnya kepada Sandra. “Oke, Sandra. Terserah kamu saja, yang penting semua keperluan untuk bayi kita sudah terpenuhi.”Sandra kemudian menerbitkan senyumnya. “Kita beli baju dulu kalau begitu. Baju, celana, handuk, selimut dan topi. Kaus kaki juga.”Gerald menggenggam tangan Sandra dan membawanya masuk ke dalam toko perlengkapan serba ada. Lengkap, berbagai macam keperluan bayi ada di sana.“Yang ini bagus, nggak?” Sandra menunjuk pakaian bayi kepada Gerald.“Bagus. Ambil aja yang menurut kamu cocok, Sayang. Jangan tanya aku. Aku mah terserah kamu aja. Kalau kata kamu bagus, berarti bagus juga menurut aku.”Sandra

  • Dipinang Dosen Tampan   S2: Misi Penangkapan Gerald

    “Bentar ... mau mandi dulu!” teriak Gerald menjawab panggilan dari mamanya itu.Sandra lantas memukul lengan lelaki itu. “Ishh! Gerald. Gak usah teriak juga.”Gerald terkekeh pelan. “Aku mau mandi dulu. Mau mandi lagi nggak?”Sandra menggeleng. “Mau cebok aja. Mandi mah besok pagi lagi aja.”“Ya sudah. Aku mandi dulu.”Sandra mengangguk. Ia kemudian beranjak dari tempat tidurnya dan masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan area sensitifnya terlebih dahulu.Sepuluh menit kemudian Sandra keluar dari kamarnya dan menghampiri Kayla dan juga Jason serta Laura yang sudah menunggu mereka tiba di sana untuk makan malam bersama.“Gerald sudah dipanggil?” tanya Jason kepada Kayla.“Sudah. Tadi katanya mau mandi dulu,” ucapnya menjawab pertanyaan sang suami.Jason mengerutkan keningnya. “Kok, aku nggak lihat kamu naik tangga?”Kayla mengendikan bahunya. “Mungkin kamu lagi sibuk dengan rainbow cake buatan Sandra. Makanya nggak lihat aku ke atas.”Jason manggut-manggut dengan pelan. Ia kemudi

  • Dipinang Dosen Tampan   S2: Hanya ingin Tahu saja

    Waktu sudah menunjuk angka lima sore.Dering ponsel Sandra berbunyi, panggilan dari Gerald. Ia kemudian segera menerima panggilan tersebut.“Halo, Gerald?” tanyanya kemudian.“Sandra. Hari ini mungkin aku pulang jam tujuh malam. Banyak tugas yang harus aku kerjakan soalnya. Mengejar ketertinggalan tiga bulan nggak masuk.”“Oh iya, Gerald. Nanti aku simpan kuenya di kulkas saja kalau begitu. Kalau lapar, tinggal ambil saja di sana, yaa.”“Iya, Sayang. Ya sudah kalau begitu aku lanjut nugas lagi.” Gerald menutup panggilan tersebut setelah memberi tahu bila dirinya akan pulang malam. Khawatir Sandra cemas lantaran tidak ada pulang di jam yang biasanya dia pulang.Sandra kemudian keluar dari kamarnya setelah membersihkan diri. Menghampiri Kayla yang sedang menggendong Felisha.“Mamanya ke mana, Mom?” tanya Sandra kepada Kayla.“Lagi mandi dulu katanya. Biar pulang nggak perlu mandi lagi.”Sandra manggut-manggut. “Gerald tadi telepon, katanya dia akan pulang di jam tujuh. Ada banyak tugas

  • Dipinang Dosen Tampan   S2: Bahagia Kami Semua

    Satu minggu sebelum tragedi ....Gery menemui Jason di gedung International Global.“Ada yang ingin saya sampaikan pada Anda.” Gery berucap dengan tegas dan datar.“Apa itu?” tanyanya ingin tahu. “Silakan duduk.” Jason mempersilakan Gery duduk di sofa yang tak jauh dari kursi kebanggaannya.Gery menghela napasnya dengan panjang. “Anda masih belum ingin menyetujui hubungan Sandra dan Gerald? Saya sudah ikhlas mereka bersama, Pak Jason. Kalau masalahnya ada pada saya ....” Gery memberikan dokumen surat permohonan cerai kepada Jason.“Saya sudah menandatangani surat cerai ini dan dua minggu lagi sidang dimulai. Semoga hakim menyetujui permohonan ini dan Sandra akan saya minta mengenakan pakaian longgar agar tidak kelihatan kalau dia sedang hamil. Tolong, Pak Jason. Saya hanya bisa berharap banyak pada Gerald.“Dia pasti bisa menjaga Sandra dari Frans. Saya tidak ingin Sandra jadi budak Frans. Anda pasti tahu bagaimana kejamnya dia kepada perempuan. Bukan karena cinta, tapi obsesi. Saya,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status