Share

Bab 3

Penulis: Lotus
Sinar matahari pagi menerobos masuk ke dapur. Aku menyenandungkan lagu Vireka Utara sambil perlahan menggoreng daging sapi dan telur setengah matang.

Ini adalah pesta perpisahan yang kusiapkan untuk diriku sendiri.

Aku menarik kursi dan duduk. Saat garpuku nyaris menyentuh telur.

Klek.

Pintu terbuka.

Lewis masuk, membawa harum parfum Agnes yang masih melekat pada tubuhnya. Di tangannya, dia membawa sebuket bunga.

Sebuket besar bunga cendrawasih yang terlalu mencolok. Warna kuning keemasan berpadu dengan merah-oranye, tangkainya yang keras menjulang.

Aku benci bunga itu. Bagiku, mereka tampak seperti sekumpulan kalkun malang yang dipaksa berdandan untuk dipajang di meja makan, canggung dan norak.

Namun, Agnes menyukainya. Katanya bunga itu kuat, seperti dirinya yang selalu berharap bisa begitu.

"Pagi, Merry." Suaranya serak karena begadang, tetapi suasana hatinya sedang bagus. Dia meletakkan bunga yang mengganggu pandangan itu di meja, lalu duduk di hadapanku.

"Agnes rewel lagi semalam," katanya setengah mengeluh dan setengah menjelaskan. "Katanya obat penghilang sakit yang baru diganti nggak manjur. Tubuhnya itu sedikit terpaan saja langsung tumbang."

Sambil berbicara, dia meraih rotiku.

Aku mengangkat piringku, menghindari tangannya.

Dia tertegun, baru sadar di meja hanya ada satu porsi sarapan.

"Sarapanku mana?" Alisnya terangkat, dengan nada manja yang sudah dianggap wajar. "Merry, masa kamu cuma memikirkan diri sendiri dan anakmu, terus biarkan suamimu kelaparan?"

Melihat ekspresiku yang dingin, Lewis seperti baru teringat sesuatu.

"Soal di gereja kemarin, aku minta maaf, Merry." Dia menggenggam tanganku. "Agnes benar-benar sakit waktu itu. Paman Martin meninggalkannya sendirian..."

Lagi-lagi alasan yang sama.

"Bunga ini," ucapnya. Karena aku tetap diam, dia buru-buru mengganti topik. Dia mengambil buket bunga yang menyilaukan itu dan menyodorkannya ke pelukanku. "Ini buatmu. Kesukaanmu, 'kan? Di dalamnya ada kejutan. Mau lihat?"

Dia tersenyum misterius, lalu merangkulku dari belakang. Tangannya menuntunku membuka satu kelopak bunga di tengahnya. "Ada di sini."

Aku membukanya dan mengeluarkan sebuah kotak beludru merah tua.

Di dalamnya ada sepasang anting.

Aku terpaku menatapnya.

Tingkat kemurniannya lumayan, tetapi di bawah cahaya terlihat ada serat halus di dalamnya.

Warna dan potongannya yang seperti ini...

Seketika sebuah rasa dingin yang absurd menyelimuti diriku.

"Suka?" tanya Lewis dengan nada terdengar sedikit ingin dipuji.

Seluruh tubuhku gemetar karena marah. Aku menatap anting-anting itu lekat-lekat. Tentu saja cocok untukku karena ini adalah rubi merah darah merpati milikku yang kubawa sebagai maskawin!

Enam bulan lalu, Lewis bilang permata itu dikirim ke desainer untuk dijadikan perhiasan. Aku sempat menantikan hari dia menyerahkannya padaku.

Kini aku mengerti, bagian utama batu itu ada di meja rias Agnes. Sedang yang kubawa ini, hanyalah potongan sisa.

Dia berani menggunakan barang-barang seperti ini untuk menipuku? Mengambil milikku, lalu memberikannya padaku seakan-akan cuma amal?

"Merry?" Lewis, karena melihatku lama terdiam, menyentuh lembut pundakku.

Aku menutup kotak itu, lalu melemparkannya begitu saja ke meja dengan bunyi yang nyaring.

"Nggak suka?" tanyanya sambil mengerutkan dahi, tampak bahwa dia merasa aku bertingkah aneh.

Lewis meletakkan anting itu, raut wajahnya yang dipenuhi kehangatan yang dipaksakan sedikit memudar, digantikan oleh kejengkelan. Dia berdeham, sepertinya akhirnya teringat urusan utama hari ini.

