Home / Romansa / Dokter Cantik Pemilik Hati CEO / Bab 2. Nikahkan Mereka Sekarang!

Share

Bab 2. Nikahkan Mereka Sekarang!

Author: Agniya14
last update Last Updated: 2024-11-18 22:47:34

Arina mengerutkan dahi saat melihat pria tampan yang dia tolong itu tiba-tiba berteriak. Pasti ada sesuatu yang terjadi pada pria itu, pikirnya. Arina menjadi penasaran dan ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi pada pria itu. Dia harus tahu tentang itu semua agar bisa membantu pria itu ke depannya. 

Arina sudah berhasil menyingkirkan perasaan takutnya pada pria itu dan berpikir jika pria itu ada korban dari sebuah rencana pembunuhan. 

"Semua bagus kok, Dok, tinggal tunggu pasiennya siuman aja," jawab perawat pada Arina. 

"Ok, kalau dia siuman segera telepon saya, ya." 

Arina memeriksa angka-angka yang tertera pada alat yang tersambung pada tubuh pria yang dia belum tahu namanya itu. Mulai dari tekanan darah dan lainnya serta memeriksa cairan infusnya. 

"Oh ya, transfusi darahnya sudah selesai?" Arina baru ingat karena di lengan pria itu hanya tersambung selang infus saja. 

"Sudah semua kok, Dok." 

"Ok. Makasih ya, saya balik ke ruangan dulu. Nanti saya ke sini lagi." 

Arina pun keluar dari ruangan ICU lalu kembali ke ruangannya. Seperti biasanya pagi itu dia ada praktek pagi. Bertindak sebagai dokter umum dan menerima pasien yang sakit dan memberikan konsultasi tentang penyakit pasien lalu memberikan resep obat yang bisa ditebus di apotek. 

Pemeriksaan pasien hari itu berjalan dengan baik. Sampai jam 12 siang, Arina sudah memeriksa semua pasien. Dia pun keluar dari ruangan untuk mencari makan siang. 

Makan siang kali ini, Arina memilih warteg yang berjualan di dekat rumah sakit itu karena sebelum pulang ke rumah dia akan mengecek satu pasiennya di ruang ICU. 

Selesai makan siang, Arina sempatkan untuk kembali ke rumah sakit, mengecek pasien lalu pulang ke rumah. Hari itu tidak ada jadwal operasi untuknya. Di desa itu dia sangat jarang mendapat pasien operasi. Mungkin karena warga di sana kebanyakan gaya hidupnya lebih sehat. 

Perasaan kantuk menyerang Arina karena tadi malam dia harus melakukan operasi yang membuatnya kurang tidur. Dia segera masuk kamar lalu tidur setelah tiba di rumah. 

Perempuan itu tertidur sampai ashar. Hari itu dia tidak ada kegiatan apa-apa lagi. Untuk pasien di ruangan ICU dia akan mengunjungi pada esok hari atau jika ada panggilan mendadak saja. 

Arina bangun untuk mendirikan salat asar. Selesai salat dia memakai pakaian olahraganya lagi. Perempuan itu mendapat hiburan saat dia sedang berlari. 

Setelah berlari keliling, tiba-tiba Arina merasa penasaran dengan sosok pria itu. Dia pun kembali ke rumah sakit dan memeriksa kondisi pria itu di ruangan ICU. Namun, karena Arina baru selesai lari, dia tidak berani masuk ruang ICU, hanya bertanya pada perawat soal perkembangan pria itu. Karena pria itu belum siuman, Arina putuskan untuk pulang ke rumah. 

Pada hari kedua pria itu belum juga siuman. Di malam hari Arina datang ke ruangan ICU karena hari itu pada siang hari dia mendapat pasien yang membutuhkan operasi usus buntu. 

"Kok tumben ya, Dok, udah dua hari pasiennya belum siuman juga?" tanya perawat pada Arina sambil memperhatikan pasien pria itu.

