Jadwal akad seharusnya jam 08:00 WIB. Selanjutnya resepsi mulai pukul 09:00 WIB. Celine datang ke rumah Pak Kades jam 08:30 WIB, tetapi akad belum dilaksanakan. Pengantin pria belum datang.
‘Semoga saja tidak jadi.’ Batin Celine bicara. Celine akan bernyanyi sendiri dipanggung sana kalau mempelai pria tidak jadi datang. Celine bersedia menyumbang suara dengan cuma-cuma. Celine berharap sekali Dion tidak datang.
Seseorang menghampiri Celine. Meminta dia menemui mempelai wanita. Shifa katanya mau bicara.
Celine mengernyit penasaran. Lalu mengikuti orang suruhan itu dengan tidak banyak bicara.
“Teh Celine. Saya tahu teteh pacaran sama A Dion. Tapi hari ini A Dion mau menikah dengan saya.” Wanita berkebaya putih dengan sanggul di kepala itu bicara sok anggun.
“Kalau tahu kenapa mau menikah dengan A Dion?” Celine bukan wanita munafik yang bisa bermanis-manis kalau hatinya tidak suka.
Shifa tersenyum. “Kan kalian belum menikah. Belum ada ikatan resmi. Enggak salah dong kalau Shifa menerima lamaran A Dion.”
“Lamaran A Dion atau keluarganya?”
“Keluarga A Dion lebih setuju A Dion sama saya dari pada sama teteh.” Shifa tersenyum semakin lebar.
Celine tidak mengerti punya masalah apa dia dengan orang ini. Dekat saja tidak. Tapi kenapa dia terlihat dendam sekali dengan Celine. Seperti tersaingi. Padahal Celine tidak pernah menganggap Shifa saingannya. Shifa anak Kades. Sarjana hukum. Mana berani Celine menyainginya.
“Jadi kenapa panggil saya ke sini?”
“Saya hanya mau ngingetin Teteh jangan sampai sakit hati. Tahan perasaan. Nyanyi lah dengan profesional. Terus jangan ganjen sama A Dion … kalau yang terakhir itu pesan dari Bu Siti.”
“Itu saja?”
“Ya, itu saja.”
“Oke.” Celine melengos. Berhenti setelah dua langkah. Merasa masih ada yang perlu disampaikan, dia menengok sedikit. “Kalau yang terkhir itu saya gak janji. Laki-laki kan boleh beristri lebih dari satu,” sambung Celine, meniru nada bicara Shifa.
Gondok sekali dada Celine. Ingin menj a m b a k, m e n c a k a r, meng i g i t Shifa yang bergaya sok manis tapi sangat menyebalkan itu.
Tiga puluh menit kemudian, kendaraan rombongan datang. Kembali Celine didera patah hati. Dia harus mendengar dan menyaksikan pernikahan kekasihnya.
Belasan kendaraan rombongan mempelai pria. Semua roda empat. Mewah mengilat. Tidak ada satu pun yang jelek. Dua mobil bak terbuka membawa seserahan seperti lemari, kursi, dan sebagainya. Ramai sekali.
Celine tetap diam. Mendengarkan setiap hiruk pikuk yang terjadi. Suara-suara dari mikrofon. Decak kagum warga. Beragam pujian yang dilontarkan penduduk di sana.
“Celine, kamu tidak apa-apa?” Lusi bertanya. Celine adalah gadis super ramah dan ceria. Dia nyaris tidak pernah kehilangan senyumnya. Namun hari ini Celine hanya diam. Tidak bicara juga tidak berekspresi apa pun.
Dion adalah tempat mimpi-mimpinya selama ini. Pria itu merupakan pucuk tertinggi dari harapannya. Lima tahun ini, Dion lah pria yang ada terus bersamanya.
Celine kembali mengenang pertemuan mereka. Di acara hajatan salah satu warga, Celine duduk di kursi yang disediakan di atas panggung. Hari itu sudah sore. Acara usai. Celine menunggu ayahnya menjemput.
