"Reyvan, Rena, apa yang kalian rencanakan?" Risa yang baru saja datang melihat kedua anaknya tampak aneh. Hal itu pun membuat Risa bertanya-tanya. "Rencana apa sih, Ma? Ini lho ... rencana perkembangan kerja sama dengan PT Adiguna. Aku butuh bantuan Reyvan untuk menanganinya kali ini," bohong Rena. Rena tidak ingin mamanya mengetahui bahwa ia menyuruh Reyvan untuk menyelamatkan temannya. Tanpa Rena ketahui ternyata hal itu dimanfaatkan oleh adiknya sendiri.Risa yang tidak mengerti tentang masalah perusahaan hanya mengangguk saja. "Ooh, aku kira apa. Oh ya, Rey! Bagaimana penawaran Mama kemarin, kamu mau, kan?" "Penawaran apa, Ma?" Reyvan pura-pura tidak mengerti ucapan sang Mama. Ia sebenarnya tahu kemana maksud arah pembicaraan mamanya, namun ia sengaja tak ingin membicarakannya. "Mama tahu kamu hanya pura-pura, kan? Mau tak mau, kamu harus melakukannya," putus Risa yang sudah tidak ingin didebat lagi. "Aku pun sama, Ma ... tetap pada keputusanku. Mama tidak bisa memaksaku." teg
"Ren, Aku nggak menyangka kamu akan datang kemari? Terima kasih, ya," ucap Alissa seraya menggiring Rena berjalan menuju ruang tamu"Maaf ya, aku akhir-akhir ini sangat sibuk, jadi baru sempat ke sini sekarang." "Nggak pa-pa, Ren. Kamu ke sini sekarang aja aku dah seneng banget, kok." Alissa ingin sekali mengatakan sesuatu pada Rena, namun ia harus memastikan bahwa Riana tidak boleh mendengarnya. Ia pun melirik ke arah belakang. Ia melihat ada Riana yang sedang mengikutinya, membuat ia mengurungkan niatnya. Alissa dan Rena duduk bersebelahan di sofa ruang tamu dan sedang bercanda bersama. Akan tetapi, Riana yang sejak tadi mengikuti mereka, seakan tidak mau pergi dan itu membuat mereka merasa tidak nyaman. Riana seakan sengaja mengawasi mereka. "Kamu sampai kapan sih, berdiri di sini, Riana? Pergi dari sini! Buatkan minum untuk temanku?" tegur Alissa."Maaf, Nyonya! Baik, akan saya buatkan." Riana pergi meninggalkan Alissa dan Rena dengan wajah di tengkuk ke depan. Ia seakan tidak t
"Sayang! Kok, kamu di luar. Bukankah harusnya kamu istirahat, sekarang?" seru Erick bernada seolah khawatir. Erick yang baru saja datang, segera menghampiri Alissa dan duduk di samping Alissa. "Kamu sudah pulang, Mas? Bukannya kamu baru saja pergi, kenapa cepat kembali?" Alissa menatap Erick dan Riana bergantian, curiga bahwa kepulangan Erick ada hubungannya dengan Riana. ""Tadi aku baru saja selesai meeting. Entah kenapa perasaanku tidak enak, makanya aku pulang. Ternyata benar, kamu kebanyakan aktifitas, harusnya kamu istirahat, Sayang." Ucapan Erick seakan membuat Alissa semakin jijik, ia memalingkan wajahnya dan meringis geli menghadap Rena. Namun, sedetik kemudian ia berbalik lagi menghadap Erick dengan senyumannya. Bahkan, Rena yang baru saat ini melihatnya pun nampak ikut merasa geli dengan tindakan Erick."Aku tidak apa-apa, Mas." Alissa tersenyum palsu. "Lagian, bukankah sudah kubilang aku tidak mau minum obat saat siang hari.""Sayang, kondisimu sudah mulai pulih. Harusnya
Erick baru saja keluar dari ruang kerjanya. ia berjalan menuju ruang tamu, tetapi sampai di sana ia tidak melihat siapapun. Akhirnya ia pun memutuskan untuk ke dapur mencari Riana. Namun, baru beberapa langkah ia berjalan, tiba-tiba ia mendengar bel pintu rumah berbunyi. Ia pun memutuskan untuk melihat siapa yang datang dan mengurungkan niatnya pergi ka dapurnya. Erick baru saja membuka pintu rumahnya, namun ia terkejut saat mendapati seseorang dengan pakaian yang menurutnya aneh dan tidak dikenalinya."Siapa kamu?" tanya Erick. Reyvan yang sebelumnya berdiri membelakangi pintu, segera menoleh kepada Erick. Dengan gaya tengilnya, ia memperkenalkan dirinya pada Erick. "Maaf, Pak. kenalkan saya Roni, saya dapat pesan untuk memperbaiki AC di rumah ini. "AC? Aku merasa tidak pernah memanggil tukang servis AC. Sepertinya Anda salah alamat, jadi silakan pergi sekarang!" Erick pun tidak memedulikan Reyvan lagi, dan segera menutup pintunya kembali. Namun, saat pintu belum tertutup sempurn
