Tibalah hari dimana Aisyah akan resmi bercerai dengan Davit.
"Kamu udah siap?" tanya Nenek menghampiri Aisyah ke kamarnya."Insyaallah Aisyah sudah siap Nek, Aisyah akan berusaha tegar untuk menerima semua cobaan ini, mungkin Aisyah dan Mas Davit tidak berjodoh."Jujur didalam lubuk hatinya yang paling dalam, ia masih menyimpan nama suaminya, namun mengingat perlakuan mertua serta iparnya, ia menjadi lebih mantap untuk bercerai."Sabar ya Neng, Nenek tahu ini berat tapi kamu harus bisa jalani ini semua, Nenek yakin kamu perempuan kuat dan tegar pasti bisa melewati ujian ini.""Iya makasih ya Nek, maaf dulu Aisyah engga mau mendengarkan perkataan Nenek, seandainya dulu Aisyah menuruti perkataan Nenek pasti ini semua engga akan terjadi," ujar Aisyah penuh penyesalan."Jangan pernah menyesali semua yang sudah terjadi, sekarang kita keluar yuk, di depan ada seseorang yang sedang menunggu kamu.""Siapa Nek?" tanya Aisyah mengerutkan keningnya, sepertinya ia tidak ada janji dengan siapapun.Nenek hanya tersenyum, ia menggandeng sang cucu keluar dari kamar."Eh Alex, kamu ngapain disini?" tanya Aisyah ketika melihat lelaki itu sedang duduk di ruang tamu."Mau antar kamu dengan Nenek ke pengadilan," jawab Alex seadanya."Tapi ....""Udah Neng terima aja, lumayan kan dapat tumpangan yang gratisan," ujar Nenek terkekeh."Nenek ih," ujar Aisyah dengan wajah memerah, neneknya ini benar-benar membuatnya malu.Akhirnya Aisyah menerima tawaran Alex, ada benarnya perkataan Nenek, jika berangkat dengan Alex, ia tidak perlu membayar ongkos, bukannya pelit hanya saja ia harus berhemat untuk biaya hidupnya dengan sang Nenek apalagi sekarang ia belum juga mendapatkan pekerjaan, tidak mungkin ia selalu bergantung dengan lelaki yang baru saja di kenalnya.Di dalam perjalanan hanya keheningan yang terasa, Aisyah yang menatap keluar jendela sedangkan Alex fokus menatap jalanan, Nenek yang berada di kursi belakang hanya bisa menghela napas melihat kedua insan yang sedang bergelut dengan pikirannya masing-masing."Kalian sudah lama kenal?" tanya Nenek memulai pembicaraan."Belum Nek tapi Alex sudah banyak bantu Aisyah, Alex juga yang bayar kontrakan sampai Aisyah dapat kerjaan, mungkin kalau engga ketemu dengan Alex, aku engga tahu bagaimana nasib aku sekarang," jelas Aisyah kepada sang Nenek.Alex seperti pahlawan bagi Aisyah, ia datang disaat perempuan itu sedang berada dititik paling terendah dihidupnya."Makasih Nak Alex untuk kebaikannya," ujar Nenek tersenyum tulus, ia memang tidak salah memilih pendamping hidup untuk cucu kesayangannya."Memang sudah kewajiban Alex untuk menolong sesama manusia dan aku juga sangat bahagia bisa menolong perempuan baik seperti Aisyah."Tidak terasa mereka telah sampai di parkiran pengadilan agama, Aisyah menarik napas lalu mengeluarkannya secara perlahan untuk menenangkan hati dan perasaannya yang tegang."Tenang ya, kita akan selalu berada di samping kamu," ujar Nenek menenangkan.Lex, maaf sebaiknya kamu engga usah masuk ya, aku takut mereka malah punya pikiran buruk kalau lihat aku datang bersama kamu, aku takut nanti masalahnya semakin runyam," ujar Aisyah sangat hati-hati."Iya aku paham, aku akan tunggu disini," ujar Alex tersenyum, walaupun ia sangat ingin menemani Aisyah, namun ia tidak ingin membuat perempuan itu kecewa karena keegoisannya."Selamat siang Pak Alex," sapa seorang lelaki berpenampilan formal, terlihat seperti seorang pengacara."Siang juga Pak Surya, oh iya kenalin ini Aisyah," ujar Alex memperkenalkan Aisyah."Maaf sebelumnya bukannya aku ingin ikut campur cuma untuk jaga-jaga aja mana tahu nanti terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, makanya aku sewa pengacara untuk kamu," jelas Alex kepada perempuan yang terlihat sedang kebingungan tersebut."Makasih Nak Alex, kamu memang lelaki terbaik yang dikirimkan Tuhan untuk cucu Nenek," ujar Nenek penuh haru.Aisyah tersenyum kikuk, bahkan ia sendiri tidak berpikiran untuk menyewa pengacara, lelaki dihadapannya ini memang sangat berjasa."Makasih loh untuk semua kebaikan kamu selama ini.""Iya santai aja, ya udah sana bentar lagi sidangnya akan dimulai."Aisyah, Nenek dan pengacara berjalan memasuki aula, terlihat keluarga suaminya sudah duduk rapi, Aisyah mengatur napasnya lalu duduk di samping lelaki yang sebentar lagi resmi menjadi mantan suaminya.Jarum jam bergerak sangat cepat, palu sudah dipukul oleh hakim, sekarang mereka telah resmi berpisah."Yang kuat ya Neng." Nenek ikut merasakan kesedihan Aisyah."Bagus deh sekarang anak saya sudah terbebas dari benalu," sindir Bu Wiwik tepat di samping Aisyah."Akhirnya mata Abang terbuka juga, pilihannya untuk bercerai sangat tepat dan sekarang kita terbebas dari beban keluarga," timpal Sinta.Hati Aisyah teriris mendengar omongan keluarga mantan suaminya, sebenci itukah mereka dengannya? Apakah perempuan kampung sepertinya tidak berhak bahagia?"Sekarang kita sudah resmi berpisah, Mas harap kamu jangan pernah ganggu Mas lagi, jangan pernah minta rujuk karena itu tidak akan pernah terjadi!" ujar Davit dengan sangat percaya diri."Mas tenang aja, itu tidak akan pernah terjadi, aku memang miskin tapi aku masih punya harga diri, aku engga akan pernah mengemis dengan orang yang sudah zalim dengan aku, semoga Mas selalu bahagia!" seru Aisyah.Nenek tersenyum penuh arti, ia pastikan mereka semua akan menyesal telah membuang cucunya."Akan saya pastikan, suatu saat kalian semua akan menyesal telah mencampakkan cucu saya, kalian akan bertekuk lutut kepada Aisyah!" tekan Nenek dengan tatapan meremehkan. Setelah mengatakan hal tersebut, perempuan lanjut usia itu langsung membawa Aisyah pergi menjauh dari para manusia tidak punya hati."Maksud Nenek apa? Kenapa Nenek bisa ngomong kaya gitu kepada mereka?" tanya Aisyah meminta penjelasan dari sang Nenek."Udah sekarang kamu fokus untuk melupakan mantan suami kamu, ingat kamu juga berhak bahagia dan mendapatkan lelaki yang lebih baik dari Davit.Nenek ingin menunjukkan sesuatu kepada kamu tapi nanti jika kamu benar-benar sudah sembuh dan melupakan mantan suami kamu itu!""Kenapa pada natap aku seperti itu? Aku ada salah?" tanya Rani sedikit tidak nyaman dengan tatapan dari mereka."Kita cuma kaget aja tiba-tiba kamu langsung ngajakin Gus Zizan nikah," jawab Bagas mewakili yang lain."Emangnya ada yang salah? Bukannya setelah lamaran harus segera menikah?" tanya Rani lagi."Tidak ada yang salah tetapi perkataan kamu itu sangat sulit untuk dicerna," jawab Ivan, sedangkan Zizan dan kedua orang tuanya hanya bisa bungkam."Aku benar-benar ingin segera menikah dengan Gus Zizan, tenang saja aku akan tetap menyelesaikan sekolah aku," ujar Rani berusaha meyakinkan."Menurut kamu definisi menikah itu seperti apa?" tanya Zizan. Sekarang hanya ada mereka berdua di ruangan tersebut. Orang tua serta sahabatnya sengaja keluar agar memberikan waktu untuk mereka berbicara empat mata."Menyatukan laki-laki dan perempuan di ikatan janji suci sehingga mereka hidup bersama serta diberikan keturunan yang soleh dan soleha."Zizan tersenyum, lalu berkata, "Menikah bukan hany
"Kenapa kalian diam? Tadi Abi dengar kalian sedang adu mulut bahkan terdengar hingga luar," tanya Abi.Diperjalanan ingin ke UKS melihat keadaan calon menantu, Abi dan Umi tidak sengaja mendengar suara seseorang yang terdengar seperti sedang adu mulut dan suara itu sangatlah mereka kenali, beruntung disekitaran sedang sepi jadi tidak ada santri yang mendengar, mereka mempercepat langkahnya agar segera sampai ke UKS.Sesampinya di dekat pintu UKS, mereka berhenti sejenak memastikan bahwa suara tersebut benar berasal dari dalam ruangan tersebut, mereka menghela napas dan perlahan masuk."Gapapa Abi, cuma sedikit kesalahpahaman saja," jawab Zizan akhirnya."Nak, di dalam suatu hubungan pasti selalu ada ujiannya apalagi sekarang kalian sedang berada di masa pertunangan yang sangat rawan akan cobaan, tetapi Abi selalu berharap agar kalian bisa melewati semua ujiannya bersama-sama dan menyelesaikannya dengan kepala dingin, jangan sampai ego kalian menghancurkan hubungan yang telah kalian ja
