Tok tok tok!
“Masuk!” Jonathan kemudian masuk ke dalam ruang kerja Gerald di kampus untuk memberikan surat pengunduran diri sebagai dosen di sana. “Jadi, beneran mau resign?” tanya Gerald kemudian. Jonathan menganggukkan kepalanya. “Iya. Aku mau fokus kerja di perusahaan Papi saja. Sepertinya di sana jauh lebih aman ketimbang di sini.” Gerald terkekeh pelan. “Ya sudah. Nanti aku bantu untuk mengumpulkan semua dosen dan guru besar untuk memberi tahu kalau kamu mengundurkan diri. Kena marah siapa? Papa, atau papi kamu?” “Papi. Kalau Papa lebih ke Laura aja sih. Kamu tahu sendiri, Laura kayak gimana.” Gerald menganggukkan kepalanya. “Dia emang berisik, sok berani padahal penakut. Bikin repot orang aja emang itu anak satu. Maaf ya, udah bikin kamu jatuh cinta sama dia.” “No problem. Laura orangnya asyik, unik. Aku cinta diaKiara kemudian melepaskan tangannya dari rambut perempuan itu. “Kalau tahu elo ada di sini, udah gue bawa buktinya. Nanti aja deh, sekalian aja minggu depan. Biar buktinya makin banyak.”Kiara kemudian menerbitkan senyum menyeringai kepada Laura. Setelahnya, pergi begitu saja sembari mengenakan kacamata hitamnya lagi.“Ah, satu lagi. Bilang sama Jonathan, temui gue kalau rahasia yang dia sembunyikan nggak mau terbongkar dan tersebar ke mertua dan orang tuanya. See you!” Kiara melambaikan tangannya kemudian kembali melangkahkan kakinya.Laura menghela napasnya dengan pelan kemudian duduk dengan lemas di kursi panjang. Tapi, tidak dengan Misya. Dia menghampiri Salsabila yang terlihat senang melihat Laura lemah tak berdaya seperti itu.“Eh, Salsa. Elo kenal, sama si ulet bulu itu?” tanya Misya dengan nada kesalnya.“Enak aja lo, sebut dia ulet bulu. Tuh! Temen elo yang ulet bulu. Sampe segi
Jonathan memijat keningnya kemudian menatap Laura yang tengah menatap kosong sembari mengunyah snack yang ada di dalam toples."Kamu ... nggak mau mandi dulu? Udah jam empat," kata Jonathan mencari cara supaya paket yang dikirim oleh Kiara, tidak diterima oleh Laura.Ia sebenarnya tidak tahu, apa yang dikirim oleh Kiara kepadanya. Hanya saja, Laura yang mudah emosi itu khawatir tidak percaya padanya bila sesuatu yang tidak bisa dimaafkan adalah paket yang dikirim oleh Kiara."Nanti aja, belum pengen. Aku mau tidur dulu deh. Jam enam nanti bangunin, yaa."Jonathan menghela napas lega mendengarnya. "Ya sudah kalau begitu. Aku ke depan dulu, yaa. Jam enam nanti aku bangunin."Laura mengangguk. Ia benar-benar tidak peduli atau bertanya kepada Jonathan, apa yang dibicarakan Kiara kepadanya. Ia hanya tahu, bila Jonathan akan menemui perempuan itu agar berhenti mengganggunya."Permisi, Pak. Ada paket untuk Non Laura." Security rumah tersebut member
Jonathan menghapus pesan tersebut kemudian menyimpan ponselnya dengan kasar ke atas meja.“Kenapa, Jo?” tanya Laura kemudian.Jonathan menatap Laura dengan tatapan sayunya. “Aku bingung, Laura. Harus dimulai dari mana. Sementara aku tidak merasa kalau aku sudah menghancurkan Kiara.”Laura mengerutkan keningnya. “Tidur, dengan dia? Kamu ... udah tidur dengan dia?”Jonathan menggelengkan kepalanya. “Nggak, Laura. Kalau iya, aku udah jujur sama kamu.”“Terus ... kalau nggak merasa, kenapa harus takut? Aku nggak bakalan percaya juga, kalau emang nggak ada bukti. Kalaupun iya, bodo amat. Itu masa lalu kamu. Yang penting jangan diulangi lagi.”Jonathan menelan saliva dengan pelan. “Laura. Aku mohon sama kamu, beleive me. Jangan terkecoh oleh jebakan yang dilakukan Kiara.”“Kiara itu jahat. Dia pasti akan melakukan apa saja untuk mendapatkan apa yang dia mau. Dan d
Jonathan menggelengkan kepalanya dengan pelan. “Aku nggak pernah merasa sudah tidur dengan Kiara, Pa. Kalaupun iya, aku pasti mengakuinya.”“Laah! Kenapa Kiara bilang begitu?”“Karena ada buktinya, Papa. Ada fotonya,” jelas Laura kemudian.“Aahh! Foto. Kalau hanya foto sih, gampang. Udah jaman modern sekarang tuh, Laura. Tinggal edit-edit tipis, jadi deh. Jangan percaya kalau hanya foto. Video aja bisa dimanipulasi.”Laura lantas terdiam mendengar ucapan papanya itu. Hanya melirik Jonathan yang tengah menatapnya dengan tatapan yang cukup dalam.“Sudahlah. Jangan terkecoh dengan hal begituan. Jangan bikin Papa pusing. Masalah kakak kamu aja udah bikin Papa stress. Ini, malah mau bikin masalah baru lagi.” Jason menghela napas kasar. “Laura?” panggilnya kemudian.“Heung?” ucapnya pelan.“Pulang. Kelonan sono. Yakin deh, semuanya akan hilang dalam se