“Namamu Celine?” Polisi muda nan tampan itu duduk di dekat Celine.
“Eh, iya, Pak.”
“Saya Dion.” Dion menjulurkan tangan.
“Sudah tahu, itu ada tulisannya.” Celine menunjuk dada Dion. Hari itu Celine masih sangat belia. Usianya 18 tahun. Baru lulus SMA.
“Kenapa belum pulang?”
“Tunggu bapak, masih di jalan.”
“Jauh rumahmu?”
“Tak begitu, 15 menit Pak.”
“Saya merasa tua sekali kamu panggil bapak.”
“Harus apa atuh? Aa?”
“Boleh.”
Dion mengela nafas. Melihat para pekerja dan pemain musik yang berbenah.
“Celine dan Dion, kalau disatukan jadi Celine Dion. Diva pop dunia yang namanya bersinar. Jangan-jangan kalau kita bersatu nama kita bersinar.”
Celine terkekeh. “Bisa saja. Celine suka lagunya yang My Heart Will Go On.”
“Suka nonton film Titanic ya kamu. Hayo ngaku!”
“Idih apaan.” Celine tertawa malu-malu. Dion tersenyum menggoda. Dari sana obrolan mereka semakin panjang. Lalu di hari-hari berikutnya intensitas obrolan mereka bertambah. Membawa benih cinta yang semakin pekat dan kental.
Celine menyaksikan penyambutan tamu dari atas panggung. Rombongan mempelai pria dijemput oleh adat lengser. Seorang pria berpakaian serba hitam dan didandani bak kera menjemput mempelai pria. Berlenggak-lenggok layaknya kera yang sedang silat.
Dion melihat kehadiran Celine di panggung sana. Pria berjas itu segera menunduk. Berjalan ke tempat akad. Celine menatapnya. Memperhatikan setiap gerak-geriknya. Celine mencari kontak mata. Lewat sorot mata itu Celine ingin bertanya kenapa. Tetapi Dion tidak mau melihatnya. Selain menunduk Dion hanya berkomunikasi dengan orang-orang di dekatnya.
Lancar sekali Dion mengucapkan ijab. Di depan mata kepala sendiri Celine menyaksikan bagaimana Dion melepas status lajangnya. Pupus sudah semua harap. Setelah ini Celine tidak tahu harus apa dan bagaimana.
Paling menyakitkan dari kejadian ini adalah kenapa mereka mengundang Celine untuk menyaksikan kejadian ini? Apa tidak cukup penolakan yang Celine terima? Wanita berambut panjang itu sadar diri tanpa harus menyaksikan semua di depan mata. Undangan ini sesungguhnya lebih pada penghinaan.
Siti tersenyum lebar sekali. Serupa baru menang dari peperangan. Apa lagi saat melihat keberadaan Celine, bahagia sekali hatinya. Beberapa kali dia mengatakan cocok dan serasi dengan suara yang dicemprengkan. “Begini baru cocok, bukan dengan penyanyi dangdut.”
Diana dan Lusi sampai ingin me l e m p a r tas mereka pada nenek peot itu.
Tibalah acara hiburan. Diawali dengan Maman menyumbang satu dua lagu.
Celine memasang tripod. Menyimpan ponsel di sana. Mengatur posisi. Lalu menayangkan siaran live di akun medsosnya. Beberapa kometar mengisi layar.
[Teh lagi di mana?]
[Teh manggung di mana?]
[Pak Dionnya mana The?]
“Aku lagi manggung, Gaes. Pacar aku gak ada. Lagi nikah sama orang lain. Ini aku lagi ada di acaranya.” Celine tersenyum getir. Perih sekali. Dia menunjukkan keberadaan Dion dan Shifa yang berdiri di pelaminan. Berjabat tangan dengan beberapa tamu.
Kemudian mikrofon diserahkan kepada Celine—biduan kebanggaan D’Star Melodi Group.
Celine tidak boleh bergulung dalam kepedihannya. Dia harus profesional. Tersenyum dan menghibur.
