"Kak, minta uang dong."
Aisyah mendongak, menatap Sinta, sang adik iparnya yang mengadahkan tangan kepadanya. Walaupun lebih muda beberapa tahun dari Aisyah, tapi perempuan itu sama sekali tidak ada sopan santunnya.
"Uang Kakak udah habis, Abang kamu belum gajian," ujar Aisyah.
"Ih, Kakak kok pelit banget sih padahal 'kan itu uang Abang aku!" bentaknya kesal."Bukannya Kakak pelit, Sin, uangnya udah habis untuk beli kebutuhan rumah." Aisyah mengelus dadanya, ini bukan kali pertama ia dibentak oleh adik ipar.Memang kerjaan suaminya sangat mapan dan gajinya juga lumayan besar, namun ia harus membayar tagihan listrik, tagihan air, cicilan mobil, kuliah adik iparnya, belanja dapur, belum lagi uang untuk mertua serta adik iparnya yang selalu pergi shopping.Sinta melemparkan gelas yang berada didekatnya dengan sekuat tenaga, ia sangat kesal dengan Aisyah karena tidak memberikannya uang."Ada apa ini?" Davit yang mendengar pecahan gelas, langsung keluar dari kamarnya dan mendekati dua perempuan yang sedang beradu mulut di dapur."Kak Aisyah enggak mau kasih uang," adu Sinta kepada abangnya."Bukannya enggak mau tapi uangnya sudah habis untuk beli kebutuhan dapur," ujar Aisyah meluruskan, ia tidak ingin suaminya salah paham dengan dirinya."Ya udah kamu sabar dulu, nanti kalau abang sudah gajian, Abang akan lebihkan untuk kamu," ujar Davit lembut, ia tidak ingin melihat istri dan adiknya selalu bertengkar."Tapi enggak mungkin uangnya habis, pasti istri kamu enggak becus urus keuangan atau enggak ia pakai untuk berfoya-foya dengan lelaki lain," ujar Bu Wiwik--ibu mertua Aisyah."Iya benar, masa gaji kamu sepuluh juta bisa habis dalam sekejap? Emangnya kamu enggak curiga dia pakai uangnya untuk apa aja?" tambah Bayu--bapak mertua Aisyah.Aisyah memejamkan matanya berusaha untuk bersabar, keluarga suaminya memang sangat menguji kesabarannya, mereka pikir bayar semua cicilan bisa pake daun? Mereka pikir uang yang selama ini dipakai untuk berfoya-foya turun dari langit?"Udah, aku mau berangkat ke kantor dulu," ujar Davit."Mas enggak mau sarapan dulu?" tanya Aisyah. Enggak biasanya lelaki itu pergi tanpa makan makanan istrinya."Mas makan di kantin kantor aja, pagi ini Mas ada meeting." Aisyah mengangguk, ia mengantarkan suaminya sampai kedepan pintu."Hati-hati ya, Mas, semangat kerjanya." Tidak lupa perempuan itu mencium tangan suaminya."Iya, kamu juga harus akur dengan keluarga Mas." Setelah berpamitan dan mengecup singkat kening istrinya, Davit menjalankan mobilnya menuju Angkasa Group--perusahaan tempatnya bekerja.Setelah mobil suaminya sudah tidak terlihat, perempuan berlesung pipi itu kembali masuk ke dalam rumah, ia menghembuskan napas kasar melihat mertua serta adik iparnya menghabiskan semua makanannya."Kenapa semua makanannya dihabiskan?" tanyanya lemah."Ups, maaf ya, kita lupa kalau Kakak belum makan," ujar Sinta dengan nada mengejek."Tinggal masak lagi apa susahnya sih? Lagian kamu masaknya sedikit makanya habis," ujar Ibu mertua tanpa rasa bersalah.Mau tidak mau, perempuan berkulit putih itu menggoreng telur untuk mengisi perutnya yang lapar, kalau bukan karena suaminya yang selalu memintanya bertahan, ia tidak akan sanggup bertahan sampai selama ini."Ya Allah tolong perbesar lagi kesabaran aku untuk menghadapi sikap mereka yang semakin lama semakin keterlaluan kepada aku," batinnya.Setelah selesai makan, ia membersihkan meja makan, ia membawa piring bekas makan mereka ke wastafell, lihatlah tidak ada yang membantunya mengerjakan pekerjaan rumah, ia selalu dijadikan layaknya pembantu oleh keluarga suaminya.Matahari sudah terbenam dan digantikan oleh langit malam yang disinari oleh cahaya bulan, perempuan berhidung mancung tersebut sudah berkutat di dapur menyiapkan makan malam untuk suami serta mertuanya."Masak yang enak, malam ini akan kedatangan orang yang sangat spesial," ujar Bu Wiwik."Siapa Bu?" tanya Aisyah penasaran."Nanti kamu juga akan tahu!"Aisyah kembali fokus untuk memasak, entah kenapa hatinya gelisah, seperti ada hal buruk yang akan menimpanya, perempuan itu teringat dengan suaminya, ia berdoa agar Tuhan selalu melindungi lelaki pujaan hatinya.Setelah selesai memasak beberapa menu, Aisyah lalu menyajikannya di meja makan, mertua serta adik iparnya duduk di ruang keluarga menonton film tanpa berniat membantunya.Beberapa menit berlalu, terdengar suara mobil yang berhenti di halaman rumah, bibir perempuan tersebut mengembang karena suaminya sudah pulang, segera ia membuka pintu untuk menyambut kedatangan suaminya, namun setelah pintu terbuka senyumannya luntur melihat ada perempuan lain yang menggandeng tangan suaminya."Di-dia siapa, Mas?" tanyanya terbata-bata."Sebaiknya kita masuk dulu." Lelaki itu masuk tanpa melirik kearah istrinya, ia berjalan sambil menggandeng perempuan lain."Kalian sudah datang, eh sini duduk dulu," ujar Bu Wiwik kepada perempuan tersebut.Mereka sangat antusias melihat kedatangan perempuan itu tanpa memikirkan perasaan menantunya yang sangat sakit."Aisyah ikut gabung sini, ada sesuatu yang ingin Mas sampaikan." Aisya hendak duduk disamping Davit, namun dicegah oleh perempuan yang berpenampilan modis sangat berbanding terbalik dengannya yang hanya menggunakan daster.Aisyah mengalah, ia duduk disofa tunggal, perasaannya sangat gelisah, pikiran-pikiran buruk sudah berputar dikepalanya.Siapakah perempuan itu? Kenapa ia bisa bersama dengan suaminya? Apa hubungan mereka berdua? Apa hanya sekedar rekan bisnis atau ada hubungan lain di antara mereka?"Siapa perempuan ini, Mas?" tanya Aisyah.Suasana kembali hening, tidak ada yang mengeluarkan suara membuat Aisyah semakin dilanda kegelisahan."Mas, jawab aku! Siapa perempuan ini?" Tidak terhitung sudah berapa kali pertanyaan itu keluar dari mulut perempuan yang tengah di landa pikiran-pikiran buruk.Sebelum menjawab, Davit menghela napas, ia tahu jawabannya akan menyakiti hati dan perasaan istrinya, namun ia tidak ada pilihan lain, ia tidak bisa menyembunyikan hal ini lebih lama lagi."Elsa, perempuan yang didalam rahimnya terdapat darah daging aku." Jawaban Davit membuat Aisyah sangat syok."I-ini enggak benar kan, Mas? Kamu enggak mungkin selingkuhin aku, kan?" Aisyah berusaha berpikir positif, ia masih tidak bisa menerima kenyataan ini.Davit berlutut dihadapan Aisyah lalu memegang kedua tangan perempuan yang bersamanya selama dua tahun."Maafkan, Mas, Syah, ini semua benar dan terima Elsa menjadi madu kamu ya," bujuk Davit lembut.Bulir air mata mengalir deras keluar dari kelop
"Aisyah!" Teriakan Bu Wiwik terdengar di penjuru rumah."Ada apa sih Bu, Pagi-pagi udah teriak?" tanya Pak Bayu sambil mengucek matanya, lelaki paruh baya itu terbangun karena mendengar teriakan istrinya."Lihat Pak, belum ada satupun masakan diatas meja," adu Ibu kesal.Davit, Elsa dan juga Santi juga ikut keluar dari kamar."Ada apa Bu?" tanya Aisyah menghampiri mereka yang sudah berkumpul dimeja makan."Cepat masak, kita udah lapar!" suruh Bu Wiwik."Suruh aja menantu baru kalian yang masak!" balas Aisyah tajam. Kemarin Davit dan Elsa baru saja melangsung pernikahan walaupun tanpa restu istri pertamanya, namun mereka tetap nekad untuk menikah.Hati Aisyah sangat sakit, rumah tangga yang sudah berjalan dua tahun harus hancur karena kedatangan orang ketiga yang ternyata masa lalu dari suaminya apalagi kenyataan bahwa keluarga lelaki itu sudah tahu dari lama bahwa anaknya menjalin hubungan gelap dengan perempuan lain, hati Aisyah benar-benar hancur."Mbak kan tahu aku itu anak seorang
"Mohon maaf Pak, saya permisi." Aska bergegas keluar dari ruangan Davit. "Saya cuma mau mengingatkan sebentar lagi kita akan meeting dengan klien besar, semua berkas yang saya suruh kerjakan sudah selesai 'kan?" tanya Alexander Wilian--CEO Angkasa Group. "Semuanya sudah selesai Pak tapi sepertinya berkasnya ketinggalan," ujar Davit menunduk, ia merutuki diri sendiri karena telah melupakan berkas yang sangat penting. Alex menghembuskan napas kasar. "Kenapa bisa ketinggalan? Sekarang juga kita pergi ke rumah kamu setelah itu baru ke tempat klien." Davit kembali teringat dengan mantan istrinya, biasanya semua keperluannya selalu disiapkan oleh Aisyah, namun sekarang perempuan berlesung pipi itu sudah pergi dari hidupnya. "Ayo berangkat!" Teriakan dari sang atasan membuyarkan lamunan Davit, lelaki itu bergegas menghampiri Alex yang sudah keluar dari ruangan. Sesampainya di rumah berlantai dua dengan cat berwarna putih, Davit keluar dan bergegas masuk kedalam rumah. "Astagfirullah k
"Aku dimana?" Aisyah melihat kesekeliling ruangan, ia mengernyit bingung ketika tidak mengenali ruangan tersebut."Non udah sadar?" Seorang perempuan paruh baya mendekati Aisyah dengan membawa nampan berisi bubur dan segelas air putih."Aku dimana, Bi?" tanya Aisyah kepada perempuan tersebut,"Non lagi dirumah Tuan Alex," jawab Bi Asih--maid di rumah tersebut.Aisyah bingung kenapa ia bisa berada di rumah ini dan siapa Tuan Alex? Sepertinya ia tidak mengenali lelaki itu."Non istirahat saja disini, bibi sudah membuatkan bubur untuk Non, sebentar lagi Tuan Alex akan pulang," ujar Bi Asih lembut."Makasih Bi." Aisyah tersenyum, ia sangat berterima kasih dengan lelaki itu karena telah menolong dirinya."Bibi keluar dulu, jangan lupa buburnya dihabiskan, kalau butuh sesuatu panggil aja Bibi," ujar perempuan tersebut sebelum meninggalkan Aisyah.Aisyah memakan bubur dengan lahap kebetulan perutnya memang belum diisi dari pagi.Selesai makan, Aisyah ingin berjalan keluar kamar, namun tiba-t
"Kamu suka dengan kontrakannya?" tanya Alex kepada Aisyah yang sedang melihat-lihat kontrakan."Suka sih tapi kayanya kontrakan ini mahal, aku takut engga bisa bayar apalagi aku belum punya kerjaan," ujar Aisyah."Aku sebenarnya sedang cari asisten pribadi, kalau kamu berkenan kamu boleh kerja dengan aku," tawar Alex.Aisyah menimbang-nimbang tawaran Alex, sebenarnya ia tertarik, namun melihat keadaannya yang baru bercerai dengan Davit membuatnya terpaksa menolak tawaran lelaki tersebut karena tidak enak jika dilihat oleh orang, ia juga tidak ingin membuat orang sekitarnya semakin membenci dirinya."Maaf, bukannya aku engga mau tapi kamu tahu sendiri kan aku tuh baru saja pisah dengan suamiku, nanti malah menimbulkan masalah baru," tolak Aisyah sehalus mungkin.Alex menganggukkan kepalanya sembari tersenyum, jujur, ia sangat berharap Aisyah akan menerima tawaran darinya, namun harapannya sirna."Maaf banget ya dan makasih untuk semua kebaikan yang telah kamu berikan." Sebenarnya perem
Tibalah hari dimana Aisyah akan resmi bercerai dengan Davit."Kamu udah siap?" tanya Nenek menghampiri Aisyah ke kamarnya."Insyaallah Aisyah sudah siap Nek, Aisyah akan berusaha tegar untuk menerima semua cobaan ini, mungkin Aisyah dan Mas Davit tidak berjodoh."Jujur didalam lubuk hatinya yang paling dalam, ia masih menyimpan nama suaminya, namun mengingat perlakuan mertua serta iparnya, ia menjadi lebih mantap untuk bercerai."Sabar ya Neng, Nenek tahu ini berat tapi kamu harus bisa jalani ini semua, Nenek yakin kamu perempuan kuat dan tegar pasti bisa melewati ujian ini.""Iya makasih ya Nek, maaf dulu Aisyah engga mau mendengarkan perkataan Nenek, seandainya dulu Aisyah menuruti perkataan Nenek pasti ini semua engga akan terjadi," ujar Aisyah penuh penyesalan."Jangan pernah menyesali semua yang sudah terjadi, sekarang kita keluar yuk, di depan ada seseorang yang sedang menunggu kamu.""Siapa Nek?" tanya Aisyah mengerutkan keningnya, sepertinya ia tidak ada janji dengan siapapun.
"Makan dulu Neng." Nenek mengetuk pintu kamar Aisyah, berharap perempuan itu akan keluar karena sedari pagi cucunya belum menampakkan batang hidungnya.Sudah tiga kali sang Nenek mengetuk pintu, namun tidak ada sahutan dari Aisyah, Nenek mulai khawatir, ia takut terjadi sesuatu dengan perempuan tersebut."Buka pintunya Neng, jangan bikin Nenek khawatir!" Perempuan lanjut usia itu sangat panik, ia menggelengkan kepala ketika pikiran-pikiran buruk terlintas dikepalanya.Nenek menelpon Alex, hanya lelaki itu yang bisa membantunya."Hallo Nak Alex, maaf Nenek mengganggu waktunya, Nenek sangat minta tolong agar Nak Alex bisa segera datang kesini, Aisyah ....""Baik Nek, sekarang juga Alex akan kesana!" Alex mematikan sambungan telepon lalu segera berangkat ke rumah perempuan yang sangat ia cintai.40 menit kemudian, Alex datang dengan napas tidak beraturan, kekhawatiran terlihat dari wajahnya."Apa yang terjadi Nek?" tanya Alex menghampiri Nenek yang sedang berdiri di depan pintu kamar Ais
Semakin hari kedekatan mereka semakin dekat, Alex dengan telaten merawat Aisyah yang sedang sakit dan itu semua tidak lepas dari pengawasan sang Nenek."Aku udah gapapa, lebih baik kamu pergi saja ke kantor, ga enak izin terus, jangan karena kamu bos kamu malah seenaknya, seharusnya kamu bisa memberikan contoh yang baik untuk para pekerja agar mereka juga nyaman kerja dengan kamu." Bukannya Aisyah tidak menghargai perhatian dari Alex, namun ia rasa perhatian dari lelaki itu terlalu berlebihan.Alex rersenyum, ingin rasanya lebih lama lagi berada disisi perempuan itu, namun ia tidak ingin Aisyah berpikiran buruk tentangnya."Baiklah, aku permisi dulu, kalau butuh sesuatu telpon saja aku.""Makasih ya, hati-hati bawa mobilnya, maaf bukan maksud aku ngusir kamu tapi aku cuma engga mau kamu melupakan pekerjaan karena aku," ujar Aisyah merasa tidak enak hati."Iya santai aja." Setelah berpamitan dan mencium tangan sang Nenek, Alex berlalu pergi meninggalkan kontrakan yang sederhana tersebu