Riana yang telah selesai membuat minuman untuk Alissa dan Rena, segera pergi membawa minuman itu untuk diantar ke kamar Alissa. Di saat Riana hampir sampai pintu dapur, tiba-tiba Reyvan datang dan sengaja menyenggol Riana.Seketika nampan di tangan Riana terlepas dari tangan. gelas berisi minuman itu jatuh dan tak berbentuk lagi hingga belingnya berserakan di mana-mana. "Maafkan saya! Saya tidak sengaja, saya tidak melihat Anda tadi," ucap Reyvan pura-pura khawatir. Riana melihat orang yang menabraknya tampak asing. "Siapa kamu? Kalau jalan tuh lihat-lihat!" bentak Riana. Ia mengerang marah, minuman syang sudah itu buat jatuh begitu saja. Kini ia harus membuat minuman lagi, belum lagi membersihkan lantai akibat pecahan gelas dan minuman yang tempat itu "Saya tukang servis AC, saya ingin melihat mungkin di sini dipasang AC.""Mana ada dapur dipasang AC? Pergi dari sini! Cari ke ruangan lain, sana!" bentak Riana lagi. Reyvan pun berbalik dan pergi meninggalkan dapur dengan senyum d
Reyvan mengerutkan keningnya kala mendengar dengan jelas apa yang diucapkan Erick dari dalam. Ia sangat yakin, Erick akan pergi menemui seseorang yang berhubungan dengan obat yang di minum Alissa selama ini.Reyvan tak ingin menyia-nyiakan kesempatan itu. Ia harus bisa mengikuti Erick dengan berbagai cara. Namun sebelum itu, ia harus menyelesaikan urusannya di rumah Alissa terlebih dahulu.Reyvan membenarkan kerah baju yang ia pakai, lalu bersiap untuk mengetuk pintu ruang kerja Erick. Reyvan mengangkat tangannya, sudah siap untuk mengetuk, tetapi tiba-tiba pintu terbuka dan muncul lah Erick dari dalam."Ada apa? Apa yang kau lakukan?" tegas Erick dengan pandangan matanya yang tajam.Reyvan yang melihat kemunculan Erick secara tiba-tiba, seketika cengengesan. "Ooh, Tuan! Tidak ada, saya hanya ingin bilang semua AC sudah saya periksa, sekarang tinggal ruangan ini."Erick mengerutkan keningnya menatap aneh pada Reyvan, baginya cara bicara Reyvan tidak seperti tukang servis pada umumnya.
"Apa?" Riana terkejut dengan apa yang ia dengar. "A-Apa yang Nona katakan tadi?'" Riana ingin memastikan apa yang ia dengar adalah salah. "Apa kurang jelas? Aku tidak suka jus. jadi, minuman ini untukmu." Rena pun mengulangi apa yang ia katakan. "Minumlah, dari pada mubazir," lanjutnya. Alissa yang sejak tadi hanya mendengarkan interaksi keduanya tersenyum tipis. Ia tidak menyangka Rena bisa membuat Riana terjebak oleh siasatnya sendiri."Ta-tpi Nona, saya tidak mungkin ... emm, obat ini milik Nona, temannya majikan saya. Jadi, Nona juga majikan saya. Mana berani saya minum minuman milik majikan saya.""Alah ... kamu ribet amat sih. Kamu anggap aku juga majikanmu, kan. Patuhi perintah majikanmu, cepat minum jus itu sekarang!" Rena pun menunjukkan sisi galaknya. "Tidak mungkin. Nyonya, tolong katakan pada Nona ini untuk tidak memaksa saya. Anda tahu sendiri saya tidak akan berani lancang." Riana berusaha mencari pembelaan dari Alissa.Alissa tersenyum pada Riana. Ia tahu Riana berus
Tampak Erick baru saja memasuki sebuah klinik sederhana yang berada lumayan jauh dari perkotaan. Dari luar klinik itu memang hanya terlihat biasa saja, akan tetapi di dalam ternyata semua nampak sangat berbeda. Klinik itu bukanlah tempat untuk pengobatan semata, melainkan tempat produksinya obat-obat ilegal.Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, Erick masuk begitu saja. "Apa yang sedang kau lakukan? serius amat," tegur Erick pada seseorang yang kini sedang bergelut di depan beberapa formula temuannya.Seketika laki-laki yang duduk dengan memakai baju serba putih, berparas tampan dan memakai kacamata itu menoleh pada Erick. "Kamu! Sejak kapan kamu datang?" tanyanya."Barusan saja. Aku lihat pintunya tidak terkunci, jadi aku masuk begitu saja," jawab Erick. "Apa yang sedang kamu lakukan?" Kali ini Erick yang bertanya.Denis, teman Erick itu mendengus kesal. Is tidak suka dengan sifat Erick yang masuk semaunya. "Yach ..., seperti yang kau lihat. Aku sedang bergelut dengan ciptaan baruku,