Pewaris Langit Ketujuh

Pewaris Langit Ketujuh

last updateLast Updated : 2025-07-22
By:  Andi IwaUpdated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
7Chapters
12views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

"Dilahirkan dengan darah dewa, tapi dibesarkan sebagai kutukan." Gohan Lee, bocah yatim dari Desa Langit Sepi, tumbuh tanpa bakat, tanpa keluarga, dan tanpa harapan. Di mata sekte, dia hanya beban—lemah, tak berguna, dan ditakdirkan gagal. Sampai langit pecah. Sebuah pedang kuno jatuh, memilihnya sebagai tuan. Dan dunia... mulai ketakutan. Dalam darahnya, mengalir warisan yang pernah menghancurkan tujuh sekte besar. Tapi bukan pujian yang ia dapat. Melainkan pengkhianatan, pengejaran, dan kutukan untuk dikorbankan. Dengan sistem misterius dan kekuatan dendam dari masa silam, Gohan tidak lagi mencari pengakuan. Dia hanya punya satu tujuan: menghancurkan dunia yang pernah membuangnya.

View More

Chapter 1

Bab 1: Petir Emas & Darah Langit

Tak ada yang bisa menjelaskan mengapa langit di atas Desa Langit Sepi selalu memerah setiap bulan mati.

Tapi malam ini berbeda.

Langit itu menangis... petir.

Gohan Lee berdiri sendirian di ladang tua saat langit mulai menghitam. Bocah kurus itu menggenggam keranjang berisi rumput liar, langkahnya lambat, pakaiannya penuh tambalan.

“Anak dungu itu lagi,” bisik seorang petani. “Nggak capek dihina terus?”

Gohan menunduk, pura-pura tidak dengar. Tangan kanannya masih dibebat kain, sisa luka sabit bulan lalu. Sejak kecil, ia dianggap lamban, bego, dan tak berguna.

Tapi malam ini, tanah di bawahnya bergetar pelan. Angin mati. Burung berhenti bersuara.

Langit... berubah merah darah.

“Apa-apaan ini?” Gohan mengangkat wajah. Pusaran awan menggumpal di atas kepalanya. Suara bergemuruh dari dalam bumi. Tubuhnya gemetar. Ia ingin lari. Tapi tak bisa.

Dan tiba-tiba, suara menggelegar memecah malam.

BLAAAARRRR!!!

Petir emas menyambar dua meter di depannya. Tanah terbelah. Api melingkar. Dan dari kawah yang tercipta, sebuah pedang muncul. Tertancap, berdiri kokoh, seperti diturunkan dari langit.

Pedang emas kemerahan itu mengeluarkan aura panas. Gagangnya berbentuk naga yang menggigit ekornya sendiri. Udara sekitarnya berdesis.

Tubuh Gohan membeku. Napasnya sesak. Lalu terdengar suara.

“Gohan... kau belum siap, tapi waktumu tiba.”

Suara itu bukan suara manusia. Tapi gema... dari langit.

“Apa... siapa kau?” Gohan berbisik, panik.

Tak ada jawaban. Tapi dadanya panas. Jantungnya berdetak liar. Dan di kejauhan, suara genderang terdengar samar, seperti perang yang berdentum dari balik awan.

Beberapa petani melihat kejadian itu. Mereka berteriak.

“P-Pedang Langit!”

“Itu bukan mitos?! Astaga!”

“PEDANG ITU MEMILIH PEWARISNYA!”

Gohan melangkah, meski lututnya lemas.

Satu langkah.

Dua.

Tiga.

Tangannya terulur, mendekati gagang pedang. Ia tak tahu kenapa ia melangkah. Tapi sesuatu dalam darahnya... merasa bahwa pedang ini memanggilnya.

Begitu jemarinya menyentuh gagangnya, kilatan cahaya menyambar.

BZZZZTTT!!

Dunia runtuh.

Gohan melihat ribuan mayat terhampar. Sungai darah emas mengalir. Langit menjadi hitam. Dan di tengah medan perang, berdiri seseorang...

