Share

Bab 6

"Kamu suka dengan kontrakannya?" tanya Alex kepada Aisyah yang sedang melihat-lihat kontrakan.

"Suka sih tapi kayanya kontrakan ini mahal, aku takut engga bisa bayar apalagi aku belum punya kerjaan," ujar Aisyah.

"Aku sebenarnya sedang cari asisten pribadi, kalau kamu berkenan kamu boleh kerja dengan aku," tawar Alex.

Aisyah menimbang-nimbang tawaran Alex, sebenarnya ia tertarik, namun melihat keadaannya yang baru bercerai dengan Davit membuatnya terpaksa menolak tawaran lelaki tersebut karena tidak enak jika dilihat oleh orang, ia juga tidak ingin membuat orang sekitarnya semakin membenci dirinya.

"Maaf, bukannya aku engga mau tapi kamu tahu sendiri kan aku tuh baru saja pisah dengan suamiku, nanti malah menimbulkan masalah baru," tolak Aisyah sehalus mungkin.

Alex menganggukkan kepalanya sembari tersenyum, jujur, ia sangat berharap Aisyah akan menerima tawaran darinya, namun harapannya sirna.

"Maaf banget ya dan makasih untuk semua kebaikan yang telah kamu berikan." Sebenarnya perempuan tersebut sangat tidak enak hati menolak tawaran lelaki dihadapannya ini.

"Iya gapapa, aku paham kok, ya udah kamu istirahat ya, aku akan menanggung biaya kontrakan ini sampai kamu dapat kerjaan," ujar Alex membuat Aisyah semakin tidak enak karena telah banyak merepotkan lelaki yang baru ia kenal.

"Sekali lagi makasih banyak loh, kalo aku udah punya kerjaan akan aku ganti uangnya," ujar Aisyah tersenyum haru.

"Hum iya, aku pulang dulu ya, kalo butuh sesuatu telpon aja aku."

Aisyah mengantarkan Alex sampai di depan pintu, setelah mobil lelaki itu sudah tidak terlihat Aisyah kembali masuk.

"Alhamdulillah ternyata masih ada lelaki yang sebaik Alex, aku sangat bersyukur bisa bertemu dengan dia."

Baru beberapa menit, terdengar ketukan pintu dari luar, dahi Aisyah mengernyit bingung siapa yang datang bertamu? Apakah Alex? Karena cuma lelaki itu yang tahu tempat tinggalnya.

Betapa terkejutnya Aisyah melihat siapa yang datang.

"Nenek!" Ia langsung berhambur kepelukan perempuan lanjut usia tersebut.

"Nenek kok bisa ada disini?" tanya Aisyah bingung, ia celingukan melihat orang disekitarnya ternyata neneknya datang sendiri tanpa ada yang temani.

"Kenapa? Kamu engga suka ya lihat Nenek disini?" tanyanya sendu.

"Bukan gitu Nek, aku cuma khawatir aja Nenek kenapa-kenapa," jawab Aisyah seadanya, ia sangat bahagia bisa bertemu dengan perempuan yang sangat berjasa dihidupnya.

"Ayo masuk Nek." Aisyah memapah sang Nenek kedalam rumah, lalu mereka duduk di sofa.

"Nenek kok tahu aku tinggal disini?" tanya Aisyah heran.

"Insting Nenek yang bawa kesini, kamu ingat engga dulu waktu kamu ditinggal oleh teman kamu di hutan, nenek orang pertama yang menemukan kamu karena ikatan batin kita sangat kuat," jelas Nenek.

Aisyah kembali teringat kejadian beberapa tahun yang lalu, dimana dirinya ditinggal oleh para temannya di sebuah hutan yang rimbun dan gelap.

***

"Kita ngapain disini?" tanya Aisyah ketakutan ketika sampai di tengah hutan.

"Kita akan main petak umpat disini," jawab Lala--salah satu temannya.

"Jangan disini dong, aku takut," ujar Aisyah dengan mulut bergetar.

"Dasar penakut," ejek mereka.

Aisyah yang mendapat ejekan dari para temannya pun langsung menuruti keinginan mereka, ia akan melawan rasa takut dari pada harus diejek oleh mereka.

"Aku ga takut kok, tapi ...." bantahnya dengan wajah memerah.

"Kalau kamu beneran ga takut, sekarang giliran kamu yang cari kita."

"Tapi kalian sembunyinya jangan jauh-jauh ya, hari udah sore," ujar Aisyah memelas. Ia pun menutup matanya lalu kelima temannya mencari tempat persembunyian yang aman.

Setelah hitungan ke sepuluh, Aisyah membuka matanya, yang pertama kali ia lihat adalah pepohonan yang sangat rimbun dan sesekali terdengar suara jangkrik.

"Kalian dimana?" teriaknya putus asa, sudah hampir satu jam ia mengelilingi hutan tersebut, namun ia belum menemukan satu orangpun temannya.

Suasana semakin mencekam, udara semakin dingin dan langit sudah berubah menjadi gelap, Aisyah terus berjalan berharap menemukan semua temannya, namun harapannya sirna, ia mulai putus asa mencari keberadaan mereka.

Aisyah duduk sambil memeluk lututnya, ia sudah jauh memasuki hutan dan ia lupa arah jalan pulang.

"Nenek tolong Aisyah!" ujarnya lirih sambil menahan dinginnya angin malam.

"Aisyah takut Nek!" racaunya berharap sang Nenek mendengar perkataannya walaupun itu sangat tidak mungkin.

Suara-suara hewan semakin jelas terdengar membuat perempuan berusia enam tahun tersebut semakin ketakutan, keringat dingin membanjiri tubuhnya, ia bingung harus berbuat apa, ingin pulang tapi ia tidak tahu arah jalan pulang kalau ia meneruskan perjalanan takutnya semakin masuk kedalam hutan.

Hewan seolah sedang menertawakan dirinya yang malang, bulan yang terang seolah menemani dirinya yang kesepian, ia sangat berharap ada seseorang yang segera menemukan dirinya.

Didalam keputusasaan, ia merasakan sentuhan tangan dari seseorang, ia mendongak dan tersenyum.

"Nenek, aku takut!" ujarnya langsung mendekap erat sang Nenek.

"Kamu engga usah takut lagi ya, disini sudah ada Nenek," ujar perempuan lanjut usia tersebut, ia datang bukan seorang diri melainkan bersama seorang lelaki yang umurnya dua tahun lebih tua dari sang cucu.

***

Aisyah kambali tersadar dari lamunan ketika sang Nenek menepuk pundaknya.

"Udah engga usah di ingat lagi," ujar Nenek lalu memberikan segelas air putih untuknya

"Kamu masih ingat engga dengan seorang lelaki masa kecilmu dulu?" tanya Nenek membuat Aisyah menyemburkan minumannya.

"Maaf Nek, Aisyah engga sengaja," ujarnya penuh penyesalan.

"Iya gapapa," ujar Nenek tersenyum manis.

Aisyah teringat dengan Alex, apakah lelaki itu teman masa kecilnya dulu? Namun Aisyah langsung menentang pikirannya karena terakhir ia mendengar kabar lelaki itu sudah pindah ke London untuk melanjutkan pendidikan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status