Seminggu Indri di rawat. Seminggu itu pula lah Annisa melihat banyak sekali cinta di mata suaminya untuk perempuan yang saat ini sedang terbaring koma itu. Izz pasti setiap hari menengok Indri. Dan karena takut Annisa cemburu, maka Izz mengajaknya setiap kali menjenguk Indri. Dia pikir hal tersebut akan membuat Annisa merasa di hargai oleh Izz, padahal justru semua itu membuat Annisa diam-diam memendam rasa sakit. Rasanya Annisa ingin menutup mata dari semuanya. Berharap jika semua yang dia lihat di mata Izz hanyalah perasaan buruk sangkanya saja. Tapi, ternyata tidak. Semua terlihat sama. Mata sendu itu, rasa khawatir itu, perhatian itu, semua sangat tulus dari mata sang suami. Sayang semua untuk perempuan lain. Bukan untuknya. Apalagi Izz seolah melupakan Annisa yang berada di sisinya saat Izz sudah bertemu dengan Indri, meskipun Indri hanya terbaring tak sadarkan diri. Izz seolah larut dalam kesedihan mendalam saat melihat cinta pertamanya itu lemah tak berdaya hingga tak
Dengan pertimbangan yang sangat panjang dan perdebatan yang alot antara ibu Indri dengan Gani kakaknya Indri, akhirnya setelah dua minggu Indri koma, keluarga memutuskan untuk menikahkan Indri dengan Izandra. Mereka agak khawatir dengan kondisi Indri yang belum mengalami perubahan. Mereka menjadikan pernikahan dengan Izandra adalah harapan terakhir Indri. Pertanyaannya adalah bagaiman jika saat Indri sadar nanti justru tidak setuju menikah dengan Izz? Di sini para keluarga, terutama orang tua Indri dan juga Annisa hanya memikirkan hal terburuk terlebih dahulu. Masalah kelak jika Indri bangun dan menolak pernikahan akan di pikirkan lagi ke depannya. "Saya terima nikah dan kawinnya Indria Saputri Binti Yanto Susanto dengan mas kawin yang tersebut, tunai!" ucap Izz lantang sambil menjabat tangan ayah Indri. Terdengar kata 'SAH' menyahut dari kedua saksi setelah Izz melafazkan ijab qabul nya. Ijab qabul di laksanakan di rumah sakit secara siri di ruangan VIP
Dengan pertimbangan yang sangat panjang dan perdebatan yang alot antara ibu Indri dengan Gani kakaknya Indri, akhirnya setelah dua minggu Indri koma, keluarga memutuskan untuk menikahkan Indri dengan Izandra. Mereka agak khawatir dengan kondisi Indri yang belum mengalami perubahan. Mereka menjadikan pernikahan dengan Izandra adalah harapan terakhir Indri. Pertanyaannya adalah bagaiman jika saat Indri sadar nanti justru tidak setuju menikah dengan Izz? Di sini para keluarga, terutama orang tua Indri dan juga Annisa hanya memikirkan hal terburuk terlebih dahulu. Masalah kelak jika Indri bangun dan menolak pernikahan akan di pikirkan lagi ke depannya. "Saya terima nikah dan kawinnya Indria Saputri Binti Yanto Susanto dengan mas kawin yang tersebut, tunai!" ucap Izz lantang sambil menjabat tangan ayah Indri. Terdengar kata 'SAH' menyahut dari kedua saksi setelah Izz melafazkan ijab qabul nya. Ijab qabul di laksanakan di rumah sakit secara siri di ruangan VIP tem
[Aku selalu doain kamu, De. Meskipun sekarang kita gak bisa bersama di dunia, aku selalu berdoa semoga kita bisa dipasangkan di surgaNya kelak.]Pesan yang kuterima dari Aa Iz itu, membuat hatiku ketar ketir tak karuan. Bukan kenapa-kenapa, tapi karena status dia yang sekarang adalah suami orang lain. Tambah lagi sekarang dia itu Ustadz kondang penerus sebuah pesantren yang lumayan besar milik ayahnya. Yang lebih dramatis lagi, pria tampan itu sudah memiliki 4 orang anak yang lucu-lucu. Sedangkan aku? Aku hanyalah seorang janda cerai hidup yang memiliki satu anak. Ah ... memang sudah sepantasnya aku sadar diri, siapa aku dan bagaimana aku harus bersikap. Levelku sekarang jauh berbeda. Aku hanya seorang Guru TK. Aku minder sekali, apalagi dibandingkan dengan istrinya yang seorang lulusan pesantren yang sama, berpendidikan bahkan seorang Bidan. Nama Ustadz tampan itu Muhammad Izandra. Dulu aku menyebutnya Aa Izan atau Aa Iz. Mantan terindahku saat aku masih duduk dibangku SMA. ***Ta