"Merry, ada hal lain. Bulan depan di Festival Panen Lestari, Agnes bilang padaku, tahun ini dia ingin memerankan Dewi Kesuburan."

Aku tertegun.

Festival Panen Lestari adalah perayaan terpenting di Vireka Selatan.

Dia terus saja berbicara, "Kamu tahu sendiri, kondisi Agnes... Belakangan ini suasana hatinya sedang buruk. Dia sudah dua kali bilang padaku kalau dia selalu ingin berperan sebagai Dewi Kesuburan."

Menurut tradisi, dalam perayaan tersebut, peran Dewi yang melambangkan kesuburan bumi dan kemakmuran keluarga selalu diperankan oleh istri sang bos mafia. Jika belum menikah, peran itu bisa diambil oleh saudara perempuannya.

Sedangkan aku, Merry Damian sedang mengandung anak Lewis Ricardo, bahkan belum sempat mengadakan pernikahan sah sekali pun.

Jadi secara teori, Agnes memang berhak merebutnya.

"Kamu tahu, 'kan?" Lewis mengamati ekspresiku, nada suaranya agak tidak sabar saat berkata, "Kesehatannya kurang baik dan jarang ada hal yang membuatnya senang. Selain itu, sejak kecil dia memang ingin sekali memerankan Dewi. Waktu Paman Martin masih hidup..."

Dia memberiku bunga yang paling kubenci.

Dia menggunakan sisa-sisa maskawinku untuk membuat perhiasan murahan dan mencoba menipuku, tetapi memberikan bagian yang paling berharga kepada wanita lain.

Sekarang, dia bahkan ingin merampas kehormatan dan status yang seharusnya menjadi hakku dan anakku dalam festival yang melambangkan kehormatan keluarga dan pewarisan garis keturunan ini.

Hanya untuk membuat wanita lain bahagia sebentar.

Aku merasakan kelegaan yang aneh.

Aku tak pernah peduli pada gelar atau peran tertentu, tetapi saat ini aku menyadari dengan jelas bahwa betapa timpangnya posisiku dan Agnes di hatinya.

"Oke, aku setuju." Aku menatapnya sambil tersenyum dengan ketenangan yang luar biasa, bahkan bisa dibilang lembut.

Lewis sepertinya tidak menyangka aku akan setuju dengan begitu mudahnya, bahkan sempat tertegun.

"Kamu setuju?"

"Hmm." Aku menyeka mulutku dengan serbet dan berdiri. "Itu 'kan cuma peran. Kalau dia mau, berikan saja padanya."

Raut wajah Lewis langsung berseri, kekesalannya lenyap begitu saja. Dia mengulurkan tangan ingin memelukku. "Sudah kuduga! Merry, aku tahu kamu yang paling pengertian. Inilah wibawa yang seharusnya dimiliki oleh istri bos mafia yang sejati..."

Sebelum dia menyelesaikan kata-katanya.

Drrt!

Ponsel di sakunya berdering lagi.

Nada dering eksklusif itu adalah lagu piano yang dimainkan dan direkam sendiri oleh Agnes, berjudul: [Untuk Ricardo yang Terkasih].

Ekspresi wajahnya menunjukkan sedikit terganggu, tetapi lebih dominan ke perasaan tak berdaya karena selalu dibutuhkan.

"Maaf, Merry." Dia menatapku dengan ekspresi paham maksudnya, 'kan? Sambil menjawab telepon, dia berjalan ke pintu. "Halo? Agnes? Ada apa lagi? Oke, oke, aku segera ke sana."

Setelah menutup telepon, dia buru-buru mengambil kunci mobil, berjalan ke pintu, lalu kembali menekankan, "Ini yang terakhir kalinya! Merry, aku janji! Besok kita akan menikah. Setelah anak kita lahir, aku akan mencurahkan semua waktuku untuk kalian berdua!"

Nada suaranya tegas, tatapannya tulus, seolah itu benar-benar janji yang bisa ditepati.

Aku menatap punggungnya yang tergesa-gesa pergi. Ekspresiku datar tanpa ekspresi.

Terakhir kali?

Tidak ada lagi kesempatan berikutnya, Lewis.

...

Keesokan harinya, di Gereja Luminara.

Gereja itu dihias lebih mewah daripada sebelumnya.

Mawar putih dan bunga anggrek membentang dari pintu masuk hingga altar, udara dipenuhi aroma wewangian yang mewah.

Para tamu saling berbisik, sesekali melirik ke area tunggu pengantin wanita.

