Setelah merenungkan kata-kata Sira, Arka dan Lira akhirnya memutuskan untuk menemui Penguasa Alam secara langsung. Mereka tahu bahwa ini adalah langkah yang penuh resiko, tetapi mereka tidak bisa mundur. Tugas mereka adalah mencari pemahaman, bukan sekadar kemenangan dalam pertempuran. Mereka harus mencari tahu apa yang sebenarnya diinginkan Penguasa Alam, dan apakah tujuan besar ini sejalan dengan misi mereka untuk melindungi dunia.
Perjalanan menuju pusat pegunungan terpencil itu terasa sangat berbeda. Arka merasakan bahwa kekuatan yang ada dalam dirinya semakin kuat. Elemen-elemen alam—api, air, angin, dan tanah—seperti mulai berkomunikasi dengannya. Setiap langkah yang ia ambil, ia merasa lebih terhubung dengan kekuatan alam semesta. Dari setiap hembusan angin yang menyapu wajahnya, hingga tanah yang mengalir di bawah kakinya, seolah semuanya berbisik, mengingatkannya pada sesuatu yang lebih besar dari dirinya. Arka tidak hanya merasakan kekuatan itu, ia mulai memahami cara untuk berhubungan dengannya.
Lira, di sisi lain, tetap fokus pada tujuan mereka, meski ia tidak bisa sepenuhnya mengabaikan keanehan perjalanan ini. Ia merasa ada sesuatu yang lebih mendalam di luar kekuatan fisik yang selama ini ia andalkan. Namun, ia juga tahu bahwa untuk bisa melangkah lebih jauh, ia harus membuka diri pada perubahan yang lebih besar, yang melibatkan kekuatan yang tak pernah ia pahami sepenuhnya.
Akhirnya, mereka tiba di tempat yang telah lama dicari—sebuah lembah yang dikelilingi oleh puncak-puncak gunung tinggi yang tampak menjulang ke langit. Udara di sini terasa berbeda, lebih segar, lebih hidup. Alam seolah-olah bergetar, penuh dengan energi yang tak bisa dijelaskan oleh kata-kata. Di tengah lembah itu, mereka melihat sebuah altar batu besar, dikelilingi oleh elemen-elemen alam yang hidup. Angin berputar-putar di sekitar mereka, tanah bergerak dengan cara yang tidak mungkin dilakukan oleh manusia, dan air mengalir tanpa henti dari sumber yang tampaknya tak terduga.
Di tengah semua itu, sosok yang mereka cari akhirnya muncul. Tidak ada kata-kata yang bisa menggambarkan Penguasa Alam dengan tepat. Ia bukanlah makhluk yang bisa dilihat dengan mata biasa—ia adalah manifestasi dari alam itu sendiri. Sosoknya tampak kabur, berubah-ubah, seolah terbentuk dari angin, tanah, dan air itu sendiri. Wajahnya tidak tampak jelas, namun Arka dan Lira bisa merasakan kehadirannya, kekuatan yang mengalir dari setiap gerakannya.
“Arka, Lira,” suara Penguasa Alam terdengar di dalam benak mereka, bukan di dunia fisik. Suara itu dalam dan dalam sekali, seperti gemuruh alam yang abadi. “Kalian datang ke sini dengan niat yang baik, tetapi apakah kalian benar-benar siap untuk menghadapi ujian yang sebenarnya?”
Arka mengangguk, berusaha menenangkan dirinya sendiri. "Kami ingin memahami tujuanmu. Kami ingin tahu apakah dunia ini bisa diselamatkan dengan cara yang berbeda."
Penguasa Alam tidak menjawab langsung, melainkan mengangkat tangannya, dan dalam sekejap, dunia di sekitar mereka berubah. Angin berputar lebih kencang, tanah mulai terangkat dan berputar membentuk dinding yang tinggi, air membentuk arus yang deras, dan api menyala di sudut-sudut yang tak terduga. Alam bergetar, seolah-olah menantang mereka untuk beradaptasi dengan perubahan yang luar biasa.
“Jika kalian ingin mengubah dunia,” suara Penguasa Alam kembali bergema, “maka kalian harus terlebih dahulu memahami bagaimana alam ini bekerja, dan bagaimana kalian bisa berhubungan dengannya. Kekuatan bukanlah tentang dominasi, tetapi tentang keharmonisan.”
Pertempuran itu dimulai.