"Ya mungkin dia merasa capek dan butuh istirahat lebih lama, ya?" Arina berasumsi seperti itu. 

"Iya ya, Dok, ya sudah kita tunggu lagi aja, tapi semuanya bagus kok." 

"Iya, ya sudah saya mau pulang dulu ya." 

Pada hari ketiga pria itu dirawat di ruang ICU, Arina mendapat telepon dari rumah sakit karena si pasien membuka mata pada sore hari saat Arina baru pulang dari lari sore. Dia pun bergegas mandi dan berganti pakaian bersih lalu menuju rumah sakit dengan mobilnya. 

Tiba di rumah sakit. Arina segera menuju ruangan ICU untuk memeriksa kondisi pria tampan itu. Arina mendekati brankar pria itu. Benar saja dia sudah siuman dan menatap Arina dengan perasaan bingung. 

"Kamu siapa?" tanya pria itu pada Arina yang berdiri di sebelahnya. 

"Saya dokter, nama saya Arina, nama kamu siapa?" 

"Saya ada di mana ya, Dok?" 

"Kamu ada di rumah sakit. Kamu datang dari mana? Sepertinya kamu bukan warga sini kalau dilihat dari penampilannya." 

"Ini di mana ya, Dok? Maksud saya apa nama tempat ini? Nama daerahnya?" Pria itu terlihat berpikir. 

Arina menjelaskan nama daerah tempat pria itu berada sekarang. Pria itu tampak bingung dengan penjelasan Arina karena desa tempat dia berada sekarang terletak jauh dari kota Jakarta. 

Pria itu diam dan larut dalam pikirannya sendiri. Sepertinya dia berusaha mengingat apa yang terjadi padanya beberapa hari yang lalu sampai akhirnya dia bisa berada di desa itu. 

Selama satu minggu berada di rumah sakit, kondisi kesehatan pria itu sudah membaik. Arina pun memberikan izin pada pria itu untuk keluar dari rumah sakit dan menjalani rawat jalan. 

"Tapi, Dok, saya enggak tahu harus tinggal di mana setelah keluar dari rumah sakit ini dan saya juga belum bisa pulang dalam kondisi sekarang ini." 

"Ya, gimana dong, Mas, mau enggak mau Mas Yudhi harus pulang. Apa Mas mau menghubungi keluarga Mas, biar saya pinjemin HP saya sama Mas." Arina pikir pria itu tetap harus pulang ke rumahnya."

"Dokter bisa enggak bantu saya supaya tinggal di desa ini untuk sementara waktu. Saya belum bisa pulang, dokter sendiri kan tahu gimana kondisi saya waktu menemukan saya, kan?" Pria bernama Yudhi itu berharap Arina bisa membantunya. 

"Coba saya tanya perawat lain, siapa yang bisa mengajak Mas Yudhi tinggal sama mereka ya." 

Arina mendatangi ruangan jaga dan bertanya pada mereka, tetapi tidak ada satu orang pun yang mau mengajak pria itu tinggal bersama mereka karena semua merasa takut dan Arina paham soal itu. Dia pun menyerah. 

Akhirnya Arina dengan sangat terpaksa dan untuk membantu Yudhi, Arina mengajak pria itu tinggal di rumahnya. Sebelum pulang ke rumah dia mengajak Yudhi membeli beberapa pakaian karena bajunya yang lama sudah tidak bisa dipakai lagi. 

Kemudian dia mengajak pria itu tinggal di rumahnya di kamar yang berbeda. Kabar soal Arina tinggal berdua saja di rumah itu cepat menyebar di warga desa. Warga desa pun tersulut emosinya. Mereka marah karena ada dua orang laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim tinggal di satu rumah yang sama. 

Mereka pun berduyun-duyun mendatangi rumah yang ditinggali Arina pada malam hari karena mereka tahu saat itu Arina berada di rumah. 

Suara-suara teriakan warga terdengar dari dalam rumah. Arina yang baru selesai makan malam di rumahnya segera ke depan dan membuka pintu menemui warga di depan rumahnya. 

