Home / Urban / Diusir Ipar Setelah Suami Tiada / Bab 10. Aku Merindukanmu

Share

Bab 10. Aku Merindukanmu

Author: Astika Buana
last update Last Updated: 2022-08-30 15:34:43

"Nisa, ya?!"

Ucapanku terpotong dengan teriakan dari dalam rumah. Bersamaan kami menoleh ke arah suara itu. Seorang wanita tua berdiri di depan pintu yang terbuka. Persis dengan foto di ponselku. Beliau, Umi Inayah.

Alhamdulillah ....

***

"Wik! Bantu cepat, bawakan tasnya ke dalam. Pasti berat, ya?" teriak Umi Inayah menghampiriku.

Laki-laki di sebelahku ini terdiam sesaat, memandang aku dan Umi bergantian,  kemudian mengambil tas pakaian yang berada di sampingku. Dia tersenyum sekilas dan tanpa berkata-kata, masuk membawakan tas besar itu.

Aku langsung menghampiri Umi dan mencium tangannya diikuti Alif. 

"Saya Nisa, Umi Inayah."

"Panggil saya Umi saja," ucapnya sambil tersenyum hangat.

"Ini, pasti Dwi! Dan, ini Alif, ya!" Umi mengelus Dwi  kemudian mengirimku orang-orang baik yang menolongku. Mereka bukan saudara tetapi rela untuk menolongku, ini karena kehendak-Nya.

"Ini Mbok Sarinem panggil saja Mbok Sari. Sebelumnya ada Mbok Iyah juga, tetapi sekarang ikut anaknya. Nah dia ini saja yang menemani di rumah segede ini. Kalau ada kalian, Umi tidak akan kesepian lagi," terangnya sambil mengajakku ke kamar yang akan kami tempat. "Ini kamar kalian. Lumayan cukup untuk kalian, kan?" 

"Ini sungguh terlalu bagus untuk kami, Umi," ucapku sambil mengedarkan mata ke sekeliling. Ada tempat tidur besar, cukup luas untuk kami bertiga. Almari besar dan meja kecil, jendela tinggi terbuka dengan taman di depannya. Rumah Umi Ina, ruman kuno yang memiliki pintu dan jendela yang tinggi. "Tetapi Umi, saya sudah mengatakan kepada Mbak Fatimah. Saya di sini sementara dan akan mencari kost. Maaf sudah merepotkan," ucapku dengan menunduk hormat.

"Sini duduk," ucapnya menarikku ke tempat tidur. Kami duduk berdampingan, Umi menghadap ke arahku. "Sudah, tidak usah dipikir dulu. Kamu di sini bukan beban buat, Umi. Fatimah sudah menceritakan semuanya tentang kamu. Sabar, ya. Anggap, Umi ini ibumu. Sekarang bersih-bersih badan, setelah itu kita bisa berbincang," ucapnya dengan menepuk bahuku dengan tersenyum menenangkan kemudian  keluar dari ruangan.

*

Alif dan Dwi sudah mandi dan berganti pakaian, begitu juga aku. Setelah menyusui sebentar, aku keluar kamar. Umi yang duduk di ruang tengah langsung menyambutku. 

"Alif, sini nonton TV. Nisa, biarkan Dwi dengan Umi. Kamu bisa menata pakaian kalian," ucapnya seraya mengambil Dwi dari tanganku.

"Baik, Umi. Terima kasih."  Aku segera menyelesaikan merapikan kamar, memasukkan barang kami yang sedikit ke dalam almari baju.

"Masak apa, Bik?" tanyaku melihat Bik Sari memotong-motong wortel.

"Ini, Mbak Nisa. Umi menyuruh saya masak Asem-Asem Daging, tetapi saya tidak yakin yang saya buat ini enak. Biasanya yang masak Bik Iyah, saya cuma bantu potong-potong," ucapnya sambil mengambil sepotong daging dari kulkas. 

"Boleh saya bantu, Bik?" tanyaku. Aku mendekat, sayur wortel, buncis dan kentang sudah dipotong dadu. Sudah disiapkan bumbu-bumbunya, seperti bawang merah, bawah putih, dan lainnya, spesialnya ada belimbing wuluh. Sudah lengkap!

"Sini saya bantu potong dagingnya. Biarkan saya masak, mungkin Bik Sari masih ada perkerjaan," ucapku sambil meminta daging yang di bawanya.

"Beneran Mbak Nisa? Kalau begitu, saya tinggal jemur pakaian, ya!" ucapnya girang. Aku tersenyum dan mengangguk.

Pekerjaan memasak memang kesukaanku. Dulu di kampung dan terakhir di rumah mertua, tugasku memasak. Entah, siapa sekarang yang memasak di sana, setahuku Mbak Rini tidak telaten kalau melakukan pekerjaan ini.

Aku potong dadu senada dengan potongan sayur. Selain rasa, aku juga memperhatikan bentuk makanan, harus semenarik mungkin jngan sampai terkesan berantakan. Makanan pertama yang menarik mata, setelah itu baru dengan rasa.