Arka dan Lira berdiri berdampingan, siap untuk menghadapi tantangan yang tak terbayangkan. Tetapi ini bukanlah pertempuran biasa—ini adalah ujian terhadap pemahaman mereka tentang alam itu sendiri. Setiap elemen yang hadir menantang mereka untuk memahami dan mengendalikannya, bukan untuk mengalahkannya.
Arka pertama kali dihadapkan dengan angin yang berputar sangat kencang, hampir memaksa dirinya untuk terbang terbawa. Namun, alih-alih melawan angin, Arka merasakan kekuatan angin yang ada di dalam dirinya. Ia menutup matanya, menarik napas dalam-dalam, dan membiarkan dirinya terhubung dengan elemen itu. Perlahan, ia merasakan angin itu berkurang, bukan karena kekuatannya, tetapi karena dia menyatu dengan aliran angin itu, seperti membiarkannya mengalir melalui dirinya.
Lira, yang berhadapan dengan tanah yang bergerak, harus berjuang lebih keras. Tanah itu tampak seperti makhluk hidup yang berusaha menelan dirinya, tetapi Lira tidak mundur. Ia mengayunkan pedangnya, memotong batu dan tanah yang bergerak, namun lama kelamaan ia menyadari bahwa kekuatan fisiknya tidak cukup. Tanah ini tidak bisa dilawan dengan kekerasan, tetapi hanya bisa dipahami dan diselaraskan. Dengan pemahaman itu, Lira berhenti sejenak, menenangkan diri, dan merasakan getaran tanah itu, sebelum akhirnya bisa menyeimbangkan kekuatan tanah dengan kekuatan dalam dirinya.
Saat air dan api datang, Arka dan Lira berhadapan dengan tantangan terakhir. Air yang mengalir deras bisa menghanyutkan mereka dalam sekejap, sementara api yang membara dapat menghancurkan segala yang ada di depannya. Arka menenangkan dirinya dan, dengan hati-hati, ia memanipulasi air, membuatnya mengalir sesuai dengan kehendaknya, namun tanpa mengubah sifat dasarnya. Di sisi lain, Lira melawan api dengan kebijaksanaan yang sama, bukan dengan kekuatan pedangnya, tetapi dengan kesabaran untuk tidak terbakar olehnya.
Selama pertarungan ini, mereka mulai menyadari hal yang paling penting: kekuatan sejati bukan datang dari penguasaan atas elemen-elemen ini, melainkan dari pemahaman dan keharmonisan dengan mereka. Mereka tidak bisa mengendalikan alam, mereka harus hidup bersamanya, dengan menghargai setiap elemen yang ada.
Setelah ujian yang panjang dan penuh tantangan, Penguasa Alam akhirnya menghentikan pertarungan. Di sekitar mereka, elemen-elemen itu kembali tenang, dan sosok Penguasa Alam muncul lebih jelas, meskipun masih dalam bentuk yang tak sepenuhnya dapat dijelaskan.
“Kalian telah lulus ujian,” kata Penguasa Alam dengan suara yang penuh kedamaian. “Kalian memahami apa yang penting—bukan mengendalikan alam, tetapi hidup bersamanya. Dunia ini bisa diselamatkan, tetapi hanya jika kalian mengerti bahwa kekuatan sejati terletak pada keharmonisan dan pengorbanan.”
Arka dan Lira saling berpandangan. Mereka telah melalui ujian yang lebih besar dari apa pun yang pernah mereka bayangkan. Namun, mereka juga tahu bahwa ini baru permulaan dari perjalanan yang lebih besar, di mana dunia akan menghadapi banyak ujian dan tantangan. Dan mereka, sebagai penjaga keseimbangan, siap untuk menghadapi apa pun yang datang, dengan pemahaman yang lebih dalam tentang alam, dan tentang diri mereka sendiri.
