"Astagfirullahaladzim, Non Laila!" Suara Bi Jum menggema memenuhi ruangan berukuran sedang ini, begitu melihat Laila tergelatak di atas lantai, dan tak sadarkan diri.Dengan langkah lebar-lebar Bi Jum segera menghampiri Laila, dan berusaha untuk membangunkannya, tetapi nihil. Susah payah Bi Jum memindahkan tubuh Laila ke atas kasur Bersamaan itu baby Aleia menangis, membuat Bi Jum semangkin panik."Ya Allah bagaimana ini?" Ucap Bi Jum sembari mengakat tubuh Aleia dalam gendongan. Kemudian, di raihnya ponsel Laila yang terletak di atas nakas, dan berniat menghubungi Adam untuk memberi tahu kondisi Laila. Panggilan terhubung tetapi tidak diangkat."Ya Allah, angkat Den!" Batin Bi Jum resah saat panggilan itu srakhir dengan rijek, tak ingin enyetah akhirnya Bi Jum mencoba untuk mengirim pesan.[Assalamualaykum, Den maaf ini Bibi, Non Laila pingsan] pesan terkirim tak lama setelahnya terlihat centang biru, itu artinya pesan sudah di baca.Tak menunggu waktu lama, pesan balasan masuk, memb
"Ada apa, Mas?" tiba-tiba suara seorang yang menyusul di belakangnya membuat Adam langsung, menoleh dan tersentak, sampai matanya membulat sempurna."Farah! Kenapa kamu di sini?" tanya Adam, panik bercampur gusar. Sementara Farah yang melihat Laila, dan Arga langsung terkejut."Laila! Arga!" Mata Farah membeliak, dengan mulut sedikit terbuka, air mukanya memperlihatkan ekpresi tak percaya."Apa ini Mas? Kenapa mantan istri Mas, dan Arga bisa ada di apartemennya Mas?" tanya Farah dengan wajah memerah, napasnya memburu lantaran emosi."Kamu tenang dulu! Mas bisa jelasin!" ucap Adam berusaha menenangkan."Usir mereka sekarang juga, Mas!" titah Farah, keberadaan Laila benar-benar mengusik, dan merusak bad moodnya."Sebaiknya kamu kembali ke mobil, oke!""Jadi ini alasan kamu tidak mengizinkan aku ikut?""Sudahlah ini bukan saatnya untuk menjelaskan, sekarang kamu tunggu di mobil!""Apa kalian berdua sudah tidak punya hati? Mbak Laila pingsan kalian sibuk berdebat," geram Arga melihat sepa
Di luar ruangan tanpa sengaja ada seseorang yang mendengar pembicaraan mereka, dengan perasaan yang tak bisa ia jelaskan. Dadanya berdesir, ada rasa yang seketika membuatnya sesak menekan ulu hati.Mencintai, tanpa bisa memiliki memang terasa begitu menyakitkan, dan tak semudah kata yang sering ia dengar, bahwasannya jika kita mencintai seseorang kita akan merasa bahagia jika melihatnya bahagia. Tetapi, buktinya tak semudah kata, melihatnya bersama orang lain membuat patah itu bertambah menyesakkan."Yuna!" ucap Arga reflek begitu melihat Yuna di depan pintu ruangan. "Eum ... Maksudku Dokter Yuna, ada apa?" Arga langsung tak enak, dan salah tingkah begitu menyebut nama perempuan itu tanpa embel-embel.Jika dulu ia biasa saja saat menyebut nama perempuan itu tanpa gelar di depannya. Tetapi, beda halnya dengan sekarang. Semua itu Arga lakukan itu menjaga jarak, dan menghormati Yuna sebagai seorang dokter yang sudah merawat Laila.Yuna pun menjadi tak enak, dan salah tingkah, bahkan jan
"Duduk!" titah Sang Mama begitu Adam sampai."Ada apa, Ma?""Tadi Farah menelpon Mama."Adam mendesah, sebenarnya ia sudah menduga, kalau Farah akan mengadukan hal ini pada Mamanya."Aku akan mengurus semuanya!""Mama cuma tidak ingin kamu menyakiti, Farah!""Mama tenang saja!" ucap Adam, sembari melihat jam yang melingkar di tangannya. "Kenapa kamu terlihat gelisah begitu, apa kamu ada perlu?" tanya Bu Ratmi penasaran melihat gelagat Adam yang terlihat resah."Eum ... Gak apa-apa, Ma," dusta Adam, ia tak mungkin mengatakan keinginannya untuk bertemu Liala, karena bagi Mamanya perempuan itu bukan lagi seseorang yang harus di prioritaskan Adam."Kalau begitu kamu siap-siap!""Kita mau kemana, Ma?""Antarakan Mama ke Mall!" Sebenarnya Adam ingin bertanya kenapa sang Mama ingin dia yang mengantarnya, bukankah biasanya mamanya akan pergi di antar supir? Tetapi, Adam tak berani bertanya, dan hanya mengiyakan.Bu Ratmi pun langsung melangkah ke kamar untuk berganti pakaian, sementara Adam
Suara ketukan pintu yang terdengar begitu keras memaksa Laila yang sedang berbaring meny***i Aleia beranjak dari tempat tidurnya, beruntung Alei sudah tertidur. Entah siapa yang yang datang, dan membuat penasaran penghuni di dalamnya. 'Apa orang di luar sana tak pernah belajar etika, atau adab saat bertamu? Laila membatin.Laila melangkah ke arah pintu, dan keluar demi melihat siapa kiranya tamu yang datang. Bersamaan itu Bi Jum pun keluar dari kamarnya. Mereka saling berpandangan dengan ekpresi penasaran."Siapa Non?" "Gak tau, Bi.""Siapa ya Non kira-kira? Gak sopan banget ngetuk pintu sampai pintunya seperti mau lepas dari engselnya," ucap Bi Jum. "Aku juga gak tau, Bi.""Ya udah coba bibi buka dulu pintunya!" tanpa curiga Bi Jum pun melangkah ke arah pintu, dan memutar kunci pintunya.Begitu pintu terbuka tanpa basa-basi seseorang dengan membawa air muka kemarahan langsung menerobos masuk."Mana Laila?"Bi Jum seketika langsung panik melihat tamu yang tadi baru saja dibukakan
"Astaga! Hentikan Farah! Apa yang sudah kamu lakukan?" pekik Adam sembari melangkah lebar-lebar dengan panik."Ya Allah, syukurlah Aden datang," ucap Bi Jum, lega.Farah yang sudah kalap tak menyadari keberadaan Adam. Kemudian Adam pun langsung menarik Farah dengan cara melingkarkan tangannya di perut. Lalu, mengakatnya ke sofa tunggal yang berada di sebelah kanan."Lepas! Lepaskan aku! Sudah kubilang Bibi jangan ikut campur!" ucapa Farah tanpa sadar, ia berpikir yang melerainya adalah Bi Jum."Hentikan Farah!""Lepaskan aku!""Stop Farah, ini aku!" tegas Adam."M--as Adam!" seru Farah kaget. "M--as! Kenapa bisa di sini?" Mata Farah membulat."Harusnya aku yang nanya, kenapa kamu bisa ada disini, dan apa yang sudah kamu lakukan?""Aku cuma ...." Farah menggigit bibir bawahnya dengan wajah bingung.Sementara Laila masih terisak sembari memegangi rambutnya yang masih terasa perih sampai ke ubun-ubun."Sudah kubilang jangan ikut campur urusanku! Kalau kamu masih bersikeras tidak mau mend
"Mbak!""Dokter!" ucap keduanya hampir berbarengan."Gimana kabar, Mbak sekarang?" tanya Yuna setelah mereka memutuskan untuk duduk mengobrol di cafe yang tak jauh dari supermarket tempat mereka berbelanja."Seperti yang Dokter lihat," jawab Laila sekenanya. Lalu, tersenyum."Syukurlah saya senang melihat Mbak sudah lebih baik." Yuna tersenyum. "Maaf itu kenapa wajahmmu?" Yuna bertanya penasaran melihat plaster yang menempel di wajah Laila. Sebenarnya sejak pertama mereka bertemu Yuna sudah bertanya-tanya.Reflek Laila memegangi bagian wajahnya yang dikasih plaster. "Oh ini kemarin gak sengaja ke gores sisir saat sedang menyisir rambut," jawab Laila memberi alasan. Lalu, tersenyum.Yuna mengangguk, dan memilih percaya, sebab alasan yang diberikan Laila cukup masuk akal."Eum ... Dokter gak ada tugas di rumah sakit?" tanya Laila yang sengaja mengalihkan pembicaraan.Yuna tersenyum. "Nanti jam 10 an. Ngomong-ngomong kalian hanya pergi bertiga? Apa ...." Yuna terlihat ragu saat akan bert
"Astaga, Ibu?" Mata Laila membulat usai mengaja nama yang terpampang jelas di layar ponselnya."Apa yang harus kukatakan?" Laila membatin sembari mengigit bibir bagian bawahnya dengan perasaan getir. Laila menarik napas dalam, lalu perlahan membuangnya sebelum menggeser tombol berwarna hijau tersebut. Saat akan mengakatnya tiba-tiba sambungan terputus, karena Laila terlalu lama mengangkatnya. Kemudian, ibunya kembali memanggil."Assalamualaikum, Bu. Apa kabar?" tanya Laila begitu sambungan telpon terhubung."Alhamdulillah, akhirnya kamu angkat juga, Nak. Wa'alaikumsalam. Alhamdulillah kabar Ibu baik. Gimana kabar kamu, Nak? Maaf Ibu sama Bapak belum bisa menjenguk, sebentar lagi sawah panen, jadi gak ada yang jagain," jelas Bu Fatimah panjang lebar.Bu Fatimah adalah Ibu sambungnya, tetapi hubungan mereka cukup baik. Laila juga mempunyai adik tiri bernama Arsen yang saat ini bekerja di Jakarta. Sementara Ibu, dan Bapaknya tinggal di Cikajang-Garut. Laila sendiri setelah menikah ikut