"Nikahkan mereka sekarang!" teriak warga saat melihat Arina keluar dari rumah. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dokter Cantik Pemilik Hati CEO    Bab 40. Ending

    Setelah diperiksa oleh dokter di rumah sakit dan dinyatakan hamil, Yudhi mengajak Arina konsultasi ke dokter kandungan yang ada jadwal praktek pagi. Setelah diperiksa dengan USG, Arina dinyatakan hamil empat minggu. Dia sendiri tidak menyangka bisa hamil anak kedua secepat itu karena siklus bulanannya belum datang lagi sejak terakhir dia hamil anak pertama. “Dokter kan tahu jika setiap bulan sel telurnya yang matang tetap dilepaskan seperti biasa, hanya saja memang dinding rahimnya tidak menebal karena pengaruh hormon. Selamat ya, Dok atas kehamilan anak keduanya, semoga saja semuanya lancar.” Dokter kandungan yang sudah kenal dengan Arina itu mendoakannya.“Aamiin, terima kasih ya, Dok. Kami pamit pulang dulu.”Yudhi mengajak Arina kembali ke mobilnya. Perempuan itu menarik napas panjang untuk menangkan diri menerima keputusan jika dia telah hamil anak kedua dan harus menerima semuanya dengan lapang dada.“Mas, kayaknya aku harus ngajuin cuti lagi ini ke papa. Padahal aku belum masu

  • Dokter Cantik Pemilik Hati CEO    Bab 39. Hamil Lagi

    Yudhi tetap terus membantu Arina mengurus anak mereka. Perempuan itu minta cuti satu tahun pada sang papa untuk mengasuh anak pertamanya dan tidak mau melewatkan setiap perkembangan yang dialami putri pertamanya. Begitu juga dengan Yudhi, dia pun tidak mau melewatkan kesempatan yang sama. Meskipun mereka sudah kembali ke apartemen, Arina tetap mengurus bayinya sendiri dengan bantuan ART di rumah untuk mengerjakan pekerjaan rumah dan menemani Arina saat suaminya bekerja. Pada suatu malam, Yudhi ingin membicarakan sesuatu pada Arina, dia pun membahasnya dengan perempuan itu. "Sayang, Mas ada rencana nih. Mas mau minta persetujuan kamu, tapi dengerin dulu, ya." Arina menganggukkan kepala siap mendengar semua apa pun yang akan suaminya katakan padanya. "Jadi, Mas ada rencana mau bikin pesantren." Arina terkesiap mendengar rencana sang suami. Mengapa dia tiba-tiba ingin membangun pesantren, padahal mereka belum pernah membalas ini sebelumnya. "Pesantren, Mas? Di mana?" "DI pinggiran

  • Dokter Cantik Pemilik Hati CEO    Bab 38. Bangun Malam

    Hari-hari Arina menunggu waktu melahirkan tetap sama seperti biasanya. Rutin jalan pagi bersama sang suami dan tidur malam harus diawali dengan pijatan di kaki dan dielus bagian punggung sampai dia tertidur. Beberapa hari terakhir, Arina mulai merasakan gelombang cinta di bagian perut, hanya saja belum teratur dan sering. Dia masih menikmati setiap rasa kram dan nyeri itu sebagai sinyal jika sebentar lagi anaknya akan segera lahir. Makin dekat waktu melahirkan makin sering pula gelombang cinta itu dirasakan oleh Arina hingga pada suatu sore dia mendapat flek dan segera minta diantar menuju rumah sakit. Tidak hanya Yudhi yang mengantar Arina, kedua orang tuanya pun ikut mengantar sampai ke rumah sakit. Perempuan itu dibawa ke rumah sakit milik sang papa. Begitu tiba di rumah sakit, Arina dibawa menuju ruang bersalin yang kosong. Di sana dia ditemani oleh suami dan mamanya. Sedangkan sang papa menunggu di luar sambil berzikir. Saat Arina merasakan gelombang cinta yang hebat, sang ma