Jonathan menasihati sang istri dengan berucap lembut agar Laura paham dengan apa yang dia ucapkan kepada perempuan itu.“Iya, Jonathan. Sorry, masih jadi anak mami yang apa-apa langsung ke orang tua. Harusnya nggak boleh gitu, tapi sering aku ulangi lagi dan lagi.” Luara berucap dengan pelan.Jonathan kemudian mengusapi pucuk kepala perempuan itu lalu mengulas senyumnya. “No problem. Yang penting jangan diulangi. Kalau diulangi lagi pun, stok sabar aku masih berlimpah. Nggak apa-apa diulangi pun. Karena kamu orangnya pelupa.”Laura kembali mengerucutkan bibirnya mendengar ucapan suaminya itu. “Dasar!”Jonathan lantas terkekeh mendengar ucapan sang istri. “Aku tetap sayang sama kamu, walau kamu manja dan pelupa.”“Yaa harus! Nggak boleh nggak!”Jonathan kembali terkekeh. “Iya, Sayang.” Jonathan kemudian memarkirkan mobilnya dengan sempurna di bagasi rumahnya. Mereka sudah
Laura menatap Jonathan dengan lekat. “Jangan jadi CEO gila ya, Jo. Jangan bermain dengan sekretaris yang bakal godain kamu. Kamu tahu nggak, Mommy sama Papa selingkuh karena berawal dari godaan maha dahsyat Mommy. Sampai tidur bareng dan berakhir pada hubungan gelap.”Jonathan mengecup kening perempuan itu dengan lembut. “Don’t worry. Papa mencintai Mommy karena dia tidak mencintai istrinya terdahulu. Dan juga baru menemukan arti bahagia bersama pasangan itu hanya dengan Mommy. Dengan yang dulu, tidak ada. Berbeda dengan aku. Aku mencintai kamu, bahagia sama kamu. Mana mungkin aku tergoda oleh sekretaris yang berusaha menggodaku.”Waktu sudah menunjuk angka tujuh pagi.Rupanya, pergulatan di malam kemarin membuat keduanya lelah hingga lupa bangun tidur. Masih terlelap dalam tidurnya dengan tangan saling melingkar pada tubuh polos yang hanya ditutupi oleh selimut saja.Namun, terik matahari rupanya mengganggu mata yang masih i
Jonathan menepuk jidatnya kemudian memarkirkan mobilnya di parkiran kampus. Setelahnya menatap Laura dengan sangat lekat. "Sayang, bisa logis sedikit? Kamu baca cerita dari mana, diperkosa jin segala. Kamu benar-benar manusia paling absurd yang aku kenal, Laura. Nggak ada, Sayang. Nggak ada yang namanya diperkosa jin. Kalaupun ada, seperti apa, bentuk bayinya?""Yaa kayak jin," jawab Laura dengan polosnya.Jonathan menghela napas kasar kemudian geleng-geleng kepala. Ia pun keluar dari mobilnya, diikuti oleh Laura."Jo. Nggak ada ya, hamil anak jin?" tanya Laura lagi."Astaga, Sayang. Nggak ada, ya Tuhan. Istriku kenapa ini?" Jonathan kembali menepuk jidatnya."Yaa habisnya Kiara aneh. Hamil sama kamu, tapi kamu nggak merasa hamilin dia. Kan, bikin bingung." Laura menggaruk rambutnya."Jangan bingung, yaa. Lupakan saja. Yang jelas, itu bukan anak aku." Jonathan menerbitkan senyumnya kemudian memberikan undangan yang akan disebar oleh Laura ke
Laura menjadi lemas seketika mengingat kehamilan Kiara. Orang tua Jonathan yang amat sangat menunggu kehadiran bayi mungil di tengah keluarganya itu membuat Laura khawatir sendiri. Mengingat Tiara sangat menginginkan cucu, membuatnya berpikir tak karuan.‘Kalau nanti Kiara kasih tau orang tua Jonathan, dia lagi hamil anaknya Jonathan. Terus, gue jadi apa? Diceraikan? Terus, Jonathan nikah sama Kiara?’Laura banyak melamun sampai tak sadar bila Jonathan sudah ada di depannya.“Kenapa dia?” tanya Jonathan kepada Virza.Pria itu mengendikan bahunya. “Nggak tahu. Tiba-tiba melamun. Mungkin bete, nunggu Pak Jonathan nggak datang-datang. Ya sudah kalau gitu, aku balik duluan.”Jonathan menganggukkan kepalanya. “Thanks, udah nemenin Laura,” ucapnya kemudian mengulas senyum.Virza mengangguk seraya membalas senyum itu. Lalu melajukan motornya, pergi dari sana karena Jonathan sudah tiba.“L