[Jangan panggil Pak Ustadz donk, Bu Dede. Panggil aja kaya dulu. Aa Iz ... ]Begitulah isi pesan Izandra saat aku memanggilnya Pak Ustadz. Dia bilang enakan di panggil Aa Iz atau hanya Aa saja. Dan dia memanggilku, Bu Dede. Lucu sekali. Aku juga memprotes panggilan dia yang memakai embel-embel "Bu" di depannya. Aku ingin di panggil Dede saja seperti dulu. Sama seperti panggilan kedua orangtuaku dan teman-teman dekatku, karena aku adalah anak bungsu, jadi kedua orangtua dan teman dekatku terbiasa memanggilku seperti itu, sekalipun sekarang aku sudah memiliki anak. Jika di pikir-pikir, rasanya aneh juga, sudah kepala tiga masih di panggil Dede, seperti sebutan untuk anak balita. Tapi ya sudahlah, jadi serasa awet muda juga ... Apalagi panggilan itu panggilan kesayangannya padaku. Eh.Setelah awal mula chat basa-basi yang menanyakan kabar, anak, istri dan lain-lain. Semakin kesini chat dari Izan semakin menjurus ke masa lalu. Dia bilang, dulu sebelum tahun 2015 dia mencari ku. Dia ingin
[Boleh aku egois?Aku gak mau cuma bersama kamu di akhirat, tapi aku mau sama kamu di dunia juga, Aa Izz.]Rasanya urat malu ku sudah benar-benar putus. Bisa-bisanya aku mengirimkan pesan seperti itu pada Izandra. Otak dimana otak? Aku menepuk keningku dengan telapak tanganku keras berulang kali. Kring!! Terlihat Izan melakukan panggilan telepon padaku. Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan? Bagaimana jika dia bertanya soal pesanku tadi? 'Bodoh! Bodoh! Bodoh! Kamu bodoh banget Indri!'Aku terus saja menggerutu sambil menatap layar ponsel yang menampilkan nama Izandra sedang memanggil. Aku terus menggigiti ujung kuku jari telunjukku sambil mondar mandir cemas. Aku baru bisa bernafas lega saat panggilan itu telah berhenti. Fyuuhh!!Aku mengusap keningku yang sama sekali tak berpeluh.Sayang kelegaan itu hanya sebentar, karena beberapa detik kemudian, Izandra kembali menelpon ku. Aku yakin dia takkan berhenti menelpon sebelum aku angkat. Dan benar saja setelah beberapa menit, dia
Kalau dikatakan kami keterlaluan. Ya, memang benar. Aku pun menyadarinya. Hanya saja ini kenyataannya. Kenyataan bahwa kami berdua masih terjebak dalam nostalgia masa lalu dan terjebak dengan cinta yang belum usai. Jika di katakan ini salah, memang benar ini semua salah. Aku takkan berkata bahwa aku benar. Jujur saja, aku tak ingin di cap pelakor. Tapi masalah hati siapa yang bisa mengaturnya kecuali Allah. Hanya saja, kita bisa menggunakan akal pikiran kita untuk menerima atau menolak hal yang akan berpengaruh baik atau buruk bagi kehidupan kita kedepannya. Semua dengan nafsu atau tidak. Seperti yang IzanIzandra katakan kemarin, bahwa istrinya mengijinkan dia berpoligami setahun yang lalu. Well ... Aku tak serta merta bahagia. Meski memang aku merasa ada sedikit harapan tapi aku takkan menyiram harapan itu agar semakin besar. Aku harus menguburnya. Apalagi saat aku memikirkan latar belakang kami yang sangat jauh berbeda. Aku yang notabene bukan lulusan pondok dan dia yang justru s
~Bagaimana aku bisa bahagia, sedangkan ada banyak hati yang harus aku jaga~Di sepertiga malam ini, aku bersimpuh di hadapan Rabb-ku. Meminta petunjuk, meminta ketenangan hati, dan meminta yang terbaik untuk kehidupan dunia dan akhiratku. Karena aku sadar, tak ada yang bisa memberi petunjuk selain Allah. Jujur, setelah perceraianku dua tahun kemarin. Aku menjadi memiliki keinginan untuk berhijrah. Terutama memakai hijab disetiap saat. Dan alhamdulillah atas kemudahan dari Allah dan dorongan dari orang-orang terdekatku, terutama sahabatku Irene yang lebih dulu berhijab syar'i, aku kini memantapkan hati memakai hijab. Awalnya aku ragu, tapi karena hati yang selalu saja gelisah akhirnya aku nekat berhijrah. Bermodal niat ingin memperbaiki diri karena Allah. Bahkan kalau bisa aku ingin langsung memakai cadar. Ah, mungkin itu akan aku pikirkan lagi kelak ketika aku sudah memiliki imam dalam rumah tanggaku.Aku sadar sekarang bahwa segala sesuatu itu harus atas kehendak Allah. Maka kini ak