Lira menelan ludah. “Ya. Aku tidak akan membiarkanmu keluar dari sini.”Asvaros tertawa kecil—suara yang terdengar seperti derai bayangan yang retak. “Lucu sekali. Kau pikir kau bisa menghentikanku? Kau pikir kau bisa memahami kekuatan yang kau miliki sekarang?”Seketika, Asvaros mengangkat tangannya, dan bayangan di sekeliling mereka menggeliat liar. Dari tanah, muncul sosok-sosok berbentuk humanoid yang terbuat dari kegelapan, mata mereka bersinar merah layaknya majikan mereka.“Kalau begitu, mari kita lihat apakah kau benar-benar layak menyebut dirimu penjaga.”Dengan satu gerakan tangan, Asvaros melepaskan gelombang energi hitam yang melesat ke arah mereka.Arka bergerak lebih dulu, melompat ke depan dan menebas energi itu dengan pedangnya. Cahaya dari bilahnya meledak dalam kilatan emas, menahan serangan Asvaros sementara Lira dan Daren mundur mencari posisi.Daren melemparkan
Arka mengepalkan tangannya. “Apa artinya itu? Apakah dia akan tetap bersama kami?”Zaroth menggeleng. “Itu tergantung padanya.”Lira menunduk, merasakan getaran kekuatan di dalam tubuhnya. Ia bisa merasakan batas antara dunia fisik dan energi yang tersembunyi di dalamnya. Dengan satu langkah, ia bisa melintasi dunia yang tidak terlihat oleh mata manusia biasa. Tetapi apakah itu berarti ia harus meninggalkan teman-temannya?Ia mengangkat kepalanya, menatap Arka dan Daren. “Aku tidak akan meninggalkan kalian.”Arka menghela napas lega, tetapi sorot khawatir tetap ada di matanya. “Lalu, apa langkah kita selanjutnya?”Sebelum Lira sempat menjawab, seluruh ruangan mulai bergetar. Gerbang yang baru saja disegel kembali berdenyut dengan energi yang tidak stabil. Simbol-simbol di dinding menyala dengan intensitas yang tidak wajar.Zaroth memicingkan mata. “Ini tidak seharusnya terjadi…”
Arka mengernyit. “Apa maksudmu?”Zaroth melangkah maju, dan dengan satu gerakan tangannya, bayangan-bayangan itu mundur. “Makhluk-makhluk ini bukanlah ancaman yang harus kalian hancurkan. Mereka adalah bagian dari segel, bagian dari keseimbangan.”Lira terkejut. “Jadi… mereka adalah penjaga segel?”Zaroth mengangguk. “Mereka adalah serpihan dari kekuatan yang tersegel di balik gerbang ini. Jika kalian menyerang mereka, kalian hanya akan mempercepat kehancuran segel.”Varian yang sejak tadi diam, akhirnya bersuara. “Lalu bagaimana kita menghentikan segel ini dari runtuh?”Zaroth menatap gerbang raksasa yang terus bergetar. “Segel ini membutuhkan sesuatu untuk menyeimbangkannya kembali. Cahaya dan kegelapan harus kembali menjadi satu.”Lira menggigit bibirnya, berpikir. “Jadi kita harus menggunakan energi kita untuk menstabilkannya?”Zaroth menatapnya dalam-dalam. “Tidak
Varian menatapnya tajam. “Kalian adalah orang-orang yang telah menyeberangi batas cahaya dan kegelapan. Kalian telah menerima bayangan dalam diri kalian tanpa kehilangan cahaya. Tidak ada orang lain yang bisa menghadapi ini kecuali kalian.”Lira menelan ludah, hatinya berdebar. Ia tahu sejak awal bahwa perjalanan ini tidak akan mudah, tapi kini ia merasa seakan-akan mereka sedang berjalan menuju sesuatu yang jauh lebih besar dari yang pernah ia bayangkan.Tanpa membuang waktu, mereka menaiki tangga katedral yang berdebu dan mendorong pintu kayu yang berat. Suara deritnya bergema di aula kosong.Bagian dalam katedral terasa lebih dingin dari luar. Patung-patung malaikat di sisi ruangan tampak rusak, beberapa bahkan kehilangan wajah mereka, seolah-olah terkikis oleh waktu atau sesuatu yang lebih jahat. Di ujung aula, altar utama berdiri tegak, tetapi lantai di depannya memiliki simbol yang bersinar redup—lingkaran sihi