Wanita dengan sepatu boot tinggi itu berdiri. Mengambil mic dan mulai bermonolog. Suaranya lembut, ramah, dan terdengar bahagia.
“Selamat untuk Teh Shifa dan Pak Dion. Semoga menjadi keluarga yang sakinah mawadah warahmah. Selamat untuk Pak Kades, Bu Kades. Khususnya untuk Bu Sini, Alhamdulillah ya, Bu. Akhirnya harapan ibu tercapai. Punya menantu yang sepadan. Abdi negara. Kalian serasi sekali.” Celine menarik letak kabel micnya. Mengecek kamera ponsel untuk tetap menayangkan live.
“Lagu ini khusus saya persembahkan untuk Pak Dion. Tarik, A Maman ….”
Shifa mengeras rahang-rahangnya. ‘Lagu apa yang mau dinyanyikan biduan murahan itu?’
Bersambung ….
Seiring dengan menyelesaikan kontrak yang sudah terlanjut ditanda tangan, Celine membangun rumah sebagaimana yang dijanjikan. Gubuk yang catnya mengelupas itu berubah jadi istana. Hunian paling mewah di desa Jatitilu.Tiga bulan setelah lamaran itu, Celine dan Yash melangkah ke jenjang pernikahan. Foto-foto prewedding mereka dibagikan di laman medsos. Mengisi akun-akun gosip. Tag line yang menjadi trending adalah ‘gadis yang dulu ditolak keluarga polisi kini dinikahi keluarga gubernur.’Lingkup penggemar kontes dangdut biasanya ada di orang itu-itu saja. Tidak menjangkau masyarakat seluruh lapisan. Namun, ketika tag line itu naik. Semua pemberitaan di layar kaca dan seluruh media sosial adalah Celine. Perjalanan hidupnya mulai diulik. Maka pernikahan itu membuat Celine lebih terkenal lagi.Hari pernikahan tiba. Dilakukan dengan mengikuti adat sunda yang hikmat. Siraman, seserahan, lalu akad yang dilaksanakan di masjid agung Bandung. Semua proses itu
Di bawah langit Bandung, cincin cantik itu masuk ke jari manis Celine. Membuat hati menjadi kembang kempis. Setelah tersemat, Yash kembali berdiri. Menatap Celine dengan kelegaan.Kalimat Yash tadi cukup membuat Celine mengerti untuk tidak memandang Yash dari latar belakang keluarganya. Yash dengan pilihan hidupnya terlihat amat keren di mata Celine.“Memangnya Bapak yakin kalau orang tua bapak bisa menerima aku?”“Kamu tidak dengar apa yang mereka katakan tadi? Sebenarnya, selain butuh istri, saya juga butuh guru vokal untuk Ibu karena suaranya yang...” Yash meringis. “Fals di semua bagian.”Celine tersenyum menunjukkan gigi-giginya. “Terus yang minta ketemuan di Belle Vue siapa?”“Ada yang ngajak ketemuan di sana?” Pria itu berekspresi seakan tak mengerti.“Bapak ternyata nyebelin.”Yash tersenyum kecil. Lalu menggenggam tangan Celine. Menuntun gadis itu ke tempat lain.“Katanya gak bisa romantis. Ini bisa.”“Iya. Hasi
“Huh, cape sekali.” Celine duduk di samping Yash. Mengatur napas.Yash membuka mata. Memperbaiki duduknya. Kaget mendapati gadis yang dia inginkan sudah ada di sebelahnya.“Kenapa mendadak ngajak ketemuan, Pak? Kenapa bilang tidak akan ketemu lagi?”Yash tersenyum bahagia sekaligus bangga. Rasanya ingin memeluk dan menciumi gadisnya. Di kening, di hidung, di bibir, dan di semua tempat. Sayangnya belum halal. Jadi hanya bisa menatap Celine dengan haru. Yash pikir Celine wanita yang bisa dibeli oleh uang dan jabatan, nyatanya bukan. Gadis jelita itu lebih memilih menghampiri dia yang seorang dosen dari pada anak gubernur.“Kenapa kamu mau ke sini?”“Dih. Kan bapak yang ngajak. Pake ngancem tidak akan ketemu lagi.” Celine lirik kana-kiri. Beberapa orang di sana sedang mengamati wajahnya. Sepertinya mulai menyadari kalau dia adalah artis KD.“Bapak... di sini banyak orang.” Gadis itu merengek. Takut dikerumuni masa atau direkam diam-diam, lalu d
