Gluk! Mendengar Tirta sudah memastikan identitasnya, Giyarto menelan ludah. Dia bergidik dan perutnya mulas.Giyarto memang baru pertama kali bertemu dengan Tirta, tetapi dia pernah mendengar kekejamannya. Padahal pesawat terbang hanya berhenti sebentar. Giyarto tidak menyangka dia bisa bertemu dengan Tirta.Selain itu, Giyarto yang tidak tahu diri juga menyinggung kekasihnya Tirta. Dia makin takut setelah memikirkan hal ini. Giyarto yang berdiri di depan Tirta kencing di celana.Sementara itu, wajah Luvia dan Heidi memerah setelah mereka mendengar Tirta mengatakan mereka adalah kekasihnya.Tentu saja, Heidi lebih malu daripada Luvia. Dia mengkritik, "Cih, dasar pria berengsek! Dia nggak pernah lupa mengambil keuntungan setiap saat!"Herjuno tampak terperangah. Dia berseru, "Ayah, tadi ... kamu bilang apa? Kamu bilang orang tolol ini adik sepupuku yang bernama Tirta?"Krek! Terdengar teriakan histeris lagi. Tirta memelintir tangan kanan Herjuno hingga patah.Tirta berkata dengan dingin
Kala ini, penumpang di pesawat terbang tahu jelas Giyarto dan Herjuno hendak menindas kedua wanita itu. Namun, mereka juga tidak berani memprotes.Hanya saja, mereka sedikit bingung. Jika Giyarto dan Herjuno adalah anggota Keluarga Hadiraja, kenapa mereka begitu terpuruk?Mereka bukan hanya tidak didampingi pengawal saat keluar, bahkan mereka harus menggertak hanya untuk menghadapi kedua wanita.Namun, apa yang terjadi di pesawat terbang membuat mereka tidak sempat berpikir panjang. Saat semua orang mengira Luvia dan Heidi akan dibawa ke kamar mandi, tiba-tiba Tirta berdiri.Tirta memandang Giyarto dan Herjuno, lalu mencibir. Dia berkata, "Tunggu dulu. Kamu bilang kalian itu anggota Keluarga Hadiraja dari ibu kota, kenapa aku nggak pernah bertemu kalian?"Herjuno hanya melirik Tirta sebelum berbicara dengan arogan, "Huh, kamu itu orang kampungan. Mana mungkin kamu pernah bertemu dengan tokoh hebat seperti kami? Kita nggak selevel!""Kenapa? Kamu mau membela kedua wanita ini? Bocah sial
Di pesawat terbang, banyak penumpang menunjukkan ekspresi terkejut setelah mendengar pemuda itu menyebut dirinya sebagai anggota Keluarga Hadiraja. Mereka juga berhenti mentertawakan pemuda itu dan sibuk berkomentar."Anggota Keluarga Hadiraja dari ibu kota? Kebetulan sekali. Kabarnya, air spiritual dan jimat yang dibuat Keluarga Hadiraja sangat terkenal di dunia internasional. Uang yang mereka hasilkan dalam beberapa hari sudah cukup untuk pengeluaran ibu kota provinsi besar selama setahun.""Selain itu, kudengar Keluarga Hadiraja juga disokong dua pejabat senior. Dibandingkan keluarga lain, penyokong Keluarga Hadiraja itu yang paling hebat!""Ternyata kedua pria itu anggota Keluarga Hadiraja? Hebat sekali!"Herjuno sangat bangga melihat ekspresi semua orang yang terkejut. Dia berujar, "Kenapa? Kalian curiga aku menyamar? Ayahku itu adik kandung Kepala Keluarga Hadiraja sekarang, Giyarto! Aku jamin bukan bohongan!"Herjuno melanjutkan, "Tentu saja aku ini kakak sepupu kandung Tirta. I
Pemuda itu terdengar sangat berhasrat. Pria paruh baya itu menegur, "Kamu ini memang nggak berguna! Jangan lupakan tujuan kita pergi ke ibu kota kali ini. Kalau kita terlambat, takutnya kesempatan kita akan direbut paman ketiga, paman kelima, dan paman ketujuhmu. Nanti kita nggak dapat uang triliunan!"Namun, sebelum pemuda itu menanggapi ucapannya, pria paruh baya kembali memandangi Luvia dan Heidi. Dia melanjutkan, "Tapi, apa yang kamu bilang memang benar. Kedua wanita ini memang langka. Kalau bisa meniduri mereka, hidup kita nggak sia-sia. Seharusnya nggak akan menghabiskan banyak waktu di pesawat terbang."Pemuda itu sangat bersemangat. Dia membalas, "Baguslah, Ayah. Kita langsung bertindak saja. Sesampainya di ibu kota, kita masih bisa bersenang-senang beberapa jam."Pemuda itu merapikan bajunya, lalu mengeluarkan ponsel dan menunjukkan jam emasnya. Dia buru-buru menghampiri Heidi dan Luvia. Pria paruh baya itu mengikuti putranya.Melihat tindakan kedua pria itu, Elisa hendak meng
"Apa? Tirta, Bi Ayu dan lainnya juga datang ke ibu kota? Baguslah kalau begitu. Aku ... kabari Bibi Shazana sekarang," balas Bella.Setelah mendengar kabar kedatangan Ayu dan lainnya, Bella segera memberikan ponselnya kepada Shazana.Wanita memang cerewet, Shazana juga sama. Begitu menempelkan ponsel di telinganya, dia langsung melontarkan pertanyaan secara bertubi-tubi, "Tirta, beberapa waktu ini kamu pergi ke mana? Kamu bawa berapa orang ke ibu kota? Kapan kamu sampai? Jadi, aku dan ayahmu bisa siap-siap."Tirta menyahut sambil tersenyum, "Bu, seharusnya kami sampai nanti sore. Aku nggak beri tahu kamu dulu berapa orang yang kubawa. Nanti kamu juga tahu. Selain itu, kalau mau siapkan hadiah, kamu harus siapkan lebih banyak."Shazana langsung menyetujui, "Oke. Ibu akan siapkan hadiahnya bersama Prita. Kabari Ibu kalau kamu sudah sampai. Nanti Ibu suruh orang jemput kamu."Mereka mengobrol sebentar lagi. Pesawat terbang akan lepas landas, jadi Tirta langsung mengakhiri panggilan telepo
Agatha dan lainnya setuju dengan ide Naura. Mereka merasa tidak sopan jika membangunkan senior saat tengah malam pada pertemuan pertama kali seperti ini. Nantinya kesan orang tua Tirta pada mereka menjadi buruk.Tentu saja Tirta langsung menyetujuinya karena dia juga ingin sampai di ibu kota lebih cepat, "Boleh. Kita naik pesawat terbang saja biar bisa sampai lebih cepat."Kemudian, Naura menghubungi sopir untuk datang. Mereka semua berjalan ke pintu gerbang desa.Selama mereka menunggu, Luvia dan lainnya merasakan Tirta akan pergi. Semua anggota Sekte Kristala keluar untuk mengantar Tirta."Tirta, kalian mau pergi ke ibu kota?" tanya Luvia. Dengan tingkat kultivasinya sekarang, tentu saja pendengarannya sangat tajam.Tirta tersenyum dan menyahut, "Benar, Kak Luvia. Selama aku pergi, kuharap kalian nggak keberatan tinggal di Desa Persik. Nggak lama lagi, kami pasti kembali."Luvia mendesah, lalu menimpali, "Oke, nggak masalah. Berapa lama pun kamu pergi, kami tetap bisa menunggu. Tapi,