PoV 3
Indri terbangun dari tidurnya. Ternyata sehabis shalat istikharah tadi ia ketiduran di atas sajadah. Saat ia membuka mata, ia teringat akan mimpinya barusan yang seakan nyata. 'Apakah itu jawaban dari Allah bahwa semua akan baik-baik saja?' batinnya.Jujur di hatinya, dia masih merasa dilema dan bimbang. Banyak sekali pertimbangan yang dia pikirkan. Bahkan setelah beberapa hari ini dia rutin istikharah, ada banyak hal yang membuat dia justru semakin galau.Indri dan Izz selalu berkomunikasi tentang apa saja yang akan terjadi jika pernikahan mereka benar-benar menjadi kenyataan. Karena keduanya pun merasa bahwa jalan mereka tak mudah dan takkan ada yang tahu bagaimana rumitnya perasaan mereka saat ini.Satu sisi, Indri memang masih memiliki perasaan pada Izz, hanya saja di sisi lain, dia juga bimbang jika harus menyakiti hati istri pertama Izz. Tak ada wanita yang akan dengan sukarela berbagi suaminya dengan orang lain, pikir Indri. Kalau pun ada, maka orang itu pasti telah melalui banyak sekali pertimbangan yang sangat matang. Apalagi ... yang datang untuk menjadi madu adalah orang yang dulu pernah singgah di hati suaminya.Indri jadi teringat saat dulu dia dan Izz masih pacaran. Izz pernah membawa seorang gadis manis saat menemui Indri. Namanya Annisa. Izz memperkenal Annisa sebagai orang yang sudah Izz anggap adik, pada Indri. Dan anehnya sekarang, kenyataan yang ada justru terasa bagai sebuah plot twist bagi Indri, orang yang Izz anggap adiknya itu malah Izz nikahi. Batin Indri kadang menolak menerima itu semua. Apalagi dulu Izz sering memuji wanita itu terang-terangan di hadapan Indri dan membanding-bandingkannya dengan sifat Indri hingga Indri merasa bahwa Annisa adalah orang ketiga dalam hubungannya dengan Izz. Apakah tidak akan terlihat lucu, jika sekarang justru Indri yang hadir sebagai orang ke tiga di dalam hubungan rumah tangga Izz dan Annisa. Takdir memang tak pernah bisa ditebak kan?Indri dan Izz dulu menjalin hubungan saat Indri kelas satu SMA dan Izz kelas tiga SMA. Mereka berpacaran selama tiga tahun lamanya. Dan selama itu pula mereka sering putus nyambung. Indri adalah cinta pertama bagi Izz dan Izz pula cinta pertama bagi Indri, jadi mereka agak sulit untuk saling melupakan. Apalagi Indri tak pernah memiliki mantan pacar yang lain selain Izandra, jadi saat sekarang mereka di pertemukan lagi, Indri yang notabene single parent, merasa kalau hanya Izandra lah satu-satunya lelaki yang terbaik yang pernah dia kenal. Dan Izandra, merasa masih memiliki perasaan yang belum usai pada Indri seperti mendapat amanah untuk menjaga Indri dan menebus segala kesalahannya dulu yang terlambat mempersunting Indri. Agak tidak masuk akal memang, tapi cinta memang selalu membuat orang-orang yang mengalaminya menjadi tak punya akal. Bukankah begitu?