Riko yang sejak tadi pergi. Kini sudah ada di depan pintu. Dengan segera dia langsung menarik tangan sang istri dengan kasar dan membawanya masuk kedalam kamar. "Riko! Lepaskan putriku. Kamu tidak bisa memperlakukannya seperti itu!" bentak Indah sambil menangis. "Kenapa tidak bisa? Aku suaminya, jadi aku bebas melakukan apapun yang aku mau," jawab Riko sambil mendorong mertuanya. "Dasar menantu durhaka, bisa-bisanya kamu memperlakukan mertua sendiri seperti itu!" bentak Rosa sambil membantu Indah berdiri. "Nia! Nia, keluar. Nak! Ayo kita pulang, lepaskan saja suamimu ini!" teriak Indah sambil menangis. Riko yang tidak mau tetangga mendengar pertengkaran itu. Langsung menyeret tangan Indah keluar dari rumahnya. Sukma yang melihat kejadian itu terlihat tertawa bahagia. "Kamu benar-benar menantu tidak punya hati, aku menyesal sudah menikahkan putriku dengan laki-laki sepertimu!" teriak Indah. Teriakan Indah ternyata didengar oleh beberapa tetangga Riko. Hingga membuat mereka semua
"Eh! Perempuan benalu, apa kamu tidak melihat cucian piring sudah menumpuk di belakang!" bentak Sukma hingga membuat Nia terkejut. "Maaf. Bu, apa tidak bisa hari ini aku beristirahat sebentar. Karena aku sedang tidak enak badan," jawab Nia sambil duduk di tempat tidurnya. "Tidak bisa! Pokoknya sekarang kamu bangun dan cepat kerjakan semua pekerjaan rumah." Sukma langsung menarik tubuh menantunya dan langsung membawanya ke dapur. Kehidupan Nia jauh dari kata sempurna. Bukan hanya dalam rumah tangga. Tapi dalam hal keuangan pun dia selalu kekurangan. Selama ini dia memang bekerja melayani lelaki hidung belang. Namun, seluruh uang tersebut justru di bawah oleh sang suami. Dia hanya memberikan uang 50 ribu per tamu. "Ya ampun lelah sekali rasanya," ucapnya sambil duduk di tempat tidur. Nia yang sudah kelelahan memutuskan untuk membaringkan tubuhnya di tempat tidur. Baru juga dia memejamkan mata. Tiba-tiba terdengar suara ponsel berbunyi. [Halo, Nia. Apa kabar?] tanya Rafli m
"Apa jangan-jangan dia di rumah orang tuanya?" tebak Sukma. Mendengar perkataan sang ibu, Riko langsung melajukan motornya ke rumah mertuanya. Riko yang baru saja datang terlihat heran. Pasalnya rumah itu terlihat sepi seperti biasanya. Bahkan suara sang istri pun tidak terdengar. "Assalamualaikum … ." Riko mulai melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah. "Waalaikumsalam," jawab Indah. "Mau apa kamu kemari! Apa kamu belum puas karena sudah menghina kami di depan tetanggamu." "Kedatangan ku ke sini … ." "Ayah!" teriak ketiga anak Riko sambil berlari ke arahnya. "Ayah, Bunda mana? Kenapa hari ini dia tidak ke sini untuk menjenguk kami," tanya Sesil yang berdiri di hadapan sang ayah. "Nia belum kemari, apa jangan-jangan dia pergi bersama laki-laki itu," batin Riko yang terlihat berdiri mematung. "Ayah! Kenapa Ayah diam," ucap Sandi dan Doni secara bersamaan. Sambil terkejut. "Sekarang kalian masuk dulu, Ayah mau bicara sama Mbah Utie dan Akong." Mendengar perintah sang
"Mas, lusa aku akan pulang ke rumah orang tuaku. Karena keadaan ibuku semakin kritis," ucap Nia yang saat itu berbaring di samping Rafi. "Iya, aku tahu. Lagipula kamu juga punya anak disana, kasihan mereka jika kamu tidak ada," jawab Rafli sambil menoleh ke arah wanita yang ada di sampingnya. Sambil memeluk tubuh Rafli. "Mas, aku nyaman bersamamu. Aku merasa bahagia bisa hidup bersamamu, kamu membuatku tertawa bebas." Perlahan Rafli mulai mencium bibir wanita muda itu. Perlakuan lembut Rafli membuat Nia merasa nyaman, hingga perlahan dia mulai membalasnya. Namun, baru saja Nia merasakan kenikmatan surga duniawi. Rafli tiba-tiba menghentikan aksinya. "Tidak, kita tidak boleh melakukan ini. Kamu bukan istriku, Nia," ucap Rafli yang langsung membelakanginya. "Kenapa? Bukankah kamu mencintai ku," jawab Nia yang terlihat kecewa. "Aku mencintaimu, tapi bukan berarti aku harus merusakmu. Laki-laki akan menjaga wanitanya jika dia benar-benar mencintainya, bukan malah merusaknya." R
Sejak saat itu kehidupan Nia mulai berjalan normal. Indah yang tidak terima dengan perlakuan menantu dan besannya itu melarang sang putri untuk tinggal bersama Riko. Hal itu tentunya membuat Riko marah dan tidak terima dengan keputusan mertuanya. "Kalian lihat saja apa yang akan aku lakukan pada putri kesayanganmu," batin Riko yang langsung meninggalkan rumah itu. [Bagaimana keadaan Ibu? Apa dia baik-baik saja,] tulis Rafli pada pesan singkat. [Ibuku baik, ternyata semua itu hanya kebohongan suamiku. Dia dengan sengaja membohongiku,] balas Nia. [Kurang ajar sekali dia, tapi kamu disana baik-baik saja 'kan.] [Alhamdulillah. Aku baik,] tulisnya sambil di sisipi emoticon senyum. Nia yang saat itu sedang berbaring di kamar. Terlihat terkejut saat melihat pintu kamarnya terbuka. Dengan segera dia menyembunyikan ponselnya. "Nia! Apa kamu tidak makan siang?" tanya Indah yang sudah berdiri di depan pintu. Sambil membuang nafas lega. "Ibu, aku pikir siapa." "Kamu pikir Ibu ini
"Halo, Mas. Aku pergi dari rumah," ucap Nia saat panggilannya terhubung. "Pergi dari rumah! Kenapa, apa ada yang menyakitimu?" tanya Rafli penasaran. "Mas Riko membawaku ke hotel. Padahal sebelumnya dia bilang jika dia akan mengajakku ke penggadilan agama, beruntungnya aku masih bisa kabur." "Penggadilan agama? Bukannya kamu bilang kalian sudah resmi bercerai!" ucap Rafli yang terdengar kaget. "Ceritanya nanti saja, Mas. Sekarang aku mohon selamatkan aku dulu." Nia terdengar ketakutan. "Baik-baik, sekarang kamu ada dimana?" tanya Rafli yang terdengar khawatir. "Aku ada di Terminal. Aku tidak tahu bagaimana aku bisa ketempatmu," ucap Nia yang mulai ketakutan. "Kamu sekarang tenang dulu, kamu cari apa disana ada tempat travel. Biar aku yang bicara pada mereka." Nia yang ketakutan segera mencari agen travel terdekat. Dengan segera dia menyerahkan ponselnya dan membiarkan mereka bicara dengan Rafli. Setelah beberapa saat agen travel menyerahkan kembali ponsel milik Nia. "K
"Assalamualaikum," ucap Rafli sambil masuk ke dalam rumah. "Waalaikumsalam," jawab Nia. "Ini kopimu, Mas." "Alhamdulillah, kebetulan aku haus sekali." Rafli langsung mengambil cangkir yang ada di depannya. Setelah menikmati kopi buatan Nia. Rafli langsung menggambil sebatang rokok dan langsung menyalakannya. Sementara itu, Nia yang sejak tadi di dapur langsung duduk di samping Rafli. "Hari ini ada pesan masuk dari Yuni," ucap Nia hingga membuat Rafli terkejut. "Yuni!" ucap Rafli sambil langsung menoleh ke arah wanita yang ada di sebelahnya. "Memang Yuni itu siapa. Mas? Apa dia kekasihmu." Nia terlihat penasaran. Perlahan dia mulai menceritakan siapa Yuni. Yuni adalah seorang wanita muda berusia 25 tahun. Dia adalah salah satu wanita yang mampu membuat Rafli mati rasa. Rafli yang saat itu masih menempuh pendidikan di sebuah universitas. Dianggap sebagai pria yang tidak memiliki masa depan. Tidak hanya itu, usia yanh terpaut 15 tahun membuat Kakak Yuni menentang hubungan
Sejak saat itu Nia terus menyembunyikan penyakit yang dideritanya. Dia berusaha terus terlihat baik-baik saja saat ada di dekat sang suami. Hingga suatu hari, Nia yang saat itu sedang menikmati masa liburnya tiba-tiba mendengar suara ponsel dari samping televisi. Sambil memegang ponsel. “Ternyata ponsel Mas Rafli tertinggal.” Nia yang saat itu merasa penasaran akhirnya memberanikan diri membuka sebuah pesan singkat yang ada di ponsel Rafli. Terlihat sebuah nama Yuni terpampang jelas pada ponsel tersebut. Perlahan Nia mulai membuka pesan singkat tersebut. “Assalamualaikum, A’. Apa kabar? Sekarang kamu tinggal dimana, aku ingin menemuimu.” Tulis Yuni pada pesan singkat tersebut. “Yuni? Bukannya dia itu mantan kekasih Mas Rafli,” ucap Nia dengan wajah bingung. Nia yang tidak ingin membuat dirinya semakin memikirkan keberadaan pesan singkat itu. Akhirnya memutuskan untuk meletakkan kembali ponsel milik Rafli. Sore hari, Rafli yang baru saja pulang dari kerja terlihat buru-buru me