Entah sudah berapa lama berlalu, Tirta perlahan-lahan siuman dan membuka mata dalam keadaan setengah sadar.Meski rasa sesak di dadanya sudah menghilang, hati Tirta tetap terasa kosong seolah ada bagian yang secara paksa dicabut dari dalam dadanya. Sesekali, rasa sakit yang tajam seperti disayat pisau akan kembali menyerangnya.Kini, mata Tirta yang kosong memandang ke sekeliling ruangan. Barulah dia menyadari ada Darwan, Mahib, Zavrina, dan beberapa orang lainnya di sana. Selain itu, ada juga seorang dokter yang mengenakan jas putih."Ayah, Darwan, lihatlah Pak Tirta sudah sadar!" seru Zavrina dengan gembira.Mahib segera memberi perintah, "Baguslah! Dokter Artur, makasih ya sudah buru-buru datang ke sini. Seseorang, ayo antar Dokter Artur pulang."Setelah itu, Mahib menoleh ke arah Tirta dan bertanya dengan nada penuh perhatian, "Tirta, gimana rasanya sekarang?"Melihat Tirta akhirnya sadar, semua orang di kamar terlihat lega. Satu per satu dari mereka mulai menanyakan keadaannya den
Zavrina menatap ke arah Tirta, lalu membalas dengan nada yang sangat yakin, "Tentu saja benar. Masa Bibi tega membohongimu? Tapi untuk sementara ini, kamu nggak akan bisa bertemu Bella. Kamu harus tunggu sampai emosinya reda dulu. Kalau sekarang kamu nekat bertemu dengannya, jangankan mau bicara manis, dia pasti akan langsung sedih saat melihatmu.""Benar, Tirta. Begini saja deh, kamu dan Bella pisah dulu untuk sementara. Nanti setelah beberapa hari, Paman juga bisa bantu kamu bicara dengannya. Aku akan cari kesempatan supaya kalian bisa bertemu. Tapi soal nanti Bella mau bertemu denganmu atau nggak, itu cuma bisa kita serahkan pada waktu." Nada bicara Darwan terdengar rumit, seolah dia sendiri pun tidak yakin dengan hasilnya."Kalau begitu... Paman Darwan, Bibi Zavrina, Kakek, aku turuti saran kalian. Aku akan tunggu beberapa waktu, baru datang cari Bella lagi," balas Tirta sambil menunduk setelah mendengar ucapan mereka. Rasa kecewa kembali menghampiri hatinya.Awalnya, Tirta masih m
Melihat Tirta tidak bicara dan ekspresinya datar seperti orang linglung, Ayu makin panik sehingga buru-buru bertanya pada Zavrina, "Kak Zavrina, kenapa Tirta jadi begini? Tadi waktu kami berpisah, bukannya dia masih baik-baik saja?"Setelah memeriksa nadi Tirta, Elisa tetap tidak mau melepaskan tangannya. Wajahnya penuh kekhawatiran ketika berucap, "Kak Ayu, kamu jangan cemas dulu. Tadi, aku sudah memeriksa nadinya. Kondisi tubuh Tirta nggak ada masalah kok. Kalau dilihat dari keadaannya sekarang, sepertinya dia habis terpukul."Begitu mendengar jawaban itu, Susanti yang berdiri di samping sudah hampir menahan air mata karena cemas. Dia bertanya, "Terpukul? Bibi Elisa, rasanya nggak mungkin deh. Mental Tirta cukup kuat. Mana mungkin dia jadi seperti ini cuma karena terpukul?""Eh, Elisa benar. Tirta memang jadi begini gara-gara terpukul." Zavrina menghela napas berat, lalu mulai menceritakan semua yang terjadi tanpa ada yang ditutup-tutupi.Zavrina melanjutkan, "Awalnya kami semua suda
Melihat Tirta yang masih seperti itu, Ayu benar-benar merasa sangat sedih dan cemas. Berhubung tidak ada pilihan lain, setelah selesai bicara dengan Zavrina, dia pun bergantian menjaga dan merawat Tirta bersama Elisa dan Susanti.Kemudian, mereka bersama-sama menuju ruang tunggu bandara. Para wanita itu membeli tiket dan bersiap terbang ke Kota Lais dan kembali ke Desa Persik.Tadi, Zavrina sempat membalas, "Tenang saja, Ayu. Soal Bella, aku pasti akan bicara baik-baik dengannya dan berusaha membujuknya. Aku juga berharap setelah Pak Tirta pulang ke Desa Persik, dia bisa perlahan bangkit lagi. Kalau nanti di pihakku, Bella bisa luluh dan mau kasih kesempatan, aku pasti akan langsung mengabarimu supaya Pak Tirta bisa datang dan coba mengejar Bella lagi."Kini, Zavrina berdiri di tempat. Dia menatap punggung Ayu dan yang lain perlahan-lahan menjauh. Dalam hatinya, dia hanya bisa diam-diam menghela napas panjang.Zavrina terus menatap sampai Tirta dan tiga wanita lain benar-benar naik ke
Ayu langsung bertanya dengan nada mendesak dan nyaris tanpa berpikir, "Cara apa itu? Elisa, cepat katakan! Selama bisa membuat Tirta semangat lagi, apa pun akan kuterima!""Cara ini sebenarnya ...." Elisa baru saja hendak mengatakan idenya pada Ayu, tetapi tepat di saat itu Susanti sudah lebih dulu berhasil menghubungi Naura lewat telepon.Berhubung cara yang dipikirkannya ini agak sulit untuk diucapkan, Elisa pun mendekat dan berbisik pelan pada Ayu, "Kak Ayu, lebih baik nanti saja. Setelah kita sampai di Desa Persik, baru aku kasih tahu. Lagian, sekarang pun belum bisa dipakai caranya."Mendengar jawabannya, meskipun hati Ayu masih sangat cemas, dia tidak punya pilihan selain mengangguk dan coba menahan diri. Dia menyetujui, "Ya sudah, kalau begitu nanti setelah kita pulang kamu kasih tahu ya."Di sisi lain, setelah telepon tersambung, Susanti berbicara dengan nada minta maaf bercampur rasa cemas yang jelas terdengar, "Bu Naura, kamu sudah tidur belum? Maaf banget, ganggu kamu malam-
Susanti menambahkan, "Kalau nggak, gimana kalau sekarang saja kamu langsung ceritakan pada aku dan Bibi Ayu? Aku khawatir kalau Tirta terus seperti ini, tubuhnya nggak akan kuat menahan."Mendengar ucapan itu, Elisa pun jadi ragu dan terlihat sedikit bimbang. "Ini ...."Namun pada akhirnya, di bawah desakan Ayu yang ikut memintanya menjelaskan, Elisa pun akhirnya menceritakan ide yang dia pikirkan.Elisa memberi tahu, "Sebenarnya aku juga nggak yakin apakah cara ini bisa berhasil atau nggak, tapi untuk saat ini sepertinya cuma ini yang terpikirkan dan patut dicoba.""Bukannya Tirta paling suka tidur sama wanita? Lagian kita sekarang juga sudah dalam perjalanan pulang ke Desa Persik. Di sana, ada banyak wanita Tirta juga," lanjut Elisa.Elisa bertanya, "Menurutku, gimana kalau kita kumpulkan semua wanita Tirta, lalu biarkan mereka melayani Tirta sekaligus di atas ranjang? Siapa tahu dengan begitu, Tirta bisa terdorong, terangsang, dan setidaknya bisa melupakan semua masalah patah hatiny
Susanti memberi tahu, "Aku, Tirta, Bibi Ayu, dan Bibi Elisa lagi menunggu di depan pintu lobi bandara. Bu Agatha, kamu harus hati-hati juga ya dalam perjalanan ke sini."Mendengar Agatha setuju, Susanti pun merasa lega. Setelah mengingatkan singkat, dia pun menutup telepon lalu segera menghubungi Nabila.Sementara itu di sisi lain, Agatha baru saja menutup telepon dan sedang bersiap-siap berganti pakaian.Namun tiba-tiba, Agatha teringat sesuatu sehingga berujar, "Eh ... seingatku Kak Irene juga pernah punya hubungan sama Tirta. Terjadi masalah seperti ini, sepertinya aku harus mengabari Kak Irene juga. Siapa tahu dia mau bantu Tirta?"Agatha pun buru-buru mengambil ponselnya lagi, lalu menelepon Irene....Di tempat lain. Tak lama setelah Susanti menelepon Nabila, panggilannya langsung diangkat. Nabila bertanya, "Bu Susanti, malam-malam begini kamu tumben banget meneleponku. Ada apa ya?"Saat itu, kebetulan kampus Nabila sedang libur. Dia sedang bersantai sendirian di rumah yang dibel
Ayu coba menenangkan Susanti, "Paling-paling Nabila cuma nggak rela harus melayani Tirta barengan sama wanita-wanita lain. Lagian, kamu juga memberitahunya supaya Tirta bisa cepat pulih. Kalau sampai nanti mereka putus, itu sudah jadi tanggung jawab Tirta sendiri. Salah dia juga sih, siapa suruh menggoda banyak wanita?"Mendengar itu, barulah Susanti menghela napas lega. Dia buru-buru memberi tahu Ayu, "Bibi Ayu, setahuku Tirta punya cukup banyak wanita. Coba Bibi pikirkan. Siapa tahu kita bisa mencari beberapa orang lagi?"Ayu langsung merasa kikuk tanpa sadar. Dia membalas, "Aku ... aku coba hubungi ya." Segera setelah itu, dia menelepon Melati."Apa? Aku sih jelas nggak masalah. Ayu, aku bersedia kok! Bahkan kalau perlu, aku jadi yang pertama yang tidur sama Tirta pun nggak apa-apa! Kalau memang kurang orang, aku bisa ajak kakak sepupuku juga. Kebetulan dia baru cerai, siapa tahu dia juga mau kalau aku bujuk-bujuk?" tanya Melati.Sebagai wanita pertama yang pernah bersama Tirta, sek
Adapun Naura dan Nia yang terakhir digendong Tirta ke kamar, mereka lebih menyedihkan. Keduanya ingin pergi, tetapi tidak berani menentang Tirta yang dominan. Situasi yang intens ini juga membuat mereka berdua ingin melihatnya."Jangan buru-buru, Kak. Aku pasti akan memuaskanmu, tapi sebelumnya aku harus carikan beberapa rekan seperjuangan untukmu," ujar Tirta.Melihat Melati begitu berinisiatif dan antusias, Tirta juga makin tidak sabar. Namun, setelah bercinta dengan Genta, hasratnya tidak bisa terpuaskan jika hanya Melati yang melayaninya.Tirta menepuk bokong Melati yang sintal lagi, lalu berbalik untuk mengangkat Susanti dan Agatha. Kedua wanita itu berteriak, tetapi Tirta tetap melempar mereka ke tempat tidur yang empuk.Selain itu, Tirta juga mengatur mereka agar bersiap-siap dengan gaya yang sama seperti Melati. Ketiga wanita berlutut bersama ....Hasrat Tirta menggebu-gebu saat melihat gaya mereka bertiga yang menggairahkan. Tirta hampir kehilangan kendali dan langsung memulai
"Tirta ... banyak orang yang lihat. Kamu ... jangan bicara sembarangan. Aku nggak mungkin melakukan hal itu denganmu," kata Ayu.Wajah Ayu memerah setelah mendengar ucapan Tirta. Dia sangat malu. Kemudian, Ayu berusaha melepaskan diri dari Tirta dan bergegas keluar dari kamar. Bagaimanapun, ucapan Tirta membuat tatapan Susanti, Agatha, Naura, Aiko, Nia, Irene, dan lainnya tertuju pada Ayu.Biarpun Ayu sudah pergi, beberapa wanita yang penasaran itu tetap memandangi sosok Ayu yang menjauh. Mereka bertanya kepada Tirta dengan ekspresi terkejut."Tirta, kapan kamu ... menaklukkan Bi Ayu?""Eh, tunggu dulu. Masih ada Bi Elisa. Kamu juga meniduri Bi Elisa?""Tirta, mereka itu bibimu. Kenapa kamu ... sama sekali nggak menghormati senior?""Bisa-bisanya kamu tega meniduri orang terdekatmu! Keterlaluan sekali!"Dulu Tirta pandai menutupinya sehingga hari ini mereka baru tahu kebenarannya. Sebenarnya mereka tidak marah, tetapi mereka tetap menyalahkan Tirta.Tirta tidak menganggap serius tegura
Di luar kamar, ada 10 wanita yang menunggu Tirta pulih. Setelah Tirta menendang pintu dengan kasar, pintu yang tidak mampu menahan kekuatan Tirta menghantam dinding. Kemudian, pintu itu hancur menjadi pecahan kayu dan tidak bisa digunakan lagi.Suara ini membuat para wanita yang menunggu Tirta terbangun. Sebelumnya mereka sudah mengantuk dan hendak tidur. Begitu melihat kondisi Tirta, mereka langsung berseru kaget."Ah ... Tirta, kamu kenapa?""Tirta, kenapa wajahmu memerah?""Tirta, kenapa kamu nggak pakai baju sebelum keluar?""Tirta, apa ... kamu sudah pulih? Kamu mau kami menemanimu?"Apalagi sekarang ekspresi Tirta sangat mengerikan. Kedua kaki mereka gemetaran setelah mereka melihat Tirta. Naura dan Nia yang tidak berpengalaman mundur saking takutnya. Keduanya takut diincar Tirta.Tirta yang sangat tersiksa mengamati semua wanita itu. Dia menyadari selain Ayu dan Elisa, Susanti, Agatha, Aiko, Naura, Melati, Farida, Arum memakai lingeri. Tirta makin antusias dan hasratnya bergelor
Genta terbangun karena dicium Tirta. Dia merasakan keanehan Tirta. Genta yang tidak tahan dengan keperkasaan Tirta langsung tersadar.Genta menegur, "Jangan! Cepat keluar! Semuanya sudah berakhir. Kamu ... nggak boleh sentuh aku lagi ...."Kemudian, mungkin karena gugup, Genta tiba-tiba mendorong Tirta jauh-jauh dengan kuat. Dorongan Genta membuat Tirta langsung keluar dari mimpi!Tirta hanya bisa melihat wajah Genta yang malu dan juga kesal makin jauh. Perlahan-lahan, dia tidak bisa melihat Genta lagi. Tak lama kemudian, Tirta bangun."Ah ... ternyata sudah berakhir. Jangan, Kak! Aku belum puas!" gumam Tirta. Dia merasa kecewa saat melihat kamar yang kosong.Bahkan, Tirta merasa tindakan Genta sangat kejam. Setelah merasakan kenikmatan, Genta langsung mendepak Tirta dari mimpi.Tirta memang merasa sangat puas di dalam mimpi. Bahkan, Tirta tidak bisa melupakan kenikmatan itu seumur hidupnya. Namun, sekarang Tirta seperti kecanduan terhadap kenikmatan itu. Dia ingin merasakannya lagi!T
Meskipun berada di dalam mimpi, kelembutan yang dirasakan Tirta dalam pelukannya dan wangi yang diciumnya hampir sama saja dengan kenyataan. Hal ini membuat Tirta makin terangsang. Dia tidak pernah seantusias ini sebelumnya."Pecundang, lepaskan aku dulu," protes Genta. Dia yang dipeluk Tirta dengan erat menahan rasa malu sambil berusaha melepaskan diri dari pelukan Tirta.Namun, sebelum Genta bergerak, Tirta sudah mencium bibirnya. Kemudian, Tirta langsung membuka bibir dan gigi Genta. Dia melumat bibirnya.Genta yang dicium terbelalak. Jantungnya berdegup kencang. Dia tidak berhenti menepuk dada Tirta.Hanya saja, Tirta tidak peduli. Sekarang dia juga tidak mungkin berhenti lagi biarpun dihabisi Genta. Bahkan, tangan Tirta langsung masuk ke dalam baju Genta melalui kerahnya. Tirta mengabaikan Genta yang menghalanginya.Dengan begitu, bagian vital Genta sudah dikendalikan Tirta. Walaupun Genta sangat hebat dan menguasai berbagai teknik, dia juga tidak mampu menghadapi Tirta. Sebalikny
Melihat Tirta begitu tidak sabar dan antusias, Genta yang curiga berkomentar, "Ternyata kamu bisa pulih begitu cepat. Aku benar-benar curiga sebelumnya kamu cuma berpura-pura sedih. Tujuanmu itu mengambil keuntungan dariku."Saat memikirkan hal ini, Genta bahkan sedikit menyesal setelah menyarankan Tirta untuk mengambil keuntungannya di dalam mimpi.Begitu membayangkan dirinya akan bercinta dengan Genta, Tirta sangat bersemangat. Dia merasa tersiksa menahan hasratnya.Tirta menimpali, "Kak, masa kamu menganggapku seperti itu? Tentu saja aku sangat sedih Bella putus denganku. Bahkan aku nggak tertarik untuk berhubungan intim, kamu juga melihatnya tadi.""Tapi, kamu berbeda. Selama ini, aku ingin menidurimu. Jadi, aku senang sekali kamu mau berhubungan intim denganku," lanjut Tirta.Mendengar Genta ingin berubah pikiran, Tirta menunduk dan meneruskan dengan lesu, "Kak, kamu sudah menyetujuiku tadi. Apa sekarang kamu mau mengingkari janjimu? Kalau kamu juga tipu aku, lebih baik aku mati s
Melati juga tidak lupa berpesan kepada Tirta saat menutup pintu kamar.....Sementara itu, Ayu dan Elisa terus menunggu di luar kamar. Mereka melihat ekspresi Melati dan lainnya yang sedih. Apalagi Melati dan lainnya keluar dari kamar dalam waktu singkat. Mereka menebak Melati dan lainnya pasti gagal.Meskipun begitu, Ayu masih tidak terima. Dia menghampiri Melati dan bertanya, "Melati, apa Tirta masih belum membaik?"Melati menjawab, "Belum, aku juga nggak tahu seberapa dalam wanita itu menyakiti Tirta. Aku nggak pernah melihat Tirta begitu sedih ...."Sambil bicara, Melati menyeka air matanya. Mendengar ucapan Melati, Elisa juga mendesah dan bertanya, "Apa cara ini nggak bisa membuat Tirta membaik? Melati, apa yang Tirta bilang pada kalian waktu keluar?"Mata Susanti memerah. Dia membantu Melati menjawab sambil terisak, "Bi Elisa, Tirta bilang dia mau menenangkan diri. Dia suruh kami jangan ganggu dia. Selain ini, dia nggak bilang apa pun lagi."Mendengar jawaban Susanti, Elisa langs
Naura merasa Tirta yang dilihat dari kamera pengawas tidak begitu mengejutkan dan mengerikan jika dibandingkan dengan aslinya! Tentu saja Naura merasa takut setelah melihat secara langsung. Bahkan, kedua kakinya gemetaran.Susanti dan Aiko yang melihat Naura ingin mundur berbicara pada saat bersamaan, "Sekarang kamu menyesal? Nggak bisa, sudah terlambat!"Mereka berdua mengangkat Naura naik ke tempat tidur. Kemudian, Susanti berkata kepada Melati, "Kak Melati, kamu turun dulu. Biarkan Bu Naura mencobanya."Melati juga tidak ragu-ragu. Terdengar suara "plop", seperti penutup gabus dilepas dari botol anggur. Dia turun dari tempat tidur untuk menyerahkan posisinya kepada Naura.Melati tidak lupa menghibur Naura, "Oke, aku turun dulu. Bu Naura, jangan takut. Rasa sakitnya cuma sebentar, nanti kamu nggak akan merasa sakit lagi, malah sangat nyaman!"Setelah Melati turun, kemaluan Tirta terlihat makin jelas! Bentuknya bagaikan pedang pusaka tajam yang memiliki kekuatan dahsyat!Naura yang ke
Ayu membuka pintu kamar, lalu bergeser ke samping dan tidak lupa berpesan, "Kalau Tirta sudah pulih, kalian berhenti sebentar dan kabari aku. Biar aku nggak khawatir.""Tenang saja, Bi Ayu. Kalau Tirta sudah pulih, aku akan langsung keluar untuk mengabarimu," sahut Agatha. Dia yang masuk ke kamar terlebih dahulu.Kemudian, Susanti, Naura, dan Aiko juga masuk. Tentu saja Nia adalah orang terakhir yang masuk ke kamar.Terdengar suara pintu ditutup dari dalam. Ayu juga tidak lupa mengunci pintu kamar dari luar. Setelah itu, Ayu dan Elisa sama-sama menunggu di sofa ruang tamu dengan perasaan gelisah.....Saat Agatha, Susanti, Naura, Aiko, dan Nia masuk ke kamar, mereka melihat Tirta berbaring di bagian tengah tempat tidur, Melati yang memakai lingeri renda berwarna hitam, Farida yang memakai lingeri berwarna putih, dan Arum yang memakai lingeri berwarna merah muda.Mereka bertiga yang cantik sedang bersandar di pelukan Tirta. Mereka terus menggunakan tubuh yang hangat dan ... untuk merang