❤Happy Reading❤Mobil Dimas terus melaju dengan kecepatan rendah, memasuki jalan beraspal yang tidak lebar, pertanda sebentar lagi mereka akan tiba di kosan Dimas dan kontrakan Riris.Tiba-tiba Riris teringat kejadian tadi saat dia dan ibunya bertemu dengan Bu Santi di Malioboro. Dia masih penasaran, kenapa Bu Santi bisa tahu tentang bapaknya yang meninggal dan rencananya pindah ke Jakarta.Diliriknya Dimas di sebelahnya, yang sedang terdiam, asyik menyetir, pandangannya lurus ke jalanan yang ada di depannya. Jika melihat Dimas sedang serius seperti itu, kadang Riris suka penasaran, ingin tahu apa yang sedang dipikirkan oleh sepupunya itu."Mmh ... Mas Dimas, tadi kita di Malioboro berpapasan dengan Bu Santi, bundanya Mas Reza," Riris mulai menceritakan peristiwa yang tadi dialaminya."Oh ya? Trus gimana?" tanya Dimas penasaran."Ibunya Mas Reza menyapa kami duluan, mengucapkan turut berduka cita atas meninggalnya bapak, dan anehnya menanyakan juga tentang kepindahanku ke Jakarta. Kok
Keesokan paginya, Riris tengah mematut diri di depan cermin dalam kamarnya. Dirapikannya lagi jilbab segi empat berwarna biru tua yang telah menutupi kepala dan rambutnya itu.'Wajahku ini, memang tidak cantik. Hidungku agak pesek, pipiku agak tembem dan mataku tidak bulat sempurna bahkan bulu mataku juga tidak lentik, pantas saja Mas Reza meninggalkanku." batin Riris sedih.Sejak Reza mentalaknya, dia seolah kehilangan rasa percaya dirinya. Bibirnya mengerucut lalu dihempaskan napasnya dengan kasar.'Astaghfirullah, aku telah berdosa karena tidak mensyukuri ciptaan-Nya. Ya Robb ampunilah hamba,'Riris membatin di depan cermin. Bulir bening luruh dari sudut matanya. Cepat-cepat di usapnya pipinya dengan tissue. Kembali ditatapnya pantulan wajahnya dari dalam cermin.'Ya Allah, percantiklah budi pekerti hamba sebagaimana engkau mempercantik wajah hamba, aamiin"Riris mengucapkan doa dalam hatinya. Tangannya kemudian sibuk memasang bros kecil diantara kedua lipatan jilbab di bawah dagun
Dari tadi ke pantainya cuma sebentar-sebentar aja, padahal aku sudah ingin duduk berdiam diri, menikmati keindahan alam yang disuguhkan oleh Sang Maha Pencipta, Allah Subhanahu Wata'ala. Mengagumi kebesaran-Nya, maasyaa Allah.Masakan Bu Darmo lumayan enak, aku suka dengan udang goreng saos asam manisnya. Tapi aku makan sedikit saja karena perutku masih kenyang gara-gara makan arem-arem tadi. Cepat-cepat kuhabiskan makanan di piringku.Setelah makanan di piringku habis, aku pamit kepada ibu dan Mas Dimas untuk duluan jalan-jalan di pantai. Mereka mengijinkanku, dengan syarat aku harus hati-hati di sana nanti.Bergegas aku berjalan menyusuri jalan setapak yang mulai berpasir ini. Suasananya masih sepi, bahkan aku belum melihat seorangpun di sini. Sebenarnya aku agak takut juga berjalan sendirian di sini. Namun suara deburan ombak yang sudah terdengar, seakan sedang memanggilku dan merayuku untuk ke sana, sehingga tak kuhiraukan rasa takut itu.Akhirnya sampai juga aku di pantai ini. Ma
Pandangan Mas Dimas dan ibu langsung tertuju padaku, ketika aku sedang berjalan ke arah mereka. Mereka tetap berdiri di samping perahu, menungguku."Ris, Kamu abis dari mana aja?" tanya Mas Dimas ketika aku sudah menghampiri mereka."Aku abis dari atas sana, Mas." Ku arahkan telunjukku ke gazebo yang ada di lereng tebing itu. Masih kutangkap sosok pemuda yang tadi kutemui di sana. Dia sedang duduk di gazebo itu."Ris, tadi kita ketemu sama Reza, tuh orangnya lagi asyik berduaan sama wanita lain," ujar Mas Dimas geram."Iya Mas, tadi aku juga udah melihatnya. Ya udah yuk, kita pulang aja," pintaku. Di sini rasanya sudah nggak nyaman lagi dengan adanya lelaki yang menyebalkan itu."Iya, Mas ... kita pulang aja, bulek juga udah capek jalan-jalan," sela ibuku. Mas Dimas mengangguk dan kami pun berjalan beriringan menjauh dari pantai.Setelah berpamitan dengan Pak Darmo dan istrinya, kami segera berjalan menuju mobil yang tadi diparkir di pinggir jalan.Ternyata di dekat mobil Mas Dimas ad
(PoV Bagaskara)Asistenku yang bernama Reza itu, kerjanya lamban sekali. Cuma diberi tugas untuk mempertemukanku dengan wanita yang bernama Riris saja, sampai sekarang masih belum berhasil. Ada saja alasannya.Seandainya aku nggak terikat janji pada Seno adikku, aku tidak akan merasa seperti orang yang dikejar-kejar hutang seperti ini. Yah, semoga saja aku bisa segera dipertemukan dengan gadis itu, cinta sejatinya adik lelakiku yang amat kusayangi itu.Hari ini aku akan melihat lokasi tanah yang akan dibuat Villa dan Cottage di pantai yang masih terbilang baru, karena belum banyak diketahui orang. Ya, siapa tahu prospeknya bagus di sana. Dan yang pasti harga tanahnya masih jauh lebih murah.Reza sudah membuat janji dengan pemilik tanah itu siang selepas Dhuhur. Kami berangkat dari kantor pukul sepuluh siang, beriringan dengan mobil masing-masing. Mobil Reza berjalan di depan sebagai penunjuk jalan. Dia yang sudah tahu lokasi itu sebelumnya.Setelah menempuh waktu perjalanan sekitar du
Riris dan Bu Rohman dengan hati-hati masuk ke mobil mewah Bagas setelah dipersilahkan masuk olehnya.Sebetulnya Riris merasa malu dan sungkan untuk ikut menumpang mobil itu, tapi karena keadaanlah yang membuat dia akhirnya bersedia menerima tawaran Bagas. Wanita berwajah teduh itu juga tidak tega jika ibunya terlantar, berlama-lama di pinggir jalan sedang hari sudah mulai gelap dan mereka berada di tengah hutan jati."Nduk ... mobilnya buaagus banget yo, nyaman banget naik mobil ini, ndak terasa getarannya, Ris," bisik Bu Rohman ke telinga putrinya dengan mata berbinar, saat mereka sudah duduk di kursi belakang sopir. Riris tidak membalas bisikan ibunya, dia hanya tersenyum simpul menanggapinya. Riris malu jika percakapan mereka terdengar oleh Bagas.Bu Rohman nampak takjub sekali menaiki mobil Alphart itu, karena ini pengalaman pertama mereka menaiki kendaraan mewah itu. Sebetulnya Riris juga merasa takjub menaiki mobil mewah itu, namun dia berusaha menutupi perasaannya. Dia hanya du
Aku nggak habis pikir, kenapa Riris dan ibunya bisa bersama Bos Bagas di Restoran itu. Sepanjang perjalanan pulang, pikiranku terus melayang."Mas Reza ... kayaknya aku nggak bakal balik lagi ke Jakarta deh." Ucapan Nelly membuyarkan lamunanku."Eh, kenapa memangnya, Nel? Kok nggak mau pulang ke Jakarta?" tanyaku penasaran hingga membuat mataku mengernyit."Hm ... ada deeh, Mas," jawab Nelly manja.Gadis ini kenapa kalau ngomong selalu dimanja-manjain suaranya, apa dia suka seperti itu sama siapa saja? Tadinya kukira dia hanya seperti itu padaku. Tapi ternyata sama Bos Bagas dia lebih manja lagi kalau bicara.Apa Nelly menyukai Bosku ya? Ah, semoga saja tidak. Ini tantangan buat aku, jika aku berjodoh dengan Nelly nanti, aku akan mendidiknya agar menjadi istri yang sholihah, terutama dia mau menutup auratnya dengan berhijab. Dengan begitu aku kan bisa dapat pahala, karena bisa membuat Nelly hijrah menjadi wanita yang sholihah."Mas ... aku boleh minta tolong yaaahh!" tanya Nelly denga
Pagi yang cerah, Riris dan ibunya sedang sarapan di ruang tamu kontrakannya, yang hanya beralaskan karpet plastik."Nduk, semalam itu nggak nyangka yo, kita bisa berkenalan sama nak Bagas yang ganteng, baik, dan kaya lagi," Suara Bu Rohman memecah keheningan saat sarapan."Iya, Bu. Semua itu terjadi karena mobil Mas Dimas mogok," sahut Riris, sesuap nasi goreng kemudian masuk ke mulutnya."Iya ya, Nduk. Di setiap musibah ternyata ada hikmah di baliknya. Ibu juga nggak pernah tuh, mbayangin bisa naik mobil mewah yang alus mulus itu, sama makan enak di restoran mewah," jawab Bu Rohman kembali, senyumnya nampak sumringah, diteguknya teh manis hangat dalam gelas belimbing yang ada di depannya.Riris hanya mengangguk dan tersenyum menanggapinya. Dia merasa terharu melihat ibunya nampak bahagia setelah melewati duka, kehilangan orang yang paling mereka sayangi dan cintai."Nduk, nak Bagas itu baik banget ya, masak semalem sampai mau nganter kita di depan pintu kontrakan. Padahal cukup kita