“Yash... Yash... kemari!”Suara langkah kaki terdengar dari lorong. Lalu muncul lah pria berkaki jenjang. Memakai baju hitam-hitam. Rambut plontos. Mukanya garang.Celine pikir Pak Yashona Panca Sila yang dipanggil. Ternyata bukan.Buat apa cowok itu dipanggil? Aduh, jangan-jangan anak Pak Gubernur naksir. Terus mau dijodohkan. Jangan sampai!Selama pria itu mendekat, Celine bergumam terus dalam hati.Pria itu menghampiri Pak Gubernur. Lalu membisikan sesuatu.“His! Ada-ada saja anak itu.” Reaksi Pak Gubernur begitu menerima bisikkan.Pak Gubernur kembali melihat Celine. “Celine, putra saya menunggu kamu di Belle Vue.” Pria itu menyebutkan nama restoran mewah yang terletak di salah satu hotel bintang lima.“Untuk apa ya, Pak?”“Dia ingin berbicara secara private denganmu.”“Em... tapi...”Belum sempat Celine menyetujui, Pak Gub
Seperti rencana. Hari itu Celine manggung di kecamatan Cijati. Disaksikan ribuan warga. Lapangan dekat kantor kecamatan itu dipenuhi penonton. Maman, Lusi, Diana dan semua kru D’Star mengungkapkan kebanggaannya. Celine kembali mengambil motornya dari Lusi. Menambahkan uangnya sebagai ganti rugi. Lalu dia berikan motor itu pada anaknya Rina.“Aku salut sama kamu Celine. Kamu bisa lebih kaya dari sugar baby.” Lusi menutup pipi sendiri. Yang dimaksud sugar baby itu dirinya sendiri maksudnya.Di atas panggung itu, Celine dan Diana tertawa menyaksikan ekspresi Lusi.“Semua orang juga bisa. Tinggal seberapa niatnya saja.”Sorenya Celine bertolak ke Bandung untuk menghadiri undangan dari Pak Gubernur. Celine dan empat kontestan lain yang mewakili Jawa Barat diminta untuk mengisi konser di alun-alun kota.Waktu isya Celine dan Chacha sudah berada di hotel yang disediakan oleh Pak Gubernur. Mandi dan istirahat di sana. Kemudian
Celine yang sekarang bukan lagi ikan kecil di wadah yang kecil. Dia menjadi ikan besar di lautan. Masalah-masalah yang dulu terasa berat, kini ringan saja. Tak ayal serupa mendaki gunung. Mulanya kaki melangkah amat sulit. Namun setelah terbiasa, semua menjadi ringan.Perjuangan dua tahu ini membuat hatinya menjadi lapang. Mungkin sudah saatnya berbicara dengan orang tua sendiri. Bukankah hubungan yang paling utama harus diperbaiki itu dengan keluarga sendiri?Dani memasuki rumah dengan langkah tergesa. Dia celingukan. Pura-pura tidak tahu apa-apa. Terlalu sungkan menyapa dua anak gadisnya.“Ada apa?” tanyanya. Lantas duduk di karpet.Celine menatap ayahnya yang berjarak dua meter. “Hampir dua tahun aku pergi dari rumah ini. Apa Bapak tidak merindukanku?”Polos sekali yang dikatakan Celine. Layaknya seorang anak perempuan yang menginginkan dirindukan ayahnya. Dani tak menyangka kalimat itu yang keluar dari bibir Celine. Dia