***Di tempat lain, Izandra sedang duduk termenung di ruang baca di dalam rumahnya. Ruangan itu berisi banyak buku-buku sejarah islam, buku Hadist, dan Kitab. Kebanyakan diantaranya adalah buku turunan dari sang Ayah.Tiba-tiba pintu terbuka perlahan dan terdengar langkah kaki mendekat. Izandra tetap tak bergeming. Dia masih sibuk dengan pikirannya sendiri. Banyak hal yang menjadi bebannya kali ini. Tentang meminta restu, tentang Indri dan tentang kelangsungan pesantren Ayahnya yang sekarang sedang menjadi perebutan kekuasaan saudara-saudara sepupunya.Usapan dua tangan lembut menyadarkan Izz dari lamunannya. Izz mendongak dan menyunggingkan seulas senyum tipis pada perempuan yang kini berada di belakangnya. Ia adalah Annisa.Annisa memijat perlahan pundak suaminya, terlihat Izz memejamkan matanya perlahan, lalu beberapa detik berlalu, Annisa malah memeluk suaminya itu dari belakang dan menempelkan pipinya dengan pipi sang suami."Kamu kenapa, Bii?" tanya Annisa lembut. "Lagi banyak pikiran, ya?" lanjutnya.Izz membuka matanya dan menarik satu pergelangan tangan istrinya, kemudian membawa istrinya itu duduk di pangkuannya. Dengan senang hati Annisa menuruti apa yang suaminya inginkan. Ia pun duduk di pangkuan sang suami, lalu kembali menyandarkan kepalanya di pundak Izz, pundak yang selalu menjadi tempat ternyamannya selama enam tahun usia pernikahannya dengan pria tersebut.Izz melingkarkan satu tangannya di tubuh sang istri, lalu tangan yang lain mengusap-usap punggung istrinya. Perlahan, ia mengambil nafas yang dalam dan menghembuskannya. "Ada yang ingin Abi bicarakan dengan serius pada Ummi ... tapi, sebelumnya Abi minta Ummi jangan langsung marah pada Abi." Izz menjeda ucapannya sebentar, lalu melanjutkannya. "Soal ... poligami—" Annisa langsung menegakkan tubuhnya yang sedari tadi menyender nyaman di tubuh sang suami. Matanya langsung menatap tajam penuh tanda tanya pada Izz. "Denger ... Dengerin dulu ... Abi belum selesai bicara pada Ummi. Abi nanya sekarang sama Ummi, Abi ini milik siapa?" tanya Izandra lembut pada sang istri.Annisa mulai paham kemana arah pembicaraan suaminya. Dengan sabar dia menjawab, "milik Allah, Bii ...."Izz kembali bertanya, "hati dan takdir kita milik siapa, Mii?" kembali Annisa menjawab dengan kata-kata yang sama."Jadi ... Jika suatu hari, Abi meminta ijin pada Ummi untuk berpoligami, apakah Ummi akan mengijinkan? Ummi bilang, Abi adalah milik Allah, kan. Jadi jika Abi berniat untuk menghalalkan satu bidadari surga lagi di sisi Abi dan keluarga kita, Ummi bisa ikhlas karena Allah atau gak?" tanya Izz penuh dengan ke hati-hatian sambil menatap Annisa dengan tatapan yang lembut dan berusaha setenang mungkin.Perlahan Annisa turun dari pangkuan Izz kemudian berdiri. Sorot matanya tak terbaca oleh Izz. Tapi tak ada senyum di wajahnya. Perlahan Annisa mundur, mundur, dan terus mundur menjauh dari Izz. Kemudian dia berbalik memunggungi Izz. Mata Annisa tanpa Izz sadari sudah berkaca-kaca, dan pertahanan dirinya hampir saja roboh. Tapi Annisa mencoba beristighfar dan berulang kali mengambil nafas yang semakin dicoba justru semakin terasa berat, seakan ada batu besar yang menghimpit dadanya. Annisa berusaha mengeluarkan kata-katanya meski berat. "Ma-maafkan U-Ummi, Bii ... to-tolong ... b-berikan Ummi waktu ... u-untuk istikharah da-dan memantapkan hati Ummi, Bii ...." Annisa langsung pergi meninggalkan Izz sendirian di ruangan itu tanpa menunggu jawaban dari Izz.Ini semua sudah Izz duga sedari awal. Memang takkan mudah bagi Annisa untuk menerima adanya perempuan lain yang mendampingi Izz selain dirinya. Biar bagaimanapun, Annisa bukanlah Ibunda Siti Aisyah, istri Rasulullah.. Dia lebih memilih menjadi Ibunda Siti Fatimah yang