"Maling...!" teriak si pemilik toko, sementara Adam sudah lari secepat mungkin dan menghilang di tengah kerumunan orang. Ia bingung kemana harus pergi, karena tempatnya berada saat ini dekat dengan rumah Gina, ia memutuskan untuk pulang dan berganti baju sebelum menjual hasil curiannya.
Ia mengetuk pintu rumah, di mana tempat ia tinggal selama ini."Adam!" Maria membuka pintu, Adam masuk ke dalam rumah dan mencari keberadaan Gina."Gina mana Ma?" tanyanya ketika mendapati Gina tidak ada di rumah."Dia belum pulang," jawab Maria sembari meletakkan kopi di atas meja yang tak jauh dari tempat Adam berdiri."Dia pergi kemana?" tanyanya lagi."Gina bekerja di tempat bos kamu," mendengar ucapan ibu mertuanya Adam terdiam."Kamu sudah makan Dam?" tanya Maria lagi.Adam menggeleng, melihat menantunya yang menggeleng. Maria pergi ke dapur dan tak lama.kemudian ia kembali."Makan lah dulu, sudah Mama siapkan di dapur!" ia menyuruh Adam untuk makan.Gina menatap seseorang yang kini berjalan kearahnya, setelah mendengar cerita dari Gina, lelaki itu langsung pergi ke rumah sakit, tempat dimana Maria dirawat."Mas, tolong aku Mas!" ucap Gina memohon kepada lelaki bertubuha atletis tersebut, matanya masih sembab akibat tangisan yang tak henti, ia begitu takut kehilangan orang yang begitu ia cintai, karena saat ini hanya Maria lah satu-satunya orang yang ia miliki di dunia ini.Alex memegang kedua pundak Gina, menatap wanita itu lekat-lekat."Gina, tenang!" ucapnya menenangkan Gina. Bahu yang ia pegang berguncang, "Aku takut Mas!" ucapnya serak dengan air mata yang kembali membanjir membasahi kedua pipinya. Tanpa ragu Alex merengkuh tubuh itu ke dalam pelukannya. Diusapnya punggung Gina, "Semua akan baik-baik saja, kamu jangan takut! Sekarang beritahu aku dimana ruangan dokter yang menangani Ibumu!" ucap Alex mengurai pelukannya.Setelah berbicara dengan dokter mengenai persetujuan tindakan operasi yang harus di
Setelah kondisi Maria berangsur normal, ia pun di pindahkan ke ruang rawat inap. Karena belum sadar, Gina pun menunggunya, sementara itu Alex masih setia menemaninya.Lelaki itu bahkan dengan pengertiannya membelikan Gina makanan pada pagi ini, membuat Gina termenung, bingung harus bersikap bagaimana pada bosnya tersebut. Apalagi jika ia teringat akan nominal angka yang tertera pada berkas operasi kemaren betapa banyaknya uang yang sudah dikeluarkan oleh Alex untuknya."Apa Mas mau makan?" tawar Gina karena ia melihat ada dua bungkus nasi bungkus di dalam plastik yang dibawa oleh Alex, sementara lelaki itu juga menemaninya dari tadi malam sampai sekarang."Kamu juga makan kan?" tanya Alex menatapnya lekat."Ooh, iya Mas!" Gina pun mengiyakan. Mereka duduk berhadapan, Gina sebenarnya malu makan bersama dengan Alex, karena keduanya terlihat seperti sepasang suami istri. Apalagi terkadang Alex menatapnya dalam, sesekali lelaki itu tersenyum bahkan terkekeh, seperti ada
"Alex...!" ucap Diana yang berjalan cepat menyusul Alex yang melangkah keluar."Kenapa?" tanya Alex cuek."Hari ini Angel akan kemari, Mama sengaja mengundang dia dan keluarganya untuk makan siang bersama dengan kita." mendengar ucapan Diana, Alex menghentikan langkahnya."Mama berniat menjodohkanku dengan dia?" tanyanya malas."Ayolah Alex, kamu jalani dulu." pinta Diana."Mama tau kan, aku suka sama Gina, kenapa harus menjodohkan aku dengan Angel?" Alex terlihat kesal."Karena Gina itu sudah punya suami Alex!""Aku akan membuatnya bercerai dengan suaminya!" tanpa ragu Alex mengucapkan kalimat tersebut."Alex! kamu gila!" Diana marah. Namun putranya tersebut tidak perduli dan mendengarkannya sedikitpun. Alex terus saja berjalan dan masuk ke dalam kamarnya.Diana mengepalkan tangannya, kemudian ia kembali berjalan ke dapur. Dari kejauhan ia memperhatikan Gina yang terlihat telaten dan juga cekatan dalam hal memasak, sesekali Gina tersenyum sembari
"Loh Gina, Alexnya mana?" tanya Diana yang melihat Gina berdiri di depan pintu kamar putranya tersebut."Ini Nyah, saya panggil-panggil tapi tidak ada sahutan dari Mas Alexnya." Gina mundur memberikan tempat kepada Diana. Ia bersyukur karena masih sempat keluar dari kamar tersebut."Alex!" panggil Diana, hening tidak ada sahutan sama sekali. Diana memutar handle pintu, dan menemukan Alex sedang bersandar pada tempat tidurnya sembari fokus kepada gadgetnya.Ia menghela nafas, ketika melihat Alex yang hanya menoleh sesaat saja kepadanya."Tadi Gina manggil kamu, kamu gak dengar?" tanya Diana menyelidik. Alex bangkit dari duduknya dan menatap ke arah Gina, "Ada apa memangnya?" tanyanya. "Saya pamit kembali ke dapur Nyah," pamit Gina, yang diiyakan Diana dengan anggukan."Ayo keluar, Angel dan orang tuanya sudah datang!" ajaknya kepada Alex yang hanya diam menatap kepergian Gina, yang sepertinya takut kepadanya. Alex pun bingung dan merutuki sikap bar-barny
"Pacarnya Bos Alex cantik sekali, bule lagi!" ucap seseorang di area gudang yang didengar Gina sangat jelas."Eh lo tau gak, Bos kita itu juga keturunan bule?""Iya gue tau kok, bapaknya dia itu orang Jerman!""Wajar sih kalau dia cari pendamping yang sama, dan setara sama dia!" "Iya!" Pembicaraan para laki-laki itu kembali menggelitik relung hati Gina, ia kembali lagi tertampar oleh keadaan.Setengah jam berlalu, Rian masih sibuk mengangkat karung semen karena bahan bangunan itu baru datang satu truck penuh. Handphone yang ada di dalam tas kecil yang ia bawa berbunyi.Dari nomor tak dikenal, dengan rasa penasaran yang tinggi, Gina pun mengangkat telepon tersebut."Hallo...""Gina, ini saya Komariah." mendengar ibu Komariah yang menelponnya hati Gina jadi tak karuan."Iya ada apa bu?, apa terjadi sesuatu dengan Mama saya?" tanyanya khawatir."Mama kamu tidak apa-apa, tapi...""Tapi apa Bu?" potong Gina tak sabar."Dari tadi ada
Gina menatap hotel bintang 5 yang berdiri megah di hadapannya. Hari ini dia ada janji akan bertemu dengan Alex, Bosnya di tempat bekerja.Kemaren setelah menyelesaikan urusan Adam dengan dept colektor, Alex meminta agar dirinya segera mencicil hutang tersebut karena uang yang digelontorkan Alex tidaklah sedikit. Mau tidak mau Gina hanya bisa mengiyakan apa yang di pinta oleh Alex, karena bagaimanapun Alex sudah sangatlau berjasa dalam kehidupan ibunya. Berkat Alex lah Maria bisa dioperasi, dan berkat Alex juga lah urusan mengenai hutang-piutang Adam yang harus ditanggung oleh Gina dapat terselesaikan. Karena jika tidak, bisa-bisa dua orang itu bertindak nekat masuk dan mengambil barang-barang di rumahnya, lagi-lagi yang dikhawatirkan oleh Gina adalah kondisi ibunya yang masih dalam masa penyembuhan.Langkah kaki itu ia rasakan begitu berat melangkah ke arah sebuah kamar yang telah dipesan Alex untuk mereka. 'Kamar nomor 021,' batin Gina sembari mencari nomor kamar tersebut.
Dua minggu sudah berlalu... Meski sudah beberapa kali menghabiskan waktu berdua dan bertukar keringat, Gina tidak ingin melibatkan perasaannya. Ia mencoba bersikap seperti biasa saja kepada Alex, layaknya antara bawahan dan atasan saja, apalagi ketika di hadapan orang lain.Sebuah panggilan terdengar dari handpone yang berada di dalam tas Gina yang digantung di salah satu paku yang tertancap di dinding."Mama..." alis Gina mengernyit, karena tidak biasanya mamanya tersebut menelpon."Haloo... Iya Ma ada apa?" tanya Gina mengangkat telepon tersebut."Gina, Adam pulang!"Duaaar...!Bagai tersambar petir di siang bolong, Gina terkejut luar biasa, bahkan ia tidak bisa berkata-kata."Gina, kamu pulang dulu ya!" pinta Maria."Iya Ma," hanya dua kata itu yang bisa Gina ucapkan.Ia pun pamit kepada Bi Imah, dan perempuan tersebut menyuruhnya untuk minta ijin kepada majikan mereka. Gina mengangguk dan berjalan ke tempat dimana majikannya tersebut bera
Ckiiiiit... Suara decit ban dari mobil yang di rem mendadak membuat siapapun yang mendengarnya merasa ngilu, bahkan gesekan antara aspal dan ban yang terbuat dari bahan karet itu mengeluarkan asap putih serta bau hangus terbakar.Karena tidak konsentrasi pada jalan yang ada di depannya, hampir saja Alex menabrak pengguna jalan lainnya. Untung ia masih bisa menginjak rem sekuat tenaga, membanting setir sehingga mobil itu berbelok kearah kanan dan bisa menghindari kecelakaan.Tok... tok... tok...Seseorang mengetuk pintu mobilnya, Alex yang masih menenangkan diri membuka pintu."Apa Bapak baik-baik saja?" tanya seorang berseragam orange yang merupakan petugas yang menjaga kebersihan area tersebut."Saya tidak apa-apa Pak, cuma sedikit kaget!" ucap Alex."Minum dulu Mas!" ucap lelaki paruh baya itu lagi, ketika melihat orang yang keluar dari mobil seseorang yang lebih muda darinya, ia menyerahkan sebotol air mineral kepada Alex yang menerimanya."Terima