Terinspirasi dari sebuah kisah nyata. Riris dan Reza menikah melalui proses ta'aruf dengan perantara Dimas-sepupu Riris. Pernikahan berjalan lancar hingga saat resepsi datanglah tamu undangan, teman-teman pondoknya Riris yang membuat Reza merasa menyesal telah menikahi Riris. Reza menganggap Riris masih kalah cantik dan anggun dari teman-temannya. Dia merasa lebih pantas mendapatkan istri yang jauh lebih cantik dan anggun dari Riris. Akhirnya Reza mentalak Riris seusai resepsi. "Maafkan aku Riris, ternyata Kamu jauh dari ekspektasiku. Aku tidak bisa melanjutkan pernikahan ini. Sebaiknya kita berpisah sejak awal, aku tidak akan menyentuhmu. Ini semua kulakukan demi kebaikanmu. Agar kamu nanti bisa menikah dengan laki-laki yang terbaik untukmu" Perlakuan Reza menghancurkan hati dan impian Riris yang mendambakan kebahagiaan dalam pernikahan, bagaimanakah nasib Riris selanjutnya? Ikuti kisahnya ya teman-teman.
View More"Maafkan aku Riris, ternyata Kamu jauh dari ekspektasiku. Aku tidak bisa melanjutkan pernikahan ini. Sebaiknya kita berpisah sejak awal, aku tidak akan menyentuhmu. Ini semua kulakukan demi kebaikanmu. Agar kamu nanti bisa menikah lagi dengan laki-laki yang terbaik untukmu"
Lelaki tinggi putih berbadan tegap dengan wajah oval berhidung mancung, yang masih mengenakan jas pengantin berwarna merah marun itu berucap lirih. Dilepasnya songkok yang berwarna senada dengan balutan jasnya itu dari kepalanya, menampakkan rambutnya yang hitam berbelah tengah itu. Tangannya menggaruk-garuk rambut yang tertata rapih itu hingga menjadi acak-acakan."A-apa maksudmu Mas .... ?" tanyaku getir. Aku tidak percaya dengan semua yang telah Mas Reza katakan.Hatiku yang seperti bunga-bunga yang bermekaran saat mendengar kalimat agung yang Mas Reza ikrarkan di hadapan bapakku tadi pagi, tiba-tiba menjadi layu, bahkan kelopak bunganya telah jatuh berguguran.Kami bahkan belum sempat mengganti pakaian pengantin. Kenapa Mas Reza bisa setega ini kepadaku. Bukankah pernikahan itu hal yang sakral dan agung? Tidak pantas untuk dipermainkan seperti ini.Mataku semakin mengembun, dan akhirnya embun itu meluap hingga membanjiri pipiku yang masih merah merona karena riasan make up yang belum sempat kubersihkan.Mas Reza menghela napas panjang, wajahnya tertunduk dalam. Seolah enggan menatapku, wanita yang baru saja menjadi permaisurinya di pelaminan tadi."Bukankah Mas bahagia dengan pernikahan ini? Aku bisa melihatnya saat Mas menyalamiku dan mengecup keningku selepas akad tadi." cecarku, aku butuh penjelasan atas ucapan yang baru saja meluncur dari mulutnya"Ya, tadi memang aku bahagia saat akad pernikahan kita. Tapi itu sebelum rombongan tamu--teman pondokmu--datang. Maafkan aku yang tidak bisa memaksakan perasaanku padamu Ris. Sebelum kita terlalu jauh melangkah, Engkau aku talak sekarang!" ucapnya lirih. Nampak raut sesal di wajahnya.Mendengar ucapan Mas Reza, jantungku seakan berhenti berdetak, mataku membulat dengan kedua bibirku yang menganga.Ada apa dengan teman-temanku tadi? Pantas saja setelah mereka memberi selamat kepada kami di atas pelaminan, nampak gurat kecewa di wajah Mas Reza. Dia tidak lagi tersenyum kepadaku dan para tamu hingga acara resepsi selesai."Mas semudah itukah engkau menalakku? Memangnya kenapa dengan teman-temanku tadi Mas? Apa salahku Mas?" Bulir bening masih terus mengucur deras dari sudut netraku."Mereka tidak salah. Kamu juga tidak salah, yang salah adalah Dimas--sepupumu--yang juga sahabatku. Kenapa dia tidak mengenalkanku terlebih dahulu kepada mereka? Para ustadzah yang anggun, cantik dan penuh kharisma itu."Apa? Aku terperangah tidak percaya dengan apa yang telah disampaikan oleh Mas Reza. Tenggorokanku serasa tercekat. Wajahku terasa panas, tubuhku bergetar hebat, aku bagaikan tersengat listrik ribuan watt.Tanpa berkata apa-apa lagi, Mas Reza langsung beranjak dari duduknya di tepi ranjang. Bergegas pergi menuju pintu kamar pengantin yang kini nampak seperti neraka bagiku, meskipun kamar ini telah dihias dengan indah. Bunga-bunga segar yang harum berwarna-warni di rangkai di tiap sudut kamarku. Bahkan kelopak-kelopak mawar merah telah di taburkan di atas ranjang, tanpa