tak pernat di duakan oleh Sayyidina Ali.Biar bagaimanapun, Annisa tetaplah perempuan akhir zaman yang tak memiliki kesabaran sekuat para istri-istri Rasulullah SAW. Dia memiliki hati yang lemah jika itu menyangkut dengan perasaan. Meskipun apa yang dikatakan oleh Izz benar adanya, bahwa Izz adalah milik Allah dan dia tak bisa memaksakan takdir dan hati Izz untuk tetap utuh hanya untuknya. Tapi, tetap saja, butuh waktu yang tak sebentar untuk meminta petunjuk pada Allah, apakah permintaan Izz ini akan berdampak baik, atau buruk bagi kehidupan dunia akhirat mereka, dan apakah Izz bisa berlaku adil pada Annisa dan istri keduanya kelak?Dengan pertimbangan yang sangat panjang dan perdebatan yang alot antara ibu Indri dengan Gani kakaknya Indri, akhirnya setelah dua minggu Indri koma, keluarga memutuskan untuk menikahkan Indri dengan Izandra. Mereka agak khawatir dengan kondisi Indri yang belum mengalami perubahan. Mereka menjadikan pernikahan dengan Izandra adalah harapan terakhir Indri. Pertanyaannya adalah bagaiman jika saat Indri sadar nanti justru tidak setuju menikah dengan Izz? Di sini para keluarga, terutama orang tua Indri dan juga Annisa hanya memikirkan hal terburuk terlebih dahulu. Masalah kelak jika Indri bangun dan menolak pernikahan akan di pikirkan lagi ke depannya. "Saya terima nikah dan kawinnya Indria Saputri Binti Yanto Susanto dengan mas kawin yang tersebut, tunai!" ucap Izz lantang sambil menjabat tangan ayah Indri. Terdengar kata 'SAH' menyahut dari kedua saksi setelah Izz melafazkan ijab qabul nya. Ijab qabul di laksanakan di rumah sakit secara siri di ruangan VIP tem
Dengan pertimbangan yang sangat panjang dan perdebatan yang alot antara ibu Indri dengan Gani kakaknya Indri, akhirnya setelah dua minggu Indri koma, keluarga memutuskan untuk menikahkan Indri dengan Izandra. Mereka agak khawatir dengan kondisi Indri yang belum mengalami perubahan. Mereka menjadikan pernikahan dengan Izandra adalah harapan terakhir Indri. Pertanyaannya adalah bagaiman jika saat Indri sadar nanti justru tidak setuju menikah dengan Izz? Di sini para keluarga, terutama orang tua Indri dan juga Annisa hanya memikirkan hal terburuk terlebih dahulu. Masalah kelak jika Indri bangun dan menolak pernikahan akan di pikirkan lagi ke depannya. "Saya terima nikah dan kawinnya Indria Saputri Binti Yanto Susanto dengan mas kawin yang tersebut, tunai!" ucap Izz lantang sambil menjabat tangan ayah Indri. Terdengar kata 'SAH' menyahut dari kedua saksi setelah Izz melafazkan ijab qabul nya. Ijab qabul di laksanakan di rumah sakit secara siri di ruangan VIP
Seminggu Indri di rawat. Seminggu itu pula lah Annisa melihat banyak sekali cinta di mata suaminya untuk perempuan yang saat ini sedang terbaring koma itu. Izz pasti setiap hari menengok Indri. Dan karena takut Annisa cemburu, maka Izz mengajaknya setiap kali menjenguk Indri. Dia pikir hal tersebut akan membuat Annisa merasa di hargai oleh Izz, padahal justru semua itu membuat Annisa diam-diam memendam rasa sakit. Rasanya Annisa ingin menutup mata dari semuanya. Berharap jika semua yang dia lihat di mata Izz hanyalah perasaan buruk sangkanya saja. Tapi, ternyata tidak. Semua terlihat sama. Mata sendu itu, rasa khawatir itu, perhatian itu, semua sangat tulus dari mata sang suami. Sayang semua untuk perempuan lain. Bukan untuknya. Apalagi Izz seolah melupakan Annisa yang berada di sisinya saat Izz sudah bertemu dengan Indri, meskipun Indri hanya terbaring tak sadarkan diri. Izz seolah larut dalam kesedihan mendalam saat melihat cinta pertamanya itu lemah tak berdaya hingga tak