Seharusnya, Bik Sari memotong daging dulu langsung di rebus, setelah itu baru memotong sayur sambil menunggu daging empuk. Memasak juga memerlukan pengaturan waktu, kalau terbalik bisa acara masak memakan waktu lama. 

Tumis bumbu ditambah lengkuas, daun salam  dan potongan cabe besar hijau dan merah, kemudian ditambah rebusan daging beserta kaldunya. Setelah mendidih dimasukkan sayuran potong tadi.  Siap, rasa asam dari belimbing wuluh terasa segar. Setelah di angkat, baru potongan tomat di masukkan, jadi tomat masih terasa segar.

"Lo, kamu yang masak, Nisa? Bibik mana?" tanya Umi mengagetkanku. Umi menggendong Dwi yang sudah tertidur pulas. 

"Iya Umi. Bik Sari jemur pakaian. Ini sudah selesai, kok," ucapku sambil mencuci tangan dan melepas celemek. Aku mengambil bayiku itu untuk ditidurkan ke kamar. 

"Hhhmm, enak! Kamu ternyata pinter masak, ya. Fatimah juga sempat cerita ke Umi. Kamu juga pintar buat jajanan," ucap Umi. Dia menyendok masakanku ke mangkok kecil dan menikmatinya. 

"Iya Umi, saya permisi menidurkan Dwi dulu," ucapku membungkuk dan melangkah ke kamar.

Dwi menggeliatkan tubuhnya, tangannya menggapai biasanya dia minta ditemani sebentar. Aku baringkan tubuhku di sampingnya dan mengusap-usap punggungnya sampai dia tertidur pulas.

Biasanya, Mas Ridwan akan menggodaku dengan ikut berbaring di belakangku. Dia mencium kepalaku, bahkan tak jarang membuatku geli karena ulahnya. Kalau sudah seperti itu, kami akan berakhir dengan saling membalas walaupun tanpa suara.

Tak jarang, Mas Ridwan membisikkan kata sayang dan terima kasih sudah mengurus anak-anak. Baginya, anak adalah anugrah, karena itulah dia bertekad memberikan kehidupan yang lebih baik, dengan apapun caranya termasuk pergi ke laut untuk menambah penghasilan.

"Terima kasih, Dek Nisa"

Deg!

Suara itu, suara Mas Ridwan. 

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Diusir Ipar Setelah Suami Tiada   Bab 56. Indah Pada Waktunya

    “Malam ini ingin aku masakin apa?” tanyaku kepada Mas Bowo yang sedang bersiap berangkat ke kantor. Setiap pagi setelah dia mengantar Alif berangkat sekolah, giliran suamiku ini yang bersiap. “Apa saja. Yang penting dimasakin istriku. Semuanya pasti aku makan,” ucapnya sambil mengalungkan kedua tangan di pinggang ini. Memang, kami sudah bukan pengantin baru, tapi perlakuannya tetap manis bahkan cenderung manja. “Beneran, nih. Aku masakin soto dinosaurusnya Alif, ya.” Aku terkekeh sembari mengalungkan kedua tanganku, mengerling manja dan tersenyum. “Boleh. Asal dikasih bumbu daging, dan senyuman istriku ini,” ucapnya sesaat sebelum mendekatkan wajah dan mencium kening ini. Sungguh, hari-hariku selalu dilimpahi kebahagiaan bersamanya. Mas Bowo yang sudah menerima keluarga kami, anak-anakku, bahkan Mbuk-mertuaku pun sudah diperlakukan seperti ibunya sendiri. “Mas, ayo buruan berangkat. Nanti telat, lo. Manager harus kasih contoh yang baik untuk anak buahnya,” ucapku kemudian menangku

  • Diusir Ipar Setelah Suami Tiada   Bab 55. Kutitip Cinta di Atas Bukit

    (Setelah Tiga Bulan Berlalu)Tanganku gemetar mengusap foto besar yang dibingkai kayu berwarna emas. Tetesan air mataku tak terbendung membasahi kaca ini. Di gambar ini tersimpan semua kenangan dan harapan di keluarga kami.Tadi pagi, Mas Bowo membawanya, masih terbungkus kertas coklat. Dia berpesan untuk memasangnya di atas televisi, tidak boleh di tempat lain."Kita sering berkumpul di tempat ini. Emak, kita dan anak-anak. Menonton TV bersama dan makan seringkali kita berpindah ke sini. Foto ini, mengingatkan kalau dia selalu ada di hati kita. Anak-anak pun akan terbiasa dengan sendirinya, tanpa kita ingatkan terus," jelas Mas Bowo saat meminta alasannya.Aku memeluknya dengan erat, merasa dimengerti. Mas Bowo membantuku untuk tidak melupakan namamu di hati anak-anak. Membiasakan ada kamu, walaupun ragamu tidak bisa mendampingi kami lagi. Dia adalah anugrah bagi kami. Seperti utusan yang mewakili kehadiranmu, suami keduaku ini tidak menganggap ayah anak-anakku adalah pesaingnya. Pen

