Norma terdiam. Sekejab sesudahnya … "Tapi Dokter..." jawabnya raguPeter menyambar… "Berapa banyak gadis seperti Vivian yang harus menjadi korban sebelum kita bertindak?" ia berbalik menatap Norma dengan pandangan yang intens."Berapa banyak lagi yang harus dijual seperti barang dagangan?"Norma terdiam. Hatinya bergejolak antara ketakutan akan masa lalu dan keinginan untuk membantu sesama."Saya akan melindungimu, Norma. Dengan nyawa saya sendiri jika perlu." Peter duduk kembali di depan Norma. "Kamu tidak akan sendirian dalam misi ini.""Bagaimana caranya, Dokter?"Peter tersenyum, kali ini senyum yang penuh perhitungan. "Sederhana. Kamu akan kembali ke bar-bar malam, berperilaku seperti gadis naif yang mudah ditipu. Saat mereka mencoba menculikmu, saya akan mengikuti sampai ke markas mereka.""Dan jika rencana ini gagal?""Tidak akan gagal." Peter mengeluarkan sebuah gelang kecil berwarna emas dari sakunya. "Ini gelang pelacak khusus. Selama kamu memakainya, saya bisa melacak posis
"Terlalu lambat," komentar Peter sambil menyentuh pergelangan tangan pria itu pada titik meridian tertentu.Dalam sekejap, tangan pria besar itu lemas seperti ikan mati. Rasa sakit yang luar biasa menyebar dari pergelangan tangannya ke seluruh tubuh, membuatnya merintih kesakitan."Apa... apa yang Anda lakukan?" pria berkemeja hitam mundur dengan wajah pucat seperti mayat hidup."Hanya sedikit pijat refleksi," Peter menjawab dengan nada seolah sedang membicarakan cuaca. "Efektif untuk mengatasi kekerasan berlebihan dan sikap tidak sopan."Pria berkemeja hitam mencoba lari, tapi Peter sudah berada di depannya lebih cepat dari kilat. "Mau ke mana, Tuan? Kita belum selesai mengobrol.""Baiklah! Baiklah! Kami akan melepaskan gadis itu!" teriak pria itu panik."Melepaskan?" Peter tertawa sampai air matanya hampir keluar. "Tuan, Anda masih belum paham situasinya. Sekarang saya yang akan melepaskan Anda, tergantung seberapa kooperatif Anda menjawab pertanyaan saya."Kedua pria itu saling pan
Peter Davis duduk di sudut bar The Golden Phoenix dengan senyum tipis yang misterius, seolah menonton pertunjukan teater yang amat menghibur. Lampu neon berwarna emas memantul dari gelas bir yang hampir kosong di tangannya, menciptakan bayangan yang menari-nari di wajah tampan namun biasa-biasa saja itu.Bartender paruh baya dengan kumis tipis yang sudah mulai memutih mengangkat kepala dari aktivitas mengelap gelas. "Malam yang tenang untuk seorang tamu tetap seperti Anda, Pak...""Davis. Peter Davis." Peter menjawab sambil mengamati keramaian dengan mata yang tampak bosan namun sebenarnya sangat waspada. "Dan ya, memang malam yang tenang. Terlalu tenang, malah."Baginya, tempat seperti ini adalah laboratorium perilaku manusia yang amat menarik. Di mana topeng-topeng sosial dilepas satu per satu seiring mabuknya malam. Orang-orang yang siang harinya berlagak terhormat, malam harinya berubah menjadi binatang buas yang haus akan kesenangan sesaat.Matanya yang tajam menangkap pemandanga
"Saya Komisaris Budi Dharma dari unit kejahatan khusus. Kami mendapat laporan bahwa klinik Anda menangani beberapa korban perdagangan organ.""Benar," jawab Peter sambil melirik ke ruang perawatan. "Saya sudah menangani beberapa kasus. Kondisi mereka sangat memprihatinkan.""Dokter, bisakah Anda memberikan keterangan detail?" tanya Komisaris Budi sambil menyiapkan catatan.Peter menjelaskan dengan rinci: kondisi medis para korban, pola operasi yang digunakan sindikat, dan analisisnya. "Berdasarkan pemeriksaan saya, mereka menggunakan tim medis profesional dengan peralatan canggih. Ini bukan sindikat amatir, melainkan jaringan kriminal internasional."Komisaris Budi mengangguk sambil menulis cepat. "Kami butuh kerja sama Anda untuk menindaklanjuti kasus ini. Keahlian medis Anda akan sangat membantu investigasi."Peter mengangguk mantap. "Saya siap membantu. Ini menyangkut nyawa banyak anak muda Rastal yang jadi korban keserakahan para kriminal."Percakapan serius itu terhenti ketika pi
"Saya juga dengar ada beberapa anak dari kampung sebelah yang nasibnya sama," tambah seorang bapak tua. "Mereka tergiur iklan medsos, berangkat sehat, pulang sekarat."Lani langsung masuk ke ruang praktik untuk melaporkan informasi tersebut kepada Peter. "Dokter, sepertinya ada banyak korban lain di luar sana. Pasien-pasien di ruang tunggu mulai cerita tentang kasus serupa."Peter bangkit dari kursinya dengan wajah yang semakin gelap. "Ini lebih besar dari yang kubayangkan. Kita sedang menghadapi jaringan kriminal internasional yang sangat berbahaya."Sementara itu.Matahari mulai tenggelam di Kota Wada ketika Peter menerima telepon dari Sandra Steel. Suara wanita itu terdengar cemas, jelas ada sesuatu yang mengganggu pikirannya."Peter, ada yang ingin kutanyakan tentang berita aneh yang beredar belakangan ini..."Sejak keduanya mengumumkan status sebagai pasangan, meski hanya formalitas, panggilan mereka tak lagi kaku dengan sebutan ‘dokter’ atau ‘nona’. Hubungan mereka terdengar leb
"Pasien ini butuh penanganan proper di rumah sakit, bukan eksperimen di klinik... tradisional."Peter berhenti sejenak, lalu menatap Dr. Marcellus dengan pandangan yang membuat dokter muda itu merasa seperti serangga di bawah kaca pembesar."Dokter Marcellus, silakan tunjukkan kepada saya bagaimana teknologi canggih di rumah sakit, yang menurut Anda bisa menumbuhkan kembali organ yang hilang," ucap Peter tawar.Dr. Marcellus langsung tercekat tidak bisa menjawab.Namun Peter tak memberinya kesempatan. Dia melanjutkan dengan nada yang semakin dingin, "Atau mungkin Anda punya mesin ajaib yang bisa mencetak ginjal baru dalam hitungan menit?"Keheningan yang menyakitkan mengisi ruangan. Dr. Marcellus merasakan betapa bodohnya dia baru saja terlihat di hadapan keluarga pasien."Saya... saya hanya ingin memastikan pasien mendapat penanganan terbaik," Dr. Marcellus terbata-bata dengan wajah memerah malu."Kalau begitu, silakan keluar dan biarkan saya bekerja," Peter berkata dengan nada final