Rani terbangun lalu melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 04.50, ia bergegas ke kamar mandi untuk mencuci muka dan berwudhu, ia harus segera ke Masjid sebelum teman asramanya datang biar mereka tidak curiga karena tidak melihat Rani di tempat tidur."Abi, Umi," sapa Rani ketika tidak segaja berpapasan dengan calon mertuanya tersebut."Bagaimana tidurnya nyenyak?" tanya Umi mengusap rambut Rani yang tertutup ketudung mocca tersebut."Nyenyak banget Umi," jawab Rani tersenyum mengembang."Kamu mau ke Masjid ya? Ayo kita bareng saja," ajak Abi, ia bahagia karena perlahan perempuan tersebut sudah bisa membiasakan dirinya di Pesantren dan terlihat Rani juga sudah rajin solat lima waktu, ia juga tidak pernah mendengar calon menantunya itu berbuat keributan."Maaf Abi tapi kayanya ga usah deh, Umi sama Abi duluan saja, Rani sungkan jika nanti ada santri yang lihat, bisa berpikiran macam-macam mereka karena aku dekat dengan kalian padahal notabenya aku santri baru di sini," jelas R
Jam sudah menunjukkan pukul 22.15 WIB Rani bersiap-siap untuk pergi ke rumah orang tua Zizan, ia berjalan sepelan mungkin agar tidak mengganggu para temannya yang sudah memejamkan mata."Kamu mau kemana?" tanya Najwa yang terlihat sudah berdiri dari tempat tidur.Rani membalikkan badannya, ia tersenyum gugup. "Eh kamu mau ngapain?" tanya Rani balik bertanya."Seharusnya aku yang tanya kamu mau kemana? Kok kaya mencurigakan gitu?" tanya Najwa dengan mata memicing. "Ayo jujur kamu mau kemana? Apa mau kabur?""Ihh kamu ini suudzon mulu, aku mau ke dapur ambil minum," jawab Rani gugup."Kamu mau kemana?" tanya Rani masih penasaran kenapa perempuan itu terbangun."Aku mau ke toilet," jawab Najwa."Oh ya udah aku pergi dulu ya, kebetulan stok minum aku udah habis," ujar Rani beralasan, ia yakin kali ini alasannya sedikit meyakinkan."Jangan lama-lama biasanya nanti ustadzah datang untuk melihat para santri, bisa bahaya kalau kamu ga ada di asrama," ujar Najwa, benar saja terkadang ustadzah
"Tidak baik marahan terlalu lama," ujar Umi membuyarkan lamunan Rani."Eh Umi," ujarnya tidak lupa mencium tangan yang hampir keriput tersebut."Kenapa? Sini cerita sama Umi, apa Zizan menyakiti perasaanmu sehingga kalian marahan seperti ini?""Engga kok Umi, Gus Zizan ga pernah menyakiti aku tapi hanya saja aku butuh waktu untuk mencerna semua yang terjadi, jujur aku sedikit merasa tersindir dengan kajian Zizan tadi Subuh, aku tahu aku telah melakukan kesalahan besar tapi aku belum bisa untuk melupakannya begitu saja.""Umi paham bagaimana perasaanmu dan Umi percaya perlahan kamu akan bisa terbiasa dengan Zizan, kalian hanya kurang komunikasi saja makanya masih terlihat canggung dan untuk masalah pacar kamu yang di kota, sekarang kamu masih berkabar tidak dengannya?"Rani menggeleng, ia tidak tahu bagaimana kabar lelaki tersebut, bahkan Fero sepertinya tidak punya niatan untuk mencari keberadaan dirinya."Sebaiknya kamu solat istikharah minta petunjuk kepada Allah karena tempat yang
"Rani bangun, kita solat subuh dulu yuk," ujar Nada membangunkan perempuan yang baru saja menjadi sahabatnya itu."Bentar lagi Nad," ujar Rani dengan mata yang masih terpejam, ia baru saja bisa tidur tetapi malah dibangunkan oleh Nada."Ini udah masuk waktu subuh Ran, ayo kita ke musholla, nanti telat loh," ujarnya memaksa perempuan itu untuk bangun.Rani duduk, ia bersusah payah membuka matanya. "Emangnya harus banget ya kita solat Subuh berjamaah? Apa ga bisa nanti aja? Aku masih ngantuk," tanyanya dengan suara khas orang bangun tidur.Nada menghela napas, ia harus memperluas kesabarannya menghadapi perempuan dihadapannya ini."Kita sebagai umat muslim harus segera melaksanakan solat lima waktu terutama solat Subuh karena banyak keistimewaan dan manfaatnya.Dalam sebuah Hadis riwayat Ibnu Majah dan Thabrani mengatakan barang siapa salat subuh berjamaah, maka dia dalam perlindungan Allah. Selain itu kita juga akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda, pahala tersebut tidak hanya di