Mereka melanjutkan perjalanan hingga akhirnya mencapai pintu gerbang kota. Biasanya, pada jam seperti ini, gerbang masih terbuka dengan para penjaga berjaga di posnya. Namun, malam itu, gerbang tertutup rapat, dan tidak ada tanda-tanda kehidupan di sana.Daren melangkah maju, mengetuk pintu gerbang kayu yang besar. “Ada orang di dalam?”Hening.Lira merapatkan mantel di tubuhnya. “Ini tidak normal…”Arka melirik pria tua itu. “Kau punya cara untuk masuk?”Senyuman kecil muncul di wajahnya. “Tentu saja.”Dengan satu ketukan tongkatnya ke tanah, simbol sihir bercahaya muncul di sekitar mereka. Udara bergetar, dan tiba-tiba, mereka tidak lagi berdiri di luar gerbang. Dalam sekejap mata, mereka telah berada di dalam kota.Namun, yang mereka lihat membuat mereka terdiam.Rivelle yang mereka kenal sebagai kota yang ramai dan penuh kehidupan kini tampak seperti kot
Arka mengepalkan pedangnya, yang kini juga bersinar dengan aura yang berbeda. “Jadi, apa yang terjadi sekarang?”Penjaga itu tersenyum kecil, kemudian mengangkat tangannya. Seketika, di hadapan mereka, terbentuk sebuah lingkaran besar, mirip dengan gerbang yang mereka temui sebelumnya. Namun, kali ini, di dalam lingkaran itu, mereka bisa melihat berbagai pemandangan—kerajaan yang mereka kenal, hutan-hutan lebat, lautan luas, dan kota-kota yang masih berjuang melawan bayangan kegelapan.“Dunia tidak berhenti bergerak hanya karena kalian telah sampai di sini,” lanjut penjaga itu. “Keseimbangan tidak hanya dicapai dengan pemahaman, tetapi juga dengan tindakan. Sekarang, kalian adalah bagian dari keseimbangan itu. Dan dengan itu… kalian memiliki tugas.”Lira menatap lingkaran tersebut dengan perasaan bercampur aduk. Ia melihat wajah-wajah yang dikenalnya—orang-orang yang pernah mereka temui dalam perjalanan mereka, beber
Dan saat itu juga, kabut yang menyelimuti kota mulai menghilang, kembali ke tempatnya.Penjaga itu tersenyum. “Kalian sudah melewati ujian terakhir.”Arka menurunkan pedangnya perlahan, masih tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.Daren bersandar ke dinding, menghela napas dalam. “Satu hal yang pasti… aku tidak ingin melalui ujian seperti ini lagi.”Lira tersenyum kecil, tetapi dalam hatinya, ia tahu sesuatu.Ini bukan akhir. Ini adalah awal dari sesuatu yang jauh lebih besar.Beberapa waktu kemudian, mereka merasakan udara di sekitar mereka terasa lebih ringan, seakan beban yang menghimpit kota ini perlahan menghilang. Namun, di balik ketenangan itu, Lira merasakan sesuatu yang masih menggantung di udara—sebuah misteri yang belum terpecahkan sepenuhnya.Sang penjaga terakhir menatap mereka dengan sorot mata yang sulit diartikan. “Kalian telah melewati ujian,”
Kabut hitam menjalar cepat, melahap jalan-jalan Eterna seperti gelombang yang haus akan cahaya. Jeritan ketakutan menggema di udara saat penduduk kota berlarian mencari perlindungan. Bangunan-bangunan yang baru saja dipulihkan retak kembali, seakan dinding-dindingnya menyerap penderitaan dari masa lalu.Di tengah kekacauan itu, Arka, Lira, dan Daren berdiri tegak, menghadapi sosok berjubah hitam yang masih tersenyum penuh rahasia.“Kalian sudah berjuang sejauh ini,” katanya, suaranya nyaris seperti bisikan yang mengalun di udara. “Tapi kalian masih belum mengerti.”Arka mempererat genggaman pedangnya. “Berhenti bicara dalam teka-teki! Apa sebenarnya yang kau inginkan?”Penjaga itu mengangkat tangannya, dan bayangan-bayangan yang menggeliat di tanah mulai membentuk sosok-sosok yang familiar. Wajah-wajah dari masa lalu. Musuh-musuh yang telah mereka kalahkan dalam pertempuran sebelumnya—pemimpin pasukan gel
Dia mengalirkan energinya ke dalam tanah, menghubungkan dirinya dengan Eterna. Lira dan Daren mengikuti, menyatukan kekuatan mereka.Sebuah ledakan cahaya perak meledak dari kota, meluas ke seluruh medan perang.Dan tiba-tiba… waktu berhenti.Musuh terhenti dalam gerakan mereka, pedang dan sihir membeku di udara.Langit gelap kembali bercahaya.Di depan mereka, sosok penjaga terakhir muncul kembali. “Kalian akhirnya mengerti.”Arka mendongak. “Kami tidak bisa terus bertarung. Kami harus menunjukkan bahwa keseimbangan bukan hanya impian.”Lira menambahkan, “Kami akan mengubah dunia… bukan dengan perang, tetapi dengan membangun ulang dari awal.”Penjaga itu tersenyum. “Maka biarlah dunia ini lahir kembali.”Dengan kata-kata itu, cahaya menyelimuti segalanya.Dan dunia berubah.Saat mereka membuka mata, mereka berdiri di temp