Lewis berdiri di depan altar, mengenakan jas hitam yang sempurna dan dengan sabar merapikan lengan bajunya.

Suasana hatinya sedang baik.

Semalam Agnes cuma sedikit uring-uringan, tetapi dia berhasil menenangkannya setelah beberapa percakapan. Aku pun sangat pengertian dan tidak membuat keributan.

Hari ini, segalanya akan berjalan sempurna.

Kecuali bahwa pengantin perempuannya sampai sekarang belum juga muncul.

Tiba-tiba Anton, orang kepercayaannya, dengan wajah pucat menembus barisan tamu dan cepat-cepat menghampirinya. Dia merendahkan suaranya dan berkata dengan nada mendesak.

"Bos! Nona Merry, dia nggak ada di vila! Kamarnya kosong. Barang bawaannya juga hilang!"

"Apa katamu?!"

"Orang yang kita kirim bilang kalau sepertinya Nona Merry pergi ke rumah sakit kandungan."
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Ditinggal 17 Kali, Kini Aku Pemimpin Mafia   Bab 8

    Beberapa tahun kemudian, di acara penghargaan Kompetisi Inovasi Sains dan Teknologi Remaja Internasional.Amon berdiri di podium dengan setelan jasnya, menerima piala emas sambil disambut tepuk tangan gemuruh dari seluruh penonton."Amon." Sang pembawa acara tersenyum sambil menyerahkan mikrofon padanya. "Silakan sampaikan pidato kemenangan Anda."Dengan suara yang jelas dan mantap, Amon berkata, "Aku berterima kasih pada ibuku. Dia adalah panutanku."Aku tersenyum sambil bertepuk tangan, pandanganku menyapu layar ponsel.Muncul sebuah notifikasi berita.[Keluarga Ricardo dari Vireka Selatan terlilit utang. Sektor bisnis utama mereka terpaksa dijual. Hubungan Bos Lewis Ricardo dengan istrinya dikabarkan memburuk. Pertengkaran terus terjadi.]Foto yang disertakan adalah hasil jepretan diam-diam. Lewis dengan jenggot yang tidak terurus, sorot matanya tampak kosong dan lelah. Sementara Agnes, mengenakan gaun panjang kotor, berteriak histeris padanya.Aku menghapus berita itu dengan tenang

  • Ditinggal 17 Kali, Kini Aku Pemimpin Mafia   Bab 7

    Keributan itu sudah menarik perhatian seluruh tamu.Wajah Lewis pucat pasi, bibirnya bergetar, seolah masih ingin membela diri. Namun, tepat pada saat itu..."Kak Lewis!"Agnes tiba-tiba bergegas menghampiri. Satu tangan memeluk perutnya yang sedang hamil, tangan lainnya menggenggam erat lengan Lewis."Lewis, barusan kamu bilang mau kembali padanya?" Suaranya terdengar terluka. "Kamu mau mengakui anaknya? Terus, bagaimana dengan anak kita?"Ruangan langsung riuh. Aku hanya tersenyum sinis melihat adegan konyol itu.Wajah Lewis pucat pasi. Dia mencoba melepaskan diri. "Agnes! Lepaskan! Aku cuma...""Cuma apa?" Agnes menangis sampai riasannya luntur. Raut wajahnya tampak lelah. "Yang ada di perutku ini adalah anakmu! Anak Keluarga Ricardo!"Dia meraih tangan Lewis dan menekankannya ke perutnya.Agnes mendongak dengan wajah lusuh, menatap Lewis. "Kamu sudah janji pada ayahku akan menjagaku seumur hidup! Kamu bilang akan memberi kami, aku dan anak kita sebuah rumah! Di hadapanku, bagaimana

  • Ditinggal 17 Kali, Kini Aku Pemimpin Mafia   Bab 6

    Tujuh tahun kemudian, Pusat Keuangan Internasional Milaya.Aku berjalan memasuki aula pertemuan dengan menggandeng lengan ayahku. Kini, aku sudah jadi pemimpin tak terbantahkan di Vireka Utara."Pemimpin Damian." Begitulah orang-orang menyapaku sekarang.Amon yang kutuntun dengan tangan kananku tiba-tiba menggaruk perlahan telapak tanganku dengan tangannya yang mungil. Aku tersenyum dan membelai kepalanya dengan lembut. "Ada apa, malaikat kecilku?""Ibu, pria itu terus menatap Ibu." Amon yang pengamatannya cukup tajam, berbisik memperingatkanku sambil menoleh ke sudut aula yang gelap.Lewis Ricardo.Dia terlihat lebih lesu, semangat dan kepercayaan diri yang dulu dimilikinya telah lenyap. Agnes menempel erat padanya, matanya menatapku dengan waspada.Aku memalingkan muka tak peduli. "Abaikan saja."Namun, Lewis tetap mendekat. Dia mendorong Agnes yang mencoba menahannya, langkahnya goyah, bau alkohol yang kuat menyengat hidung."Merry." Suaranya bergetar menahan emosi. "Sudah tujuh tah

