Pramugari menjelaskan, "Pak, biasanya di pesawat terbang nggak ada dokter. Kalaupun ada, Anda juga nggak bisa menjalani operasi dengan kondisi begini. Nggak ada gunanya mencari dokter. Kami sarankan Anda langsung pergi ke rumah sakit untuk berobat setelah pesawat mendarat."Jelas-jelas tadi para pramugari melihat Kavindra "menyakiti diri sendiri". Sekarang mereka berbaik hati memperhatikan Kavindra, tetapi mereka malah dimarahi habis-habisan. Biarpun sangat sabar, mereka juga tidak terima diperlakukan seperti ini.Ekspresi pramugari berubah drastis. Mereka juga tidak meladeni Kavindra lagi dan langsung pergi. Sebenarnya ada kotak pertolongan pertama di pesawat terbang, tetapi sikap Kavindra terlalu buruk. Beberapa pramugari juga tidak ingin menyia-nyiakan kotak pertolongan pertama untuk orang seperti Kavindra.Melihat sikap pramugari, wajah Kavindra merah padam. Dia memaki, "Sialan! Dasar sekelompok pramugari berengsek! Lihat saja nanti! Setelah turun dari pesawat, aku akan membuat kal
Hanya saja, apa yang dibayangkan Kavindra tidak terjadi. Sebaliknya, ketiga wanita itu malah menunjukkan ekspresi jijik dan sinis. Mereka memandang Kavindra seperti melihat monyet di kebun binatang. Ketiganya merasa Kavindra sangat konyol.Bahkan Bella membujuk Tirta agar tidak marah. Dia menenangkan Tirta, "Tirta, kamu nggak usah marah karena orang seperti ini. Nggak sepadan, kalian bukan orang selevel. Sini, aku pijat bahumu.""Bella, ucapanmu benar. Aku memang nggak perlu marah, dia cuma pecundang yang nggak tahu diri. Orang seperti dia nggak pantas kuladeni," timpal Tirta.Tirta memang bicara seperti itu, tetapi dia memandang Kavindra dengan dingin. Kavindra berujar, "Kenapa? Kalian menganggap 10 miliar terlalu sedikit? Artis populer saja rela melayaniku dengan sepenuh hati kalau aku bayar mereka 10 miliar."Respons Tirta dan ketiga wanita itu membuat ekspresi Kavindra menjadi sangat muram. Dia sangat kecewa. Namun, Kavindra tidak percaya di dunia ini ada wanita yang tidak menyukai
Sekarang Bella sudah mengetahuinya. Kelak jika Tirta memperhatikan wanita lain, Bella pasti akan curiga Tirta menggunakan mata tembus pandang."Siapa tahu kamu melihat atau nggak? Nggak ada gunanya kamu bilang begitu," balas Bella. Tentu saja dia tidak percaya.Sekarang Marila dan Shinta sudah berhenti bertengkar, tetapi suara mereka tadi sudah menarik perhatian penumpang lain di kabin kelas satu. Salah satunya adalah pria paruh baya yang perutnya buncit. Rambutnya setengah botak dan dia memakai baju bermerek.Matanya yang sipit terus mengamati Marila, Shinta, dan Bella. Dia terlihat seperti pemburu yang senang saat melihat mangsanya.Akhirnya, tatapan pria itu tertuju pada Tirta. Tampaknya dia sedang mengamati usia, penampilan, dan aura Tirta.Tak lama kemudian, pria itu berbicara dengan Tirta, "Dik, dilihat dari tampangmu, seharusnya ini pertama kalinya kamu membawa pacarmu jalan-jalan di ibu kota, 'kan? Aku cukup familier dengan ibu kota. Bagaimana kalau kita jalan sama-sama setelah
Mendengar Tirta menyebut balas dendam dengan ekspresi muram dan penuh kebencian, Bella makin penasaran. Dia ingin mengetahui kebenarannya. Namun, Bella bisa merasakan suasana hati Tirta sangat buruk. Jadi, dia tidak bertanya.Bella menggandeng tangan Tirta sembari menenangkan, "Tirta, apa pun yang kamu alami dan apa pun yang ingin kamu lakukan, aku akan selalu mendukungmu dan menemanimu. Jangan terlalu bersedih. Yang terpenting itu jaga kesehatanmu."Tirta menimpali, "Aku tahu, Bella. Kamu tenang saja. Tapi, kamu harus berkorban. Sebelumnya aku sudah berjanji untuk membawamu jalan-jalan ke ibu kota, alhasil sekarang ...."Sebelum Tirta menyelesaikan ucapannya, Bella mengangkat tangan dan menutupi mulut Tirta. Dia menyela dengan lembut, "Tirta, kamu nggak usah merasa bersalah. Itu memang masalahmu, tapi kita harus menanggungnya sama-sama. Setelah masalahmu beres, kamu bisa temani aku kapan saja.""Terima kasih, Bella," ucap Tirta. Dia tidak bicara panjang lebar lagi. Tirta menggenggam t
Para wanita itu berusaha tersenyum saat menyembahyangi orang tua Tirta karena ingin membuat Tirta senang. Namun, mereka semua menangis tersedu-sedu ketika berpisah dengan Tirta. Mereka tidak rela berpisah dengan Tirta.'Aku cuma ingin menjalani hidup yang tenang, menemani Bi Ayu dan lainnya, serta menghabiskan masa tua di Desa Persik. Tapi, sekarang jalan hidupku makin jauh dari rencanaku. Bahkan aku sendiri nggak tahu ke depannya hidupku akan menjadi seperti apa. Hidup memang sulit ditebak,' batin Tirta.Setelah menenangkan dirinya, Tirta berkata kepada Marila yang duduk di sampingnya, "Bu Marila, kamu langsung bawa aku ke kediaman Keluarga Hadiraja setelah turun dari pesawat. Aku mau menyembuhkan ayah kandungku, lalu menyelesaikan dendamku dengan Altair sebelum memperpanjang usia Pak Yahsva.""Pak Tirta ... apa kita boleh membicarakan masalah ini?" tanya Marila.Sewaktu di Desa Persik, Tirta menutupinya karena tidak ingin para wanita itu tahu kebenarannya. Tentu saja Marila tahu Tirt
Para wanita tidak bersemangat makan lagi setelah tahu Tirta akan pergi ke ibu kota. Tirta juga tahu mereka merasa sedih.Namun, sekarang Tirta sedang stres. Jadi, dia tidak tahu bagaimana caranya menghibur mereka. Setelah makan, Arum, Farida, Agatha, Susanti, dan lainnya membereskan meja makan.Tiba-tiba, Tirta memanggil mereka, "Kak Arum, Kak Farida, jangan beres-beres dulu. Ikut aku ke gunung sebentar. Aku mau kalian temani aku kunjungi orang tuaku."Walaupun Tirta sudah tahu tentang orang tua kandungnya, orang tua asuhnya memperlakukannya seperti anak kandung mereka. Mana mungkin Tirta melupakan kebaikan orang tua asuhnya?Sayangnya, dulu Tirta tidak tahu dan tidak mampu membalas kebaikan mereka. Sekarang Tirta sangat hebat, tetapi mereka sudah meninggal. Dia hanya bisa membawa semua kekasihnya untuk menyembahyangi orang tua asuhnya.Mendengar ucapan Tirta, Ayu mendesah dan berujar, "Ayo kita pergi. Ini ide bagus. Aku juga sudah lama nggak mengunjungi mereka."Ayu juga menjadi murun