  • Dokter Cantik Pemilik Hati CEO    Bab 37. Perlengkapan Bayi

    Yudhi meminta kamar hanya berdua saja dengan Arina pada travel umroh. Dia harus memastikan keadaan Arina baik-baik saja selama 24 jam di sana. Ke mana pun Yudhi pergi pasti ada Arina bersamanya. Ke masjid atau sedang mengikuti perjalanan bersama tour pun mereka selalu bersama. Di depan ka'bah, Arina dan Yudhi selalu memanjatkan doa untuk kelancaran proses kehamilan istrinya dan kemudahan saat proses melahirkan. Meskipun Arina seorang dokter dia tidak bisa melahirkan sendirian tanpa bantuan pihak medis, lagipula dia kan bukan dokter kandungan, Arina adalah seorang dokter bedah umum yang sudah pasti akan menghadapi pasien dengan penyakit yang berbeda. Selesai melaksanakan umroh keduanya kembali ke hotel karena sudah malam. Sebelum masuk ke kamar, mereka makan malam lebih dulu. Selama melaksanakan umroh berat badan Arina naik. Dia sendiri pun merasakan itu, mulai kesulitan bangun dan harus dibantu oleh sang suami. "Mas, kayaknya jas seragam dari travel itu udah enggak cukup lagi deh,

  • Dokter Cantik Pemilik Hati CEO    Bab 36. Resepsi

    Arina memperhatikan perutnya yang mulai terlihat membuncit di depan kaca, pada usia kehamilan lima bulan, memang perut perempuan hamil sudah mulai terlihat membuncit. Dia merasa tidak percaya diri dengan perutnya di saat dia belum mengumumkan acara resepsi pernikahannya. "Mas, perut aku udah keliatan gendut ya?" tanya Arina dengan wajah cemberut. Rasanya hari itu dia tidak ingin datang ke rumah sakit karena perutnya. "Bukan keliatan gendut, tapi membesar karena hamil. Kalau gendut kan seluruh badan melebar." Arina menghembuskan napas lelah. Terkadang dia masih tidak ingin menjadi bahan gunjingan yang lain atau mendapat fitnah dari yang lain. "Aku enggak usah berangkat ke rumah sakit ya, Mas?" Arina berharap Yudhi akan setuju dengan keputusannya. Namun, nyatanya tidak. Pria itu meletakkan beberapa undangan di tangan Arina. "Suruh mereka semua datang supaya tahu kenyataan yang sebenarnya." Pria itu paham istrinya khawatir dituduh hamil sebelum menikah. "Mas antar sampai ke ruangan

  • Dokter Cantik Pemilik Hati CEO    Bab 35. Makam Nanda

    Kondisi Arina semakin membaik keesokan harinya. Pagi itu Yudhi mengajak istrinya berkeliling rumah sakit, perempuan itu duduk di kursi roda yang didorong oleh sang suami. "Ternyata dokter juga bisa sakit dan masuk rumah sakit, ya?" Arina tertawa lebih tepatnya mentertawakan diri sendiri. "Ya, kalau kamu sakit kan tetap butuh dokter, Sayang. Masa kamu bisa nyembuhin diri sendiri. Lagian kamu bukan sakit secara fisik, tapi secara psikologis." "Mas, misalnya kemarin aku sakitnya lama. Terus belum membaik sampai hari ini, malah semakin parah, Mas bakalan ngapain?" Arina merasa penasaran dengan apa yang akan dilakukan sang suami. Dia khawatir Yudhi akan meninggalkannya. Padahal pria itu selalu setia di samping nya. "Sayang, kita enggak boleh berandai-andai loh." Wajah Arina berubah cemberut, bukan itu jawaban yang dia inginkan dari suaminya. Yang dia mau adalah apa yang akan Yudhi lakukan padanya. "Yah, enggak seru ah. Aku kan penasaran." Namun, Yudhi akhirnya menjawab pertanyaan Ar

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status