Ekspresi Izandra berubah panik setelah mendapat telepon dari seseorang. Orang tersebut mengabarkan bahwa Indri tertabrak mobil yang melaju kencang saat menyebrang jalan. Orang itu menghubungi nomor Izz terlebih dahulu, karena nama Izz yang ada di nomor kontak darurat di HP Indri yang di kunci tanpa adanya akses fingerprint. Dia mengabarkan bahwa Indri sudah di bawa ke RS terdekat untuk segera di tangani. Annisa yang melihat raut wajah Izz menegang langsung bertanya-tanya mengapa ekspresi suaminya berubah setelah menerima telepon. Suasana yang tadi hening setelah kepergian Indri, kini berubah menjadi tegang. Ya. Satu sisi Izandra khawatir dengan Indri, di sisi lain saat ini dia harus meluluhkan hati istrinya lagi. Jika sekarang dia pergi, maka Annisa pasti akan semakin marah, tapi jika dia tak pergi, dia kasihan terhadap Indri. Sedangkan dia tak tahu nomor keluarga Indri yang bisa dia hubungi. Akhirnya dengan segenap kekuatan, dia mencoba memberi pengertian pada Annisa.
Izandra tiba di kediaman mertuanya. Rumah ibunya Annisa. Dan tentu saja Indri ikut ke sana karena Indri lah yang memaksa Izz untuk menemui Annisa. Tadinya ibunya Indri akan ikut, tapi Indri melarangnya karena ia pikir ini adalah urusannya dengan Annisa. Indri memutuskan untuk menyerah. Dan Izz pun tak bisa memaksakan kehendaknya pada Indri. Segala keputusan Indri akan selalu Izz terima. Karena sedari awal pun Izz tak pernah memaksa untuk Indri bisa menerimanya. Apalagi sekarang justru rumah tangganya dengan Annisa malah di ujung tanduk. Izz sebisa mungkin akan berusaha mempertahankan rumah tangganya. Karena memang Izz tak pernah berniat untuk meninggalkan Annisa dan juga anak-anaknya. Itu adalah hal yang sangat mustahil Izz lakukan sekalipun Izz pernah egois memaksakan Annisa untuk menerima wanita lain di tengah mahligai rumah tangganya. Tapi di sudut hati Izz, Annisa masih tetap menjadi Ratunya yang takkan pernah Izz lepaskan. Tok! Tok! Tok! Izzandra mengetuk pin
Ada yang bilang takdir tentang jodoh itu pilihan. Kitalah yang harus memilih akan menerima orang yang masuk ke dalam hidup kita atau menolaknya. Tinggal pikirkan resiko ke depannya. Begitu katanya. Tapi ada juga yang percaya, bahwa jodoh, rejeki, maut, semua adalah rahasia Allah. Ibarat kata, sekuat apapun kita berusaha berjodoh dengan seseorang, jika Allah tak menghendakinya maka semua takkan pernah terjadi. Begitu juga ketika kita menolak untuk berjodoh dengan seseorang tapi jika Allah sudah berkehendak, maka kita akan tetap berjodoh dengannya. Entahlah.. Tinggal pilih saja mana yang kita yakini. Pilihan atau takdir. Begitupun dengan kisah Indri dengan Izandra. Bukan ingin indri untuk masuk ke dalam kehidupan rumah tangga Izandra. Sama sekali tak pernah terpikir olehnya, jika sekarang dialah yang menjadi duri di dalam rumah tangga orang lain. Tapi dia juga bimbang, tak tahu skenario seperti apa yang sedang Allah rencanakan untuknya. Beberapa hari ini Indri terus