  • Diusir Ipar Setelah Suami Tiada   Bab 54. Sebutan Papa

    Bahagia. Itu kata yang tepat dikala mendengar gelak tawa mereka. Lega. Rasa yang menguasai saat melihat anak-anak bergulat, bercanda bersamanya.Terharu. Saat tangan tua mengusap punggungmu dan bibirnya mengucap, "Kamu anakku juga."Iklas. Bayangan yang selalu menghiasi mimpiku, melambaikan tangan dan memudar sesaat tertangkap banyangan punggung itu.Itulah yang mengumpul di dada ini. Menopangku untuk tetap tegak berjalan menatap langit biru dengan tersenyum mengembang. Mengiklaskan masa laluku untuk bersamanya merajut kebahagiaan.***Kebahagiaan melingkupi keluarga ini. Emaklah yang paling kelihatan cerah, senyum mengembang di setiap apa yang dilakukan. Perasaan lega akan kekawatiran keluarga ini sudah terhapus dengan hadirnya suamiku, Mas Bowo.Saat kami pulang, kamarku yang sudah menjadi kamar kami di hias indah. Rangkaian bunga menghias di meja kecil. Sprei putih dengan detail ungu tua di rumbainya. Ditata rapi dan kelihatan lebih lapang."Mas, pasti ini kerjaan Emak," ucapku s

  • Diusir Ipar Setelah Suami Tiada   Bab 53. Bersamamu, Dunia Semakin Indah

    Aku regangkan tubuhku yang terasa remuk redam. Di balik selimut, kubelai dirinya yang basah berkeringat. Wajahnya damai saat tertidur pulas. Dalam lelapnya, tersungging senyuman dibibir, setelah beberapa kali terlontar kata lagi.Pelan, kupindahkan tangan dan melepaskan diri dari pelukannya. Dengan berjingkat aku punguti baju yang berceceran di lantai. Tersenyum mengingat apa yang baru terjadi. Kebersamaan kami seperti menjadi candu. Kami seperti dua insan yang menyimpan hasrat yang menumpuk dan melesat saat sudah dipersilakan.Benar kata Umi, aku harus minum madu. *"Mas! Berapa lama lagi aku boleh keluar?" tanyaku saat Mas Bowo melongokkan kepalanya di pintu kamar yang dia buka sedikit. "Tunggu, tiga puluh menit lagi!" ucapnya tersenyum dan menutup pintu kembali. Malam ini, ada rencana indah untukku. Mas Bowo sedang mempersiapkan di luar. Aku dipaksa tidak boleh keluar kamar, sampai dia memperbolehkannya. Tadi sore, dia memberiku bingkisan kotak berwarna putih. Ada ucapannya ya

  • Diusir Ipar Setelah Suami Tiada   Bab 52. Status Baru

    Kata SAH menyatukan kami sebagai keluarga. Pernikahan sederhana yang dihadiri keluarga dekat saja.Setelah aku menyatakan persetujuan, Mas Bowo mensegerakan untuk menghalalkan hubungan kami. Umi dan keluarganya menyambut dengan gembira dan mendesakku untuk menyetujui niat ini.“Untuk apa menunda niat baik. Apa lagi yang ditunggu? Menunda itu tidak dibenarkan. Segera hubungi keluargamu untuk segera datang,” pinta Umi yang memaksaku berkata iya.Apalagi Mas Bowo. Dia mengajukan segala macam alasan yang membuatku tidak berkutik.“Nisa …. Kamu tahu betapa tersiksanya ketika kita berdekatan seperti ini? Hanya mendengar suaramu saja membuatku tidak baik-baik saja,” ucapnya saat kami bersama sepulang dari belanja bulanan. Saat itu, Emak memaksa untuk tidak membawa anak-anak dengan berbagai alasan.Aku memaksakan diri membalas tatapannya yang sendu. Sebagai wanita dewasa, aku mengerti apa arti tatapan laki-laki di depanku ini. Segera aku alihkan pandangan darinya. Inginku menjaga jarak, tapi

  • Diusir Ipar Setelah Suami Tiada   Bab 51. Menjawab Keraguan

    Sebenarnya masih bercokol keraguan besar di hatiku. Pertanyaan yang mengganggu. Kenapa Mas Bowo yang begitu nyaris sempurna ingin menikahiku? Sedangkan aku seorang janda yang mempunyai anak dua. Penampilan biasa saja, jauh dari kata cantik dan modern. Kalau dia berniat, pasti bisa memilih gadis manapun. Dia masih lajang, tampan, badan juga tinggi serta mapan. Aku harus memastikan terlebih dahulu. Malam ini juga. Saat ini kami selesai berbincang tentang pekerjaan. Kami di lantai bawah, Emak dan anak-anak di atas."Saya masih menunggu persetujuan cuti untuk pergi ke pulau itu. Di kantor masih sibuk peluncuran produk baru, jadi kerjaan saya lumayan sibuk," jelas Mas Bowo sambil merapikan berkas yang baru kami bicarakan Aku memainkan bolpoin di tanganku. Mencoret-coret di kertas berusaha mengumpulkan keberanian melontarkan pertanyaan yang mengganggu pikiranku. Sesekali aku mencuri pandang ke arahnya. Dia menggunakan kaos putih lengan pendek sebagai baju dalaman tadi. Kaosnya menjiplak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status