Share

Bab 8

"Makan dulu Neng." Nenek mengetuk pintu kamar Aisyah, berharap perempuan itu akan keluar karena sedari pagi cucunya belum menampakkan batang hidungnya.

Sudah tiga kali sang Nenek mengetuk pintu, namun tidak ada sahutan dari Aisyah, Nenek mulai khawatir, ia takut terjadi sesuatu dengan perempuan tersebut.

"Buka pintunya Neng, jangan bikin Nenek khawatir!" Perempuan lanjut usia itu sangat panik, ia menggelengkan kepala ketika pikiran-pikiran buruk terlintas dikepalanya.

Nenek menelpon Alex, hanya lelaki itu yang bisa membantunya.

"Hallo Nak Alex, maaf Nenek mengganggu waktunya, Nenek sangat minta tolong agar Nak Alex bisa segera datang kesini, Aisyah ...."

"Baik Nek, sekarang juga Alex akan kesana!" Alex mematikan sambungan telepon lalu segera berangkat ke rumah perempuan yang sangat ia cintai.

40 menit kemudian, Alex datang dengan napas tidak beraturan, kekhawatiran terlihat dari wajahnya.

"Apa yang terjadi Nek?" tanya Alex menghampiri Nenek yang sedang berdiri di depan pintu kamar Aisyah.

"Dari pagi Aisyah belum keluar, Nenek takut terjadi sesuatu dengannya karena tidak biasanya ia mengurung diri dikamar," adu Nenek dengan sendu.

Alex mengambil ancang-ancang untuk menobrak pintu kamar karena hanya itu jalan satu-satunya untuk membuka pintu tersebut.

Tidak butuh waktu lama, pintu terbuka dan terlihat seorang perempuan yang sedang tertidur lelap dengan wajah pucat.

"Aisyah!" Nenek berlari menghampiri cucu kesayangannya, keadaan sang cucu sangat memprihatinkan, badannya terasa begitu panas dan bibirnya sedikit membiru.

Alex mengangkat tubuh Aisyah, membawa perempuan itu ke rumah sakit agar segera mendapatkan pertolongan pertama.

Mereka sangat khawatir dengan keadaan Aisyah, mereka selalu berdoa agar perempuan itu diberikan kekuatan dan tidak ada hal yang fatal mengenai kesehatannya.

Sesampainya di rumah sakit, Aisyah langsung dibawa ke UGD untuk melakukan pertolongan pertama.

Nenek maupun Alex mondar mandir di depan ruangan sambil berdoa untuk kesembuhan Aisyah.

"Maafkan Nenek ga bisa jaga kamu," ujar sang Nenek merasa sangat bersalah, ia berpikiran bahwa cucunya menjadi seperti ini karena kelalaian dirinya.

"Nenek ga boleh salahin diri sendiri, ini bukan salah Nenek, yang harus kita lakukan sekarang adalah berdoa untuk kesembuhan Aisyah, Alex yakin Aisyah perempuan kuat, ia akan baik-baik saja." Alex memegang tangan sang Nenek lalu membawa perempuan lanjut usia tersebut untuk duduk di kursi tunggu.

Satu jam lebih, akhirnya Dokter yang bernametag Riska keluar dari ruangan, Nenek langsung bertanya tentang kondisi Aisyah.

"Bagaimana keadaan cucu saya, Dok?" tanya Nenek dengan bibir gemetar.

"Cucu Nenek tidak apa-apa, ia hanya kecapean dan kurang istirahat serta ada sesuatu yang sedang menganggu pikirannya sehingga membuatnya drop.

Saya sudah memberikan obat penenang, sebentar lagi pasien akan sadar, namun saya minta kepada kalian jangan terlalu banyak tanya dan mengungkit masalah yang akhir-akhir ini terjadi padanya," jelas Dokter Riska.

Setelah Dokter pergi, Nenek dan Alex segera masuk ke ruangan dimana terlihat seorang perempuan sedang terbaring lemah dengan mata terpejam.

"Apa ga sebaiknya kita jujur aja dengan Aisyah, Nek?" Lelaki itu merasa kasihan melihat keadaan Aisyah yang sangat lemah.

"Sekarang bukan waktu yang tepat, Nenek takut mantan suaminya akan kembali ketika tahu rahasia yang selama ini kita sembunyikan, Nenek tidak mau Aisyah kembali masuk ke jurang yang sama," jawab Nenek tanpa mengalihkan pandangannya kepada cucu kesayangannya.

"Alhamdulillah kamu udah sadar Neng." Bibir Nenek tertarik keatas melihat sang cucu membuka matanya.

"Aku dimana Nek?" tanya Aisyah lemah.

"Kamu lagi di rumah sakit, tadi kamu pingsan untung aja Alex segera membawa kamu ke rumah sakit."

Aisyah menatap lelaki di sampingnya, lagi dan lagi lelaki itu telah menyelamatkan dirinya. "Makasih untuk semua kebaikan kamu selama ini, aku engga tahu harus bagaimana untuk membalas semuanya."

"Iya, santay aja, aku sama sekali tidak merasa direpotkan, yang ada aku sangat bahagia bisa selalu ada disaat kamu butuh."

Alex berjanji kepada dirinya sendiri bahwa ia tidak akan mengulang kesalahan yang sama untuk kedua kalinya, ia akan selalu berada disamping perempuan itu dalam suka maupun duka, apalagi lelaki itu mengetahui bahwa selama ini wanitanya telah menghadapi masalah yang begitu berat.

"Kamu kenapa Neng? Apa masih memikirkan mantan suami kamu itu?" tanya Nenek.

Aisyah menggeleng. "Aku menyesali semua keputusan yang pernah aku buat, aku tega meninggalkan Nenek demi lelaki bren**** seperti Dimas, aku sudah mengambil keputusan yang sangat bodoh di dalam hidupku.

Coba aja waktu itu aku nurut dan mendengarkan semua nasihat Nenek pasti sekarang kita akan bahagia, aku tidak akan pernah terjebak di keluarga toxic seperti mereka."

"Udah yang berlalu biarlah berlalu, jadikan masa lalu sebagai pelajaran di masa yang akan datang agar tidak terulang kesalahan yang sama." Nenek menggenggam tangan Aisyah memberikan kekuatan kepada perempuan itu.

"Sekarang aku sadar ternyata semua lelaki itu sama dan aku sudah meyakinkan diri sendiri bahwa aku tidak akan pernah percaya lagi dengan perkataan maupun janji manis lelaki!" putus Aisyah membuat Nenek maupun Alex terkejut.

"Engga boleh ngomong seperti itu Neng, Nenek tahu kamu trauma tapi jangan karena satu lelaki kamu malah menganggap semua lelaki sama, Nenek yakin suatu saat kamu akan menemukan pendamping hidup yang bisa membahagiakan kamu."

"Lelaki seperti apa yang harus aku percaya Nek? Sedari dulu aku cuma diberikan harapan oleh lelaki, Nenek ingat Willi teman masa kecilku dulu, ia juga berjanji tidak akan pernah meninggalkan aku tapi nyatanya apa? Sekarang ia tidak pernah kembali bahkan aku tidak tahu keberadaannya sekarang."

Nenek dan Alex saling pandang, mereka menghela napas, apa yang dikatakan Aisyah benar adanya, perempuan itu pasti sangat trauma karena telah sering ditinggalkan oleh orang-orang yang ia sayang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status