...yang wajahnya sama persis dengan dirinya.

Tapi mata sosok itu bersinar merah. Dan di tangannya, pedang yang sama, meneteskan darah... para dewa.

“Aku... siapa?”

Gambaran itu menghilang. Gohan tersadar kembali di ladang. Tubuhnya terpental lima langkah ke belakang, mendarat keras.

“Ghh...!”

Ia meringis. Tapi saat melihat tangannya, ada simbol bercahaya muncul. Lingkaran emas dengan tujuh bintang kecil di dalamnya.

Simbol itu berdenyut.

Dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Gohan merasa... ia bukan manusia biasa.

“Apa yang terjadi... dengan tubuhku?”

Simbol itu perlahan lenyap. Tapi sensasinya tertinggal.

Langkah-langkah mendekat. Warga desa berdatangan. Tatapan mereka berubah—dari benci, menjadi takut.

“Itu... simbol Langit Ketujuh...”

“Anak ini... pewarisnya?”

“Dewa... penghancur... kembali?!”

Seorang tetua, yang biasa menyebut Gohan ‘tak berguna’, kini berlutut gemetar.

“Ribuan tahun... dan akhirnya kau yang dipilih?”

“A-aku? Tapi aku cuma anak biasa...”

“Justru karena itu,” ujar sang tetua. “Langit tak memilih dari istana. Tapi dari lumpur.”

Gohan ingin menyangkal. Tapi dari balik pundaknya, suara itu kembali terdengar.

“Cari tulang naga... sebelum fajar.”

“T-Tulang naga...?”

Pedang itu tak lagi bersinar. Tapi langit belum selesai.

Dari arah utara, awan hitam menebal. Angin berubah tajam. Simbol besar muncul di langit—simbol klan Li.

“Tidak mungkin...” desis seorang warga.

“Itu segel darah terkutuk!”

“Klan Li sudah punah!”

“Siapa mereka?” Gohan bertanya, bingung.

Tak ada jawaban. Warga desa hanya memandangnya seperti melihat kutukan. Beberapa mundur ketakutan.

Lalu, seorang wanita datang berlari. Wajahnya pucat.

Ibunya.

“GOHAN! Jangan dekat-dekat pedang itu!” teriaknya. “Ikut Ibu sekarang!”

“Tapi... pedang itu—”

PLAK!

Tamparan mendarat di pipinya. Bukan karena benci. Tapi karena takut.

“Kita harus sembunyi! Kalau mereka tahu kau yang dipilih... dunia akan memburu kita!”

“Siapa ‘mereka’? Apa maksud semua ini?! Aku cuma anak desa!”

Wanita itu memeluknya. Tubuhnya gemetar.

“Maafkan Ibu... Kau bukan anak Ibu, Gohan.”

Deg.

“Apa... maksudnya...?”

“Kau adalah darah langit. Darah yang pernah menghancurkan surga.”

Gohan membeku. Dunia terasa runtuh sekali lagi.

“Kenapa sekarang baru bilang?”

“Karena semuanya telah dimulai...”

“Ibu... aku takut...”

Sang ibu menggenggam tangannya erat. “Kau mungkin sendirian nanti. Tapi ingat: darahmu mungkin berat... tapi hatimu milikmu sendiri.”

Langit kembali bergemuruh. Dari atas, cahaya petir membelah awan. Sebuah naga hijau raksasa muncul sekejap. Lalu lenyap.

Pedang emas itu menyembur cahaya ke langit, lalu... hening.

Tapi luka di tanah dan cahaya yang pernah bersinar di tangan Gohan... tak akan pernah hilang.

Dan dari dalam pikirannya, suara itu datang lagi. Terakhir kalinya malam itu.

“Langit tak memilih pahlawan... tapi alat untuk menghancurkan segalanya.”

Gohan menatap langit.

Dan malam pun pecah, bersama takdir yang baru saja terbangun.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
7 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status