  • Ditinggal 17 Kali, Kini Aku Pemimpin Mafia   Bab 5

    Di Milaya, aula pesta Keluarga Damian dipenuhi cahaya gemerlap.Para tetua Vireka Utara berkumpul untuk menyambut kepulanganku."Merry," panggil ayahku dengan penuh kewibawaan sambil mengangkat gelasnya lebih dulu. "Selamat datang di rumah."Aku ikut mengangkat gelas kristalku. Pandanganku menyapu semua orang yang hadir. Di antara mereka ada anak buah lama ayahku, ada pula kekuatan muda yang baru bangkit, serta mereka yang dulu pernah mencemoohku sebagai pengkhianat yang kabur ke Vireka Selatan."Terima kasih semuanya." Sambil tersenyum, aku berbicara dengan tenang, "Selama bertahun-tahun, aku sudah banyak belajar di Vireka Selatan.""Contohnya?" Seseorang bertanya dengan penuh minat."Contohnya..." Aku meletakkan gelasku perlahan. "Bisnis dermaga mereka bertumpu pada suap ke pejabat bea cukai. Daftarnya ada di tanganku.""Jalur senjata mereka bergantung pada tiga orang perantara penting. Salah satunya sudah kurekrut.""Arus kas kasino mereka, dua pertiga nggak tercatat pajak. Besok, s

  • Ditinggal 17 Kali, Kini Aku Pemimpin Mafia   Bab 4

    "Kamu bilang apa barusan? Buat apa dia ke sana?"Perasaan cemas yang kuat membuncah di dada Lewis, membuatnya sesak napas.Detik berikutnya, ponselnya bergetar tak henti-henti.Dia buru-buru mengeluarkan ponselnya dari saku, berharap ada secercah harapan.Mungkinkah itu Merry?Ternyata itu Agnes.Dulu, setiap melihat panggilannya, dia hanya merasa tak berdaya sekaligus iba. Kini, yang muncul hanya jengkel dan kecewa."Kak Lewis," ucap Agnes yang tak bisa menyembunyikan kegembiraannya. "Aku dengar ada masalah di pernikahanmu."Pelipis Lewis berdenyut. Dia menoleh ke sekeliling dan melihat wajah para tamu yang tampak penasaran seperti menonton drama."Agnes, aku sedang sibuk sekarang...""Aku bisa bantu!" Agnes buru-buru menyelanya, "Aku sudah di depan gereja. Keluarga Ricardo nggak boleh jadi bahan tertawaan. Aku bisa..."Klik!Lewis langsung menutup teleponnya.Saat itu juga, dia mendadak mengerti bagaimana rasanya Merry berdiri sendirian di altar.Ternyata begini rasanya ditinggalkan.

  • Ditinggal 17 Kali, Kini Aku Pemimpin Mafia   Bab 3

    Sinar matahari pagi menerobos masuk ke dapur. Aku menyenandungkan lagu Vireka Utara sambil perlahan menggoreng daging sapi dan telur setengah matang.Ini adalah pesta perpisahan yang kusiapkan untuk diriku sendiri.Aku menarik kursi dan duduk. Saat garpuku nyaris menyentuh telur.Klek.Pintu terbuka.Lewis masuk, membawa harum parfum Agnes yang masih melekat pada tubuhnya. Di tangannya, dia membawa sebuket bunga.Sebuket besar bunga cendrawasih yang terlalu mencolok. Warna kuning keemasan berpadu dengan merah-oranye, tangkainya yang keras menjulang.Aku benci bunga itu. Bagiku, mereka tampak seperti sekumpulan kalkun malang yang dipaksa berdandan untuk dipajang di meja makan, canggung dan norak.Namun, Agnes menyukainya. Katanya bunga itu kuat, seperti dirinya yang selalu berharap bisa begitu."Pagi, Merry." Suaranya serak karena begadang, tetapi suasana hatinya sedang bagus. Dia meletakkan bunga yang mengganggu pandangan itu di meja, lalu duduk di hadapanku."Agnes rewel lagi semalam,

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status