kami sempat menyentuhnya."Mas ... ! Tunggu ... jangan pergi Mas!" pintaku menghiba, namun teriakanku tak dihiraukannya lagi. Mas Reza tetap berlalu tanpa menoleh lagi ke belakang."Uhuu ... huu ... huu ... huu .... !"Aku hanya bisa menangis sesenggukan. Kujatuhkan tubuhku yang tiba-tiba lemas lunglai di atas karpet tebal berwarna merah. Kututup wajahku dengan kedua telapak tanganku, masih sambil tergugu hingga kedua bahuku turut berguncang."Mas Rezaaa ... huhuhuhu ... kenapa kamu setega ini padaku!" seruku dalam tangisanku yang terdengar semakin pilu.Secepat itu kau menikahiku, dan secepat itu pula kau menalakku.Bukankah pernikahan ini kamu yang menginginkannya? Aku bukan mainan yang dengan mudahnya kau campakkan, setelah engkau melihat mainan baru yang lebih menarik hatimu.Masih terbayang di pelupuk mataku, saat itu kamu dan keluargamu datang ke rumah untuk melamarku. Kalian nampak sungguh-sungguh menyampaikan niat baik itu, hingga ingin pernikahan itu dipercepat jika aku bersedia menerima lamaranmu.Kau bahkan berkata bahwa setelah melihat fotoku yang dikirimkan oleh Mas Dimas saat proses ta'aruf, engkau langsung terpesona dan tertarik padaku.Kau yang saat itu baru lulus S2 dari salah satu Universitas yang ada di Malaysia, tiba-tiba meminta tolong kepada Mas Dimas, untuk dicarikan calon istri yang akan mendampingimu.Kenapa kau menerima aku sebagai calon istri yang Mas Dimas tawarkan? Kenapa juga kau dengan cepat melamar dan menikahiku? Jika akhirnya sekarang di malam pertama ini, yang seharusnya kita saling mereguk kebahagiaan, justru kau ucapkan talak padaku, bagaikan petir yang menyambarku di siang hari.Aku masih menangis, saat ibu dan bapakku masuk ke kamarku dengan tergesa. Mungkin suara tangisanku terdengar oleh mereka yang berada di luar kamar."Nduk, Kamu kenapa? Kok nangis begini? Apa yang telah terjadi? Di mana suamimu?" Rentetan pertanyaan dari ibuku meluncur tanpa jeda. Nampak kecemasan di raut wajah ibuku.Aku masih tergugu, belum bisa berkata apa-apa.Harus kukatakan apa kepada bapak ibuku? Aku tidak ingin kejadian ini membuat hati mereka sedih dan terluka. Apalagi bapakku punya riwayat penyakit jantung. Aku tidak mau bapak terkena serangan jantung mendengar berita ini.'Ya Allah aku harus bagaimana?' ratapku dalam hati.Tepat pukul delapan, semuanya telah lengkap berada di dalam Masjid Kampus nan Agung dan indah itu Bagas dengan balutan tuxedo berwarna putih tulang itu telah duduk bersila di depan meja persegi panjang yang berkaki pendek. Di depannya telah duduk pak penghulu dan pakleknya Riris--adik dari bapaknya-- yang akan menjadi wali nikahnya.Sang pengantin pria yang diapit oleh Pak Bimo dan Pakde Arya, terlihat sedikit tegang. Mungkin karena ini adalah pengalaman pertamanya untuk memulai hidup yang baru. Sedangkan Riris bersama ibunya dan Bu Bimo juga para keluarga dan tamu undangan wanita, telah duduk di balik hijab. Sehingga untuk prosesi akad nikah, hanya para hadirin pria yang bisa melihatnya secara langsung. Riris dan para hadirin wanita hanya bisa melihat di tayangan video siaran langsung yang ada di layar kaca yang terpasang di bagian depan ruangan berhijab itu.Riris duduk bersimpuh diapit oleh sang ibu dan calon ibu mertua. Di belakangnya para keluarga dan tamu wanita dari desanya Ri
"Kalau boleh tau, apa syaratnya, Ris?" tanya Bagas penasaran."Nduk, kok pake syarat toh?" bisik Bu Rohman ke telinga putrinya. Riris kemudian memandang ibunya, lalu tersenyum sembari mengangguk. Sedangkan Bu Rohman justru menunjukkan wajah tegangnya."Syaratnya, pertama ... saya minta akad nikahnya nanti di Masjid Kampus yang ada di Universitas nomor satu di Jogja, karena saya memiliki kenangan yang dalam, saat pertama kali mendatangi masjid itu dan bermunajat di sana. Yang kedua, saya ingin setelah menikah nanti, Mas Bagas harus menerima ibu saya untuk tinggal bersama kita nantinya. Karena ibu sudah tak memiliki siapa-siapa lagi, kecuali putri semata wayangnya," ucap Riris dengan suara bergetar hingga netranya yang berkaca-kaca. Riris dan ibunya kembali saling tatap, di kedua manik mereka telah dipenuhi oleh embun. Bu Rohman merasa terharu dengan permintaan putrinya itu, ternyata meski putrinya mau dinikahi oleh pemuda kaya, Riris masih ingat ibunya, masih amat peduli padanya.Riri
Hari yang dinanti telah tiba, selama dua pekan ini Riris dan ibunya sibuk mempersiapkan acara lamaran untuk menyambut kehadiran Bagas dan keluarganya. Dari pagi, Riris telah merias dirinya, berbekal ilmu yang didapatnya dari terapis kecantikan salon ternama yang dipesan oleh Bagas selama dia menginap di apartemen.Riris mengenakan gaun kebaya panjang selutut, berwarna hijau lumut dengan hiasan payet pada bagian bawah pinggang serta di ujung tangannya, menambah kesan mewah dan anggun. Gaun itu telah dipesan oleh Bagas dan dikirimkan pak Dul dua hari sebelumnya. Untuk bawahannya, Riris mengenakan kain jarik berbordir emas yang diwiru dengan rapih menambah kesan elegan. Rumah Riris juga telah dipasang tenda untuk para tamu undangan, dan bagian dalamnya di dekor sedemikian rupa sehingga nampak indah dengan aneka bunga di setiap sudut rumah. Back drop yang terlihat indah dan mewah terpasang di salah satu sisi dinding dalam ruang tamu untuk momen lamaran dan pengambilan foto.Dari semua o
Tak terasa sudah sepekan Riris dan Bu Rohman menginap di apartemen milik keluarga Bagas. Selama itu pula mereka setiap hari didatangi terapis kecantikan langganan yang dari awal men-treatment Riris.Gadis yang dulunya berwajah manis dan terlihat sederhana itu, kini telah berubah wajahnya semakin cantik cemerlang, meski perawatannya tidak dengan cara yang ekstrim seperti operasi plastik dan sebagainya. Perawatannya hanya membuat kulit dan wajah Riris terlihat semakin glowing. Selain itu, Riris juga belajar cara merias wajah supaya bisa tampil cantik dan lebih percaya diri. Riasan yang mampu menutupi kekurangan di wajah dan bisa menonjolkan kelebihan, sehingga terlihat semakin cantik bersinar. Apalagi Riris juga memiliki kecantikan yang terpancar dari dalam, dari hati yang bersih dan tulus apa adanya."Ris, makin hari Kamu semakin cantik, maasyaa Allah," puji Bagas di suatu sore saat mereka tengah duduk di taman tepi kolam renang yang ada di rooftop apartemen. Angin bertiup agak kencan
Setelah dirawat di rumah sakit selama dua pekan, akhirnya Bu Santi sudah diperbolehkan untuk pulang. Walaupun kondisinya belum banyak perkembangan, separuh badannya sebelah kanan lemah, namun bisa dilakukan perawatan di rumah. Asalkan minum obat dari dokter secara rutin, makan makanan yang sehat dan rendah lemak, rajin melakukan terapi dan olah raga ringan.Sumi telah diberi pengarahan oleh Bulik Tutik, bagaimana cara merawat Bu Santi dengan baik. Di pagi dan sore hari Sumi memandikan majikan perempuannya itu dengan mengelap seluruh badan dengan handuk yang dibasahi dengan air hangat dan dicampur dengan sabun mandi yang lembut. Sumi melakukannya dengan penuh hati-hati agar tidak menyakiti tubuh Bu Santi. Setelah mandi, Sumi mengajak wanita paruh baya itu jalan-jalan di halaman rumah yang luas itu dengan kursi roda. Sekedar untuk menghirup udara segar dan mengusir kejenuhan Bu Santi.Sumi juga bertugas menggantikan pampers jika sudah penuh dengan air seni dan ketika Bu Santi buang air
Tepat jam sembilan malam, Riris dan Bu Rohman tiba di apartemen. Pak Dul yang diserahi kartu untuk akses agar bisa masuk ke unit delapan kosong delapan, ikut mengantarkan Riris dan ibunya masuk sampai dalam unit."Mbak Riris, ini kartunya dipegang sama Mbak saja, pesan dari Pak Bagas. Agar Mbak bisa bebas keluar masuk apartemen ini." Pak Dul menyerahkan kartu itu pada Riris."Baik, Pak Dul, terima kasih," jawab Riris sembari tersenyum dan menerima benda tipis persegi itu dari tangan Pak Dul."Baiklah, Mbak Riris dan Bu Rohman, saya pamit dulu. Selamat istirahat. Nanti kalau mau ada perlu untuk anter-anter, bisa telepon saya."Pak Dul sedikit membungkukkan badannya lalu bergegas ke luar dari unit apartemen setelah Riris mengucapkan terima kasih padanya.Riris segera menutup pintu. Lalu keduanya memasuki kamar di mana sudah ada lemari yang berisi pakaian yang dibelikan Bagas tadi pagi. Bu Rohman sempat menyusunnya ke dalam lemari sebelum mereka mengunjungi rumah Pakde Arya."Nduk, maasy
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments