"Kamu suka dengan kontrakannya?" tanya Alex kepada Aisyah yang sedang melihat-lihat kontrakan.
"Suka sih tapi kayanya kontrakan ini mahal, aku takut engga bisa bayar apalagi aku belum punya kerjaan," ujar Aisyah."Aku sebenarnya sedang cari asisten pribadi, kalau kamu berkenan kamu boleh kerja dengan aku," tawar Alex.Aisyah menimbang-nimbang tawaran Alex, sebenarnya ia tertarik, namun melihat keadaannya yang baru bercerai dengan Davit membuatnya terpaksa menolak tawaran lelaki tersebut karena tidak enak jika dilihat oleh orang, ia juga tidak ingin membuat orang sekitarnya semakin membenci dirinya."Maaf, bukannya aku engga mau tapi kamu tahu sendiri kan aku tuh baru saja pisah dengan suamiku, nanti malah menimbulkan masalah baru," tolak Aisyah sehalus mungkin.Alex menganggukkan kepalanya sembari tersenyum, jujur, ia sangat berharap Aisyah akan menerima tawaran darinya, namun harapannya sirna."Maaf banget ya dan makasih untuk semua kebaikan yang telah kamu berikan." Sebenarnya perempuan tersebut sangat tidak enak hati menolak tawaran lelaki dihadapannya ini."Iya gapapa, aku paham kok, ya udah kamu istirahat ya, aku akan menanggung biaya kontrakan ini sampai kamu dapat kerjaan," ujar Alex membuat Aisyah semakin tidak enak karena telah banyak merepotkan lelaki yang baru ia kenal."Sekali lagi makasih banyak loh, kalo aku udah punya kerjaan akan aku ganti uangnya," ujar Aisyah tersenyum haru."Hum iya, aku pulang dulu ya, kalo butuh sesuatu telpon aja aku."Aisyah mengantarkan Alex sampai di depan pintu, setelah mobil lelaki itu sudah tidak terlihat Aisyah kembali masuk."Alhamdulillah ternyata masih ada lelaki yang sebaik Alex, aku sangat bersyukur bisa bertemu dengan dia."Baru beberapa menit, terdengar ketukan pintu dari luar, dahi Aisyah mengernyit bingung siapa yang datang bertamu? Apakah Alex? Karena cuma lelaki itu yang tahu tempat tinggalnya.Betapa terkejutnya Aisyah melihat siapa yang datang."Nenek!" Ia langsung berhambur kepelukan perempuan lanjut usia tersebut."Nenek kok bisa ada disini?" tanya Aisyah bingung, ia celingukan melihat orang disekitarnya ternyata neneknya datang sendiri tanpa ada yang temani."Kenapa? Kamu engga suka ya lihat Nenek disini?" tanyanya sendu."Bukan gitu Nek, aku cuma khawatir aja Nenek kenapa-kenapa," jawab Aisyah seadanya, ia sangat bahagia bisa bertemu dengan perempuan yang sangat berjasa dihidupnya."Ayo masuk Nek." Aisyah memapah sang Nenek kedalam rumah, lalu mereka duduk di sofa."Nenek kok tahu aku tinggal disini?" tanya Aisyah heran."Insting Nenek yang bawa kesini, kamu ingat engga dulu waktu kamu ditinggal oleh teman kamu di hutan, nenek orang pertama yang menemukan kamu karena ikatan batin kita sangat kuat," jelas Nenek.Aisyah kembali teringat kejadian beberapa tahun yang lalu, dimana dirinya ditinggal oleh para temannya di sebuah hutan yang rimbun dan gelap.***"Kita ngapain disini?" tanya Aisyah ketakutan ketika sampai di tengah hutan."Kita akan main petak umpat disini," jawab Lala--salah satu temannya."Jangan disini dong, aku takut," ujar Aisyah dengan mulut bergetar."Dasar penakut," ejek mereka.Aisyah yang mendapat ejekan dari para temannya pun langsung menuruti keinginan mereka, ia akan melawan rasa takut dari pada harus diejek oleh mereka."Aku ga takut kok, tapi ...." bantahnya dengan wajah memerah."Kalau kamu beneran ga takut, sekarang giliran kamu yang cari kita.""Tapi kalian sembunyinya jangan jauh-jauh ya, hari udah sore," ujar Aisyah memelas. Ia pun menutup matanya lalu kelima temannya mencari tempat persembunyian yang aman.Setelah hitungan ke sepuluh, Aisyah membuka matanya, yang pertama kali ia lihat adalah pepohonan yang sangat rimbun dan sesekali terdengar suara jangkrik."Kalian dimana?" teriaknya putus asa, sudah hampir satu jam ia mengelilingi hutan tersebut, namun ia belum menemukan satu orangpun temannya.Suasana semakin mencekam, udara semakin dingin dan langit sudah berubah menjadi gelap, Aisyah terus berjalan berharap menemukan semua temannya, namun harapannya sirna, ia mulai putus asa mencari keberadaan mereka.Aisyah duduk sambil memeluk lututnya, ia sudah jauh memasuki hutan dan ia lupa arah jalan pulang."Nenek tolong Aisyah!" ujarnya lirih sambil menahan dinginnya angin malam."Aisyah takut Nek!" racaunya berharap sang Nenek mendengar perkataannya walaupun itu sangat tidak mungkin.Suara-suara hewan semakin jelas terdengar membuat perempuan berusia enam tahun tersebut semakin ketakutan, keringat dingin membanjiri tubuhnya, ia bingung harus berbuat apa, ingin pulang tapi ia tidak tahu arah jalan pulang kalau ia meneruskan perjalanan takutnya semakin masuk kedalam hutan.Hewan seolah sedang menertawakan dirinya yang malang, bulan yang terang seolah menemani dirinya yang kesepian, ia sangat berharap ada seseorang yang segera menemukan dirinya.Didalam keputusasaan, ia merasakan sentuhan tangan dari seseorang, ia mendongak dan tersenyum."Nenek, aku takut!" ujarnya langsung mendekap erat sang Nenek."Kamu engga usah takut lagi ya, disini sudah ada Nenek," ujar perempuan lanjut usia tersebut, ia datang bukan seorang diri melainkan bersama seorang lelaki yang umurnya dua tahun lebih tua dari sang cucu.***Aisyah kambali tersadar dari lamunan ketika sang Nenek menepuk pundaknya."Udah engga usah di ingat lagi," ujar Nenek lalu memberikan segelas air putih untuknya"Kamu masih ingat engga dengan seorang lelaki masa kecilmu dulu?" tanya Nenek membuat Aisyah menyemburkan minumannya."Maaf Nek, Aisyah engga sengaja," ujarnya penuh penyesalan."Iya gapapa," ujar Nenek tersenyum manis.Aisyah teringat dengan Alex, apakah lelaki itu teman masa kecilnya dulu? Namun Aisyah langsung menentang pikirannya karena terakhir ia mendengar kabar lelaki itu sudah pindah ke London untuk melanjutkan pendidikan."Kenapa pada natap aku seperti itu? Aku ada salah?" tanya Rani sedikit tidak nyaman dengan tatapan dari mereka."Kita cuma kaget aja tiba-tiba kamu langsung ngajakin Gus Zizan nikah," jawab Bagas mewakili yang lain."Emangnya ada yang salah? Bukannya setelah lamaran harus segera menikah?" tanya Rani lagi."Tidak ada yang salah tetapi perkataan kamu itu sangat sulit untuk dicerna," jawab Ivan, sedangkan Zizan dan kedua orang tuanya hanya bisa bungkam."Aku benar-benar ingin segera menikah dengan Gus Zizan, tenang saja aku akan tetap menyelesaikan sekolah aku," ujar Rani berusaha meyakinkan."Menurut kamu definisi menikah itu seperti apa?" tanya Zizan. Sekarang hanya ada mereka berdua di ruangan tersebut. Orang tua serta sahabatnya sengaja keluar agar memberikan waktu untuk mereka berbicara empat mata."Menyatukan laki-laki dan perempuan di ikatan janji suci sehingga mereka hidup bersama serta diberikan keturunan yang soleh dan soleha."Zizan tersenyum, lalu berkata, "Menikah bukan hany
"Kenapa kalian diam? Tadi Abi dengar kalian sedang adu mulut bahkan terdengar hingga luar," tanya Abi.Diperjalanan ingin ke UKS melihat keadaan calon menantu, Abi dan Umi tidak sengaja mendengar suara seseorang yang terdengar seperti sedang adu mulut dan suara itu sangatlah mereka kenali, beruntung disekitaran sedang sepi jadi tidak ada santri yang mendengar, mereka mempercepat langkahnya agar segera sampai ke UKS.Sesampinya di dekat pintu UKS, mereka berhenti sejenak memastikan bahwa suara tersebut benar berasal dari dalam ruangan tersebut, mereka menghela napas dan perlahan masuk."Gapapa Abi, cuma sedikit kesalahpahaman saja," jawab Zizan akhirnya."Nak, di dalam suatu hubungan pasti selalu ada ujiannya apalagi sekarang kalian sedang berada di masa pertunangan yang sangat rawan akan cobaan, tetapi Abi selalu berharap agar kalian bisa melewati semua ujiannya bersama-sama dan menyelesaikannya dengan kepala dingin, jangan sampai ego kalian menghancurkan hubungan yang telah kalian ja
Rani terbangun lalu melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 04.50, ia bergegas ke kamar mandi untuk mencuci muka dan berwudhu, ia harus segera ke Masjid sebelum teman asramanya datang biar mereka tidak curiga karena tidak melihat Rani di tempat tidur."Abi, Umi," sapa Rani ketika tidak segaja berpapasan dengan calon mertuanya tersebut."Bagaimana tidurnya nyenyak?" tanya Umi mengusap rambut Rani yang tertutup ketudung mocca tersebut."Nyenyak banget Umi," jawab Rani tersenyum mengembang."Kamu mau ke Masjid ya? Ayo kita bareng saja," ajak Abi, ia bahagia karena perlahan perempuan tersebut sudah bisa membiasakan dirinya di Pesantren dan terlihat Rani juga sudah rajin solat lima waktu, ia juga tidak pernah mendengar calon menantunya itu berbuat keributan."Maaf Abi tapi kayanya ga usah deh, Umi sama Abi duluan saja, Rani sungkan jika nanti ada santri yang lihat, bisa berpikiran macam-macam mereka karena aku dekat dengan kalian padahal notabenya aku santri baru di sini," jelas R
Jam sudah menunjukkan pukul 22.15 WIB Rani bersiap-siap untuk pergi ke rumah orang tua Zizan, ia berjalan sepelan mungkin agar tidak mengganggu para temannya yang sudah memejamkan mata."Kamu mau kemana?" tanya Najwa yang terlihat sudah berdiri dari tempat tidur.Rani membalikkan badannya, ia tersenyum gugup. "Eh kamu mau ngapain?" tanya Rani balik bertanya."Seharusnya aku yang tanya kamu mau kemana? Kok kaya mencurigakan gitu?" tanya Najwa dengan mata memicing. "Ayo jujur kamu mau kemana? Apa mau kabur?""Ihh kamu ini suudzon mulu, aku mau ke dapur ambil minum," jawab Rani gugup."Kamu mau kemana?" tanya Rani masih penasaran kenapa perempuan itu terbangun."Aku mau ke toilet," jawab Najwa."Oh ya udah aku pergi dulu ya, kebetulan stok minum aku udah habis," ujar Rani beralasan, ia yakin kali ini alasannya sedikit meyakinkan."Jangan lama-lama biasanya nanti ustadzah datang untuk melihat para santri, bisa bahaya kalau kamu ga ada di asrama," ujar Najwa, benar saja terkadang ustadzah
"Tidak baik marahan terlalu lama," ujar Umi membuyarkan lamunan Rani."Eh Umi," ujarnya tidak lupa mencium tangan yang hampir keriput tersebut."Kenapa? Sini cerita sama Umi, apa Zizan menyakiti perasaanmu sehingga kalian marahan seperti ini?""Engga kok Umi, Gus Zizan ga pernah menyakiti aku tapi hanya saja aku butuh waktu untuk mencerna semua yang terjadi, jujur aku sedikit merasa tersindir dengan kajian Zizan tadi Subuh, aku tahu aku telah melakukan kesalahan besar tapi aku belum bisa untuk melupakannya begitu saja.""Umi paham bagaimana perasaanmu dan Umi percaya perlahan kamu akan bisa terbiasa dengan Zizan, kalian hanya kurang komunikasi saja makanya masih terlihat canggung dan untuk masalah pacar kamu yang di kota, sekarang kamu masih berkabar tidak dengannya?"Rani menggeleng, ia tidak tahu bagaimana kabar lelaki tersebut, bahkan Fero sepertinya tidak punya niatan untuk mencari keberadaan dirinya."Sebaiknya kamu solat istikharah minta petunjuk kepada Allah karena tempat yang
"Rani bangun, kita solat subuh dulu yuk," ujar Nada membangunkan perempuan yang baru saja menjadi sahabatnya itu."Bentar lagi Nad," ujar Rani dengan mata yang masih terpejam, ia baru saja bisa tidur tetapi malah dibangunkan oleh Nada."Ini udah masuk waktu subuh Ran, ayo kita ke musholla, nanti telat loh," ujarnya memaksa perempuan itu untuk bangun.Rani duduk, ia bersusah payah membuka matanya. "Emangnya harus banget ya kita solat Subuh berjamaah? Apa ga bisa nanti aja? Aku masih ngantuk," tanyanya dengan suara khas orang bangun tidur.Nada menghela napas, ia harus memperluas kesabarannya menghadapi perempuan dihadapannya ini."Kita sebagai umat muslim harus segera melaksanakan solat lima waktu terutama solat Subuh karena banyak keistimewaan dan manfaatnya.Dalam sebuah Hadis riwayat Ibnu Majah dan Thabrani mengatakan barang siapa salat subuh berjamaah, maka dia dalam perlindungan Allah. Selain itu kita juga akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